Jalanan Mulus yang Lama Dirindukan di Pulau Adonara
Jalanan mulus, yang selama puluhan tahun dirindukan, kini sudah hadir. Infrastruktur jalan menjadi penggerak ekonomi masyarakat menuju sejahtera.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·5 menit baca
Albertus Suba Ama (38) menggeber sepeda motor dari Pelabuhan Tobilota menuju Pelabuhan Waiwerang. Jalanan yang mulus membuat jarak tempuh 28 kilometer itu ia capai dengan waktu sekitar setengah jam saja.
Selama mengendarai sepeda motor di Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, itu, ia baru merasa begitu menikmati perjalanan. ”Ruas jalan ini seperti di kota-kota. Jalan lebar dan aspalnya halus sekali. Dulu, lewat jalur ini badan sakit karena jalan rusak,” ujarnya pada akhir Januari 2023.
Ia lalu membandingkan kualitas jalan yang pernah dibangun di ruas itu lebih dari 20 tahun silam. Kala itu, kondisi jalan beraspal kasar dan pengerjaannya terkesan asal-asalan. Belum satu bulan, aspal terkelupas sehingga muncul lubang di mana-mana. Masyarakat sangat kecewa.
Kini, kualitas jalan yang baru dikerjakan jauh lebih bagus. Proyeknya di bawah tanggung jawab Pemerintah Provinsi NTT yang pengerjaannya dikontrol sepanjang waktu. Proyek hampir rampung. Hanya tersisa sekitar 200 meter yang akan dituntaskan bersamaan dengan pembangunan jembatan. Targetnya, tuntas 100 persen sebelum pertengahan tahun 2023.
Pengerjaan jalan ruas Waiwerang-Tobilota menjawab kerinduan masyarakat di pulau berpenduduk sekitar 130.000 jiwa itu. Jalur dimaksud menjadi rute tercepat ke Larantuka, ibu kota Kabupaten Flores Timur. Dari Tobilota, mereka menyeberang ke Larantuka dengan kapal motor sekitar 10 menit.
Bahkan, warga dari Pulau Lembata, Kabupaten Lembata, yang hendak ke Larantuka bisa melewati ruas jalan itu. Mereka menyeberang dari Lembata ke Desa Boleng di sisi timur Pulau Adonara, kemudian dengan kendaraan darat ke Waiwerang dan lanjut melewati Tobilota. Jalur itu terus berdenyut sepanjang waktu.
Dengan perbaikan jalan, rute Waiwerang-Tobilota semakin ramai. Petani dari Adonara yang hendak menjual komoditas perkebunan ke Larantuka semakin mudah. Mereka bahkan bisa langsung ke Maumere, ibu kota Kabupaten Sikka. Maumere berada sekitar 130 kilometer di sebelah barat Larantuka.
Rute Waiwerang-Tobilota sebelumnya oleh masyarakat Adonara disebut jalur neraka. Jalan berlubang, kecepatan mobil tidak lebih dari 15 kilometer perjalanan. Waktu tempuh dari Waiwerang ke Tobilota bisa lebih dari 2 jam.
Paling menyedihkan bagi pasien gawat darurat yang hendak dirujuk dari Adonara ke Larantuka. ”Banyak pasien meninggal di jalan. Kami tidak bisa lari cepat karena saat itu kondisi jalan rusak sekali,” ucap Emil, pengemudi ambulans di Puskesmas Baniona.
Mengungkit ekonomi
Jalanan mulus juga kini dinikmati masyarakat di Kabupaten Lembata. Pada ruas Lewoloba, ibu kota kabupaten, ke Desa Belabaja, misalnya, sudah diperbaiki. Kini tersisa kurang dari 1 kilometer. Proyek jalan itu di bawah tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Lembata.
Kini, waktu tempuh dari Lewoleba ke Belabaja hanya sekitar 30 menit. Pada siang hari, jalur itu tidak pernah sepi dengan lalu lalang kendaraan. Sebelum jalur itu diperbaiki, waktu tempuh bisa lebih dari dua jam menggunakan bus angkutan perdesaan.
Kepala Desa Belabaja Joseph Niha mengatakan, pembangunan jalan itu mengungkit ekonomi masyarakat setempat. Komoditas kebun seperti kemiri langsung dijual ke Lewoleba bahkan hingga ke luar Lembata. Belabaja merupakan salah satu daerah penghasil kemiri di Lembata. Kini harga kemiri menjanjikan, sekitar Rp 35.000 per kilogram.
Dalam program pembangunan desa, lanjut Josep, kini sedang dibangun tempat peternakan ayam yang dikelola oleh badan usaha milik desa. Kondisi jalan yang bagus akan memperlancar proses distribusi ke sejumlah desa.
Selain itu, pihak desa juga berencana membangun lokasi kemping. Belabaja yang berada di pegunungan menawarkan hawa sejuk, pohon-pohon besar berusia ratusan tahun, dan juga kali yang dialiri air sepanjang tahun. ”Kuncinya adalah akses jalan. Jalan mulus, ekonomi masyarakat semakin maju,” ucapnya.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat NTT, Alex Take Ofong, mengatakan, pembangunan jalan di daerah itu menjadi program prioritas yang terus diperjuangkan. Pemerintah daerah pun didorong untuk melakukan percepatan, termasuk dengan mengoptimalkan anggaran daerah serta pinjaman.
Pinjaman dimaksud dari PT Sarana Multi Infrastruktur, badan usaha milik negara yang bergerak di bidang pembiayaan infrastruktur. Banyak daerah melakukan pinjaman dari lembaga itu. Jika berharap pada anggaran daerah, pembangunan infrastruktur akan berjalan sangat lambat.
”Tujuan pembangunan ruas jalan adalah untuk menjamin aksesibilitas orang dan barang, memudahkan mobilitas dengan mengurangi waktu tempuh di perjalanan sehingga memaksimalkan waktu efektif kerja. Dampaknya, geliat ekonomi bertambah, pendapatan masyarakat diharapkan meningkat,” papar Alex.
Ia meyakini, infrastruktur yang menggerakkan ekonomi secara perlahan dapat menekan kemiskinan di NTT. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di NTT pada September 2022 sebanyak 1,15 juta jiwa. NTT berada pada urutan ketiga provinsi termiskin di Indonesia.
Alex yang mewakili daerah pemilihan Flores Timur, Lembata, dan Alor itu menambahkan, guna memastikan kualitas jalan, pihaknya terus mengawasi secara berkala. Masyarakat pun diharapkan proaktif untuk memantau.
Pada kesempatan sebelumnya, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat mengatakan, pembangunan infrastruktur di NTT sangat jauh tertinggal. Sejak tahun 2018, ia bersama wakilnya, Josef Nae Soi, memfokuskan pada pembangunan infrastruktur.
Lebih kurang 1.000 kilometer jalan rusak yang menjadi tanggung jawab provinsi sudah diperbaiki. Ruas jalan itu kebanyakan membuka akses ke kantong produksi untuk sektor pertanian. Menurut data BPS, sektor pertanian menyumbang lebih dari 35 persen produk domestik bruto di NTT.
Di luar itu, masih banyak ruas jalan di bawah tanggung jawab kabupaten/kota yang menanti ditangani. Di tengah keterbatasan anggaran, satu per satu mulai diperbaiki demi menjawab kerinduan masyarakat menikmati jalanan mulus.