Perayaan Cap Go Meh di Kota Singkawang, Kalimantan Barat, berlangsung semarak, Minggu (5/2/2023). Lautan manusia dari beragam latar belakang menuntaskan rindu menyaksikan tarian multietnis hingga parade tatung.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·4 menit baca
SINGKAWANG, KOMPAS — Perayaan Cap Go Meh di Kota Singkawang, Kalimantan Barat, berlangsung semarak, Minggu (5/2/2023). Lautan manusia dari beragam latar belakang menuntaskan rindu menyaksikan tarian multietnis hingga parade tatung setelah dua tahun sempat vakum akibat pandemi.
Semarak itu berawal dari panggung kehormatan perayaan Cap Go Meh di Jalan Diponegoro, Singkawang. Genderang perlahan ditabuh. Puisi tentang keberagaman budaya Indonesia pun mengalun.
Dari sudut panggung tampak anggota TNI berjalan perlahan membawa bendera Merah Putih menuju arena pertunjukan. Di belakang, penari berkostum kreasi perlahan masuk. Sesampainya di arena pertunjukan, salah satu penari bergerak lembut bak burung enggang mengepakkan sayap, sementara puisi terus mengalun.
Tak lama kemudian, para penari lainnya berbusana Tionghoa berwarna merah dan emas sembari memegang kipas berlari indah masuk menyusul penari lainnya di arena pertunjukan. Musik dengan tempo rancak telah menanti.
Beberapa saat kemudian, terdengar teriakan. Sejumlah penari pria berpakaian adat Dayak memegang replika perisai dan mandau giliran masuk ke arena pertunjukan. Kemudian disusul para penari berpakaian Melayu bergabung dengan penari lainnya membentuk gerakan yang harmoni.
Seketika musik Melayu mengalun mengiringi para penari. Anak-anak berpakaian adat Nusantara pun tak mau ketinggalan. Mereka masuk sembari bertepuk tangan. Tubuh mungil mereka menari bersama para penari lainnya diiringi lagu-lagu daerah.
Menjelang akhir tarian, penonton di sekitar panggung kehormatan pun berdiri. Bersama para penari mereka menyanyikan lagu ”Dari Sabang Sampai Merauke”. Beberapa saat kemudian terdengar tepuk tangan.
Semarak Cap Go Meh Singkawang tidak berhenti di situ. Selang beberapa waktu giliran peserta pawai yang beraksi. Iring-iringan pawai terdiri dari marching band, replika sembilan naga, barongsai, dan tatung. Tatung adalah orang yang dirasuki roh dewa atau leluhur sehingga menjadi kebal senjata.
Tatung diarak berkeliling jalan-jalan di Singkawang memperagakan atraksi kekebalan tubuh untuk menolak bala. Tatung ada yang berpakaian ala panglima perang dan juga kostum kerajaan serta berbusana adat Dayak. Parade tatung sesungguhnya juga menghadirkan akulturasi kebudayaan yang telah berlangsung ratusan tahun.
Semarak
Rangkaian parade diawali marching band pada barisan depan, diikuti replika sembilan naga, dan barongsai melintasi panggung kehormatan. Setelah itu, iring-iringan tatung yang berjumlah 859 tatung. Parade itu berkeliling di jalan-jalan utama Singkawang disaksikan ribuan penonton yang sejak pagi menanti di pinggir jalan.
Wisatawan banyak yang mengabadikan momen tersebut dengan telepon selulernya. Kemudian, ada pula warga yang menyaksikan dari depan ruko, bahkan dari lantai atas ruko dan hotel hingga melihat dari celah-celah jendela.
Warga yang menyaksikan pun dari beragam latar belakang. Mereka tumpah ruah di jalanan bak lautan manusia yang sedang menuntaskan rindu setelah dua tahun tidak bisa menyaksikan Festival Cap Go Meh akibat pandemi.
”Saya dari Pemangkat, Kabupaten Sambas, berangkat ke Singkawang pukul 07.00 tadi pagi bersama teman-teman untuk menyaksikan pawai tatung,” tutur Lisa (33), salah satu pengunjung asal Kabupaten Sambas, Minggu pagi, di tengah lautan pengunjung.
Tahun lalu ia tidak bisa menyaksikan atraksi tatung akibat pandemi. Saat pandemi selama dua tahun kegiatan bersifat festival juga ditiadakan. Namun, tahun ini ia dan rekan-rekannya bisa menyaksikan kembali atraksi tatung.
Demikian juga dengan Teguh (28), warga Singkawang. Ia membawa keluarganya menyaksikan parade tatung karena pandemi sudah mereda. ”Anak saya suka melihat barongsai,” ujar Teguh sembari menaikkan anaknya ke atas bahu agar bisa melihat barongsai.
Ini telah diakui dunia internasional. (Moeldoko)
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang hadir pula dalam kesempatan itu menuturkan, Festival Cap Go Meh Singkawang sudah masuk dalam warisan budaya tak benda oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO). ”Ini telah diakui dunia internasional,” kata Moeldoko.
Moeldoko mengajak masyarakat melalui Festival Cap Go Meh membangun serta memperkuat soliditas dan solidaritas nasional. Hal itu penting terus diingatkan karena menyangkut masa depan Indonesia.
Penjabat Wali Kota Singkawang Sumastro menuturkan, setelah dua tahun Singkawang tidak menggelar festival karena pandemi, akhirnya tahun ini kegiatan yang ditunggu-tunggu publik bisa dilaksanakan kembali. Festival ini dirasakan meriah dan unik karena ratusan tatung diarak berkeliling kota. Pariwisata Singkawang terus didorong eksis meski dengan berbagai tantangan yang dihadapi.
Kegiatan pariwisata seperti itu dan yang lainnya akan terus dikemas menarik karena memiliki efek pengganda bagi perekonomian. Kegiatan pariwisata berdampak bagi pendapatan usaha mikro, kecil, dan menengah. Selain itu, juga berdampak positif bagi ekonomi kreatif, perhotelan, dan restoran.
Jumlah wisatawan yang datang ke Singkawang pada tahun 2017 sebanyak 652.184 orang. Kemudian, pada tahun 2022 bisa mencapai 1,2 juta wisatawan. Pada 2023, jumlah wisatawan yang hadir di Singkawang ditargetkan menjadi 1,5 juta orang.
Wakil Gubernur Kalbar Ria Norsan menuturkan, Singkawang ditetapkan sebagai kota tertoleran di Indonesia. Berbagai etnis hidup rukun di Singkawang dan bisa menyaksikan Cap Go Meh bersama-sama.
”Festival Tatung menjadi daya tarik. Pemerintah Provinsi Kalbar selalu mendukung Festival Cap Go Meh,” ujarnya.