Cap Go Meh di Manado Meriah, Umat Berharap Ekonomi Pulih dan Kerukunan Terjaga
Kirab Cap Go Meh yang digelar kembali di Manado setelah ditiadakan selama dua tahun akibat pandemi Covid-19 disambut antusiasme masyarakat serta wisatawan. Kemeriahan ini diharapkan membangkitkan kembali perekonomian.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Kirab Cap Go Meh yang digelar kembali di Manado, Sulawesi Utara, pada Minggu (5/2/2023) setelah ditiadakan selama dua tahun akibat pandemi Covid-19 disambut antusiasme masyarakat dan wisatawan. Kemeriahan perayaan tersebut diharapkan menjadi mula pulihnya perekonomian, terutama sektor pariwisata.
Gairah untuk menyaksikan pawai tersebut tampak dari tumpah ruahnya ribuan warga di daerah Kampung China, Calaca, Kecamatan Wenang, Minggu sore. Berlatar belakang suku dan agama yang berbeda-beda, mereka menanti-nanti atraksi barongsai yang diiringi pula oleh kesenian khas Minahasa, seperti tari kabasaran, katrili, dan musik bambu.
Arak-arakan ritual tang sin, yaitu orang yang dirasuki roh dewa atau leluhur, juga sangat dinanti-nanti. Digotong dengan tandu kirab, para tang sin yang tampak tidak sadarkan diri menusuk mulut mereka dengan besi-besi tajam, lalu menetakkan pedang ke punggung mereka sendiri.
Perayaan Cap Go Meh tahun ini dikoordinasi oleh umat Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) atau Kelenteng Kwan Kong. Hengky Wijaya, perwakilan panitia, mengatakan, ada 10 tang sin dari tujuh kelenteng yang ikut dalam pawai.
”Dua kelenteng tidak ikut, yaitu Ban Hin Kiong dan Hian Thian Siang Tee Gunung Agung. Sebenarnya ada satu lagi kelenteng di Manado, tetapi bukan anggota Perhimpunan TITD Seluruh Indonesia Komisariat Manado. Jadi totalnya ada 10 kelenteng,” ujarnya.
Adapun atraksi kebal senjata tajam yang dilakukan para tang sin, ucap Hengky, sebenarnya adalah ritual yang sakral. Hal itu adalah simbolisasi peran dewa-dewi untuk memikul dosa para umatnya. ”Saat dia (tang sin) tusuk dan potong diri, menurut keyakinan kami, itu adalah penebusan dosa, jadi semacam pengorbanan diri,” ujarnya.
Kendati tak semua TITD mengirimkan perwakilan, Hengky yang juga pemilik Manado Townsquare, mal terbesar di Manado, menyatakan umat Tri Dharma sangat berterima kasih kepada masyarakat luas karena mau turut memeriahkan Cap Go Meh. Apalagi, selama dua tahun terakhir, perayaan purnama pertama sejak tahun baru Imlek itu tak dapat digelar.
Namun, kini pandemi Covid-19 sudah mereda. Para pejabat publik kini tak lagi mengenakan masker, begitu pula masyarakat. Ia pun berharap perekonomian di Kota Manado bisa segera bangkit lagi dan masyarakat bisa berinteraksi seperti biasa dalam harmoni sekalipun berbeda-beda suku dan agama.
”Dua tahun kita disuruh diam di rumah, tidak tahu bagaimana mengobati penyakit ini (Covid-19). Tetapi, hari ini sudah tidak ada yang pakai masker karena menurut Menteri Kesehatan, kita 99 persen sudah kebal,” ujar Hengky.
Senada dengan Hengky, Wali Kota Manado Andrei Angouw berharap Cap Go Meh bisa menjadi gelaran rutin setiap tahun. Dengan demikian, pawai tahunan tersebut bisa menjadi atraksi wisata.
”Nanti bisa kita promosikan dengan atraksi yang lain, tinggal kita paketkan. Nanti sambil jalan, kita harapkan partisipasi masyarakat semakin besar, supaya kota kita dan masyarakatnya semakin maju, sejahtera, dan aman,” kata Andrei.
Yosua Palandi, salah satu warga, mengatakan dirinya sangat menanti-nantikan atraksi tang sin. Sebelumnya, ia pun selalu datang ke Kampung China Manado untuk menyaksikan pawai tersebut hingga terakhir kali pada Ferbruari 2020 sebelum pandemi melanda. ”Saya yakin warga lain sama antusiasnya dengan saya, bisa kita lihat sendiri kepadatan di sini,” ujarnya.
Untuk itu, kepolisian turut serta mengamankan perayaan ini. Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sulut Inspektur Jenderal Setyo Budiyanto mengatakan, pihaknya mengamankan berbagai titik yang rawan. Terdapat pengalihan arus lalu lintas di beberapa ruas jalan yang mengarah ke Kampung China.
”Kami turunkan personel cukup banyak dari Polresta Manado, di-back up dari Polda Sulut. Ada pengamanan terbuka, yang berseragam ataupun tidak,” kata Setyo tanpa memberikan spesifikasi jumlah personel yang ditugaskan.
Berkat
Sebelum pawai, para tang sin dari masing-masing TITD yang turut serta dalam pawai Cap Go Meh melaksanakan prosesi tiam hio, yaitu berkunjung ke TITD lain serta ke rumah-rumah warga yang menyediakan sesaji. Umat Khonghucu pun turut serta, seperti Riman (29), warga Calaca pemilik toko balon Rejeki Bersama.
Ia menyediakan beberapa buah yang memiliki makna-makna tertentu, seperti nanas dan pisang. ”Nanas itu seperti mahkota, supaya karier kita sukses seperti nanas yang mekar ke atas. Makanya kita tidak boleh potong sebelum tang sin datang. Kemudian pisang emas, itu melambangkan tangan terbuka yang sedang berdoa. Kalau cokelat, itu hanya pelengkap,” katanya.
Nanas itu seperti mahkota, supaya karier kita sukses seperti nanas yang mekar ke atas. (Riman)
Tang sin yang datang akan berdoa di depan meja sesaji, kemudian memberikan berkat kepada para penghuni rumah. Ia tetap dalam keadaan kerasukan ketika melaksanakan ritual tersebut. ”Intinya supaya keluarga sehat-sehat, baik-baik semua,” ucap Riman.