Memasuki Panen Raya, Harga Beras Jateng Ditargetkan Kembali Normal
Harga beras di Jateng ditargetkan turun dalam sepekan ke depan karena panen raya sedang berlangsung. Operasi pasar juga dilakukan dengan menggelontorkan cadangan beras pemerintah sebesar 500 ton per bulan.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
TEGAL, KOMPAS — Harga beras di sejumlah wilayah di Jawa Tengah melambung setidaknya sejak sebulan terakhir. Padahal, sejumlah daerah sentra padi sudah mulai panen raya. Dalam waktu sepekan, harga beras di Jateng ditargetkan kembali normal.
Berdasarkan data Sistem Informasi Harga dan Produksi Komoditi Jateng pada Minggu (12/2/2023), rata-rata harga beras medium Rp 10.714 per kilogram. Harga beras medium tertinggi berada di Kota Tegal, yakni Rp 12.500 per kg, dan harga beras medium terendah berada di Cilacap sebesar Rp 10.333 per kg.
Sementara itu, rata-rata harga beras premium di Jateng tercatat sebesar Rp 11.907 per kg. Harga beras premium tertinggi berada di Kota Tegal sebesar Rp 14.000 per kg dan harga beras premium terendah berada di Cilacap sebesar Rp 11.167 per kg.
Pemerintah dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2017 menetapkan harga eceran tertinggi (HET) beras medium di tingkat konsumen Rp 9.450-Rp 10.250 per kg dan HET beras premium di tingkat konsumen sebesar Rp 9.450-Rp 10.250 per kg. Harga itu menyesuaikan wilayah.
Tingginya harga beras medium dan premium disebut pedagang pasar telah berlangsung setidaknya sebulan terakhir. Arifiyah (45), pedagang beras di Pasar Pagi Kota Tegal, mengatakan, harga beras medium dan premium saat ini merupakan yang tertinggi selama 23 tahun terakhir. ”Sejak tahun 2000 saya jualan beras, baru kali ini harganya setinggi ini. Kalaupun naik, biasanya (harganya) masih di bawah Rp 10.500 per kg,” katanya saat dihubungi, Minggu siang.
Akibat kenaikan harga tersebut, Arifiyah terpaksa mengurangi jumlah pembelian beras. Biasanya, dia membeli 15 kantong beras atau sekitar 375 kg untuk dijual selama pekan. Kini, ia hanya membeli 10 kantong beras atau sekitar 250 kg untuk stok sepekan.
Arifiyah biasanya memasok beras dari Pasar Beras Martoloyo Kota Tegal. Menurut para pedagang beras di pasar tersebut, suplai beras dari petani berkurang karena kebanyakan gabah yang dipanen pada Januari belum kering lantaran kendala cuaca. Biasanya, gabah baru akan digiling setelah mencapai tingkat kekeringan tertentu.
Mahalnya harga beras di Jateng itu merupakan ironi. Sebab, beberapa daerah yang menjadi lumbung padi sudah mulai panen sejak Januari, seperti Grobogan, Blora, Pati, Demak, dan Sragen. Pada masa panen raya Januari–Maret 2023, Dinas Pertanian dan Perkebunan Jateng memperkirakan luas lahan panen padi sekitar 669.364 hektar dengan produktivitas sekitar 3 juta ton.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo optimistis gabah hasil panen dari sejumlah daerah bisa segera digiling dan disuplai ke pasar. Karena itu, dalam sepekan ke depan, harga beras di Jateng ditargetkan bisa kembali normal. Terkait kendala cuaca, dia meminta agar petani memanfaatkan mesin pengering.
”Kalau hari ini mulai panen, pemrosesan itu butuh waktu kurang lebih satu minggu. Sebenarnya pasar sudah bisa dibanjiri (hasil panen). Maka, dalam konteks inflasi, mestinya (harga beras) sudah mulai bisa terkendali,” ucap Ganjar.
Untuk operasi pasar, setiap hari dikeluarkan beras sekitar 500 ton per hari.
Dia menambahkan, operasi pasar juga sudah dilakukan sejak beberapa hari terakhir untuk mengendalikan harga beras. Operasi pasar dilakukan Bulog menggunakan cadangan beras pemerintah.
”Cadangan beras pemerintah di Jateng saat ini 17.500 ton. Untuk operasi pasar, setiap hari dikeluarkan beras sekitar 500 ton per hari,” imbuhnya.
Setelah harga beras di pasar stabil, pekerjaan rumah selanjutnya adalah menjaga harga beras agar tidak jatuh. Menurut Ganjar, hal itu bisa diupayakan dengan cara memperbaiki sistem pengelolaan hasil panen dan beras. Beras hasil panen dari petani hendaknya segera diserap oleh Bulog yang ada di tiap-tiap kabupaten/kota. Saat stok beras di pasar menipis, beras itu bisa dikeluarkan untuk menahan gejolak harga.
Fluktuatif
Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Perkebunan Jateng, pada tahun 2020–2022 produktivitas padi di wilayah tersebut tergolong fluktuatif. Pada tahun 2020, produktivitas padi di Jateng sebesar 9,4 juta ton. Sementara itu, produktivitas padi pada tahun 2021 dan 2022 masing-masing sebesar 9,6 juta ton dan 9,5 juta ton.
Tahun ini, produktivitas padi akan digenjot melalui optimalisasi lahan. Lahan-lahan yang sudah selesai dipanen diharapkan bisa langsung diolah kembali untuk penanaman padi.
”Pada Maret ini rata-rata sudah selesai panen sehingga diharapkan bisa segera diolah untuk musim tanam selanjutnya. Hal ini supaya nanti pada September sudah bisa memasuki musim tanam ketiga dan bisa panen pada Desember,” ujar Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Jateng Supriyanto.