Saksi Eka Periksa Barang Suporter dan Diminta Tak Berlebihan
Eka ditugaskan bersama 11 rekannya untuk membantu pengamanan laga derbi Jawa Timur. Laga yang berlangsung pada 1 Oktober 2022 itu berakhir rusuh.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Anggota Kepolisian Resor Malang, Eka Nararia Widhia Antara, memberi kesaksian dalam sidang lanjutan Tragedi Kanjuruhan di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (2/2/2023). Dalam kesaksiannya, ia menyatakan ditugasi memeriksa barang bawaan penonton. Ia juga mengikuti apel yang isi pesannya tidak boleh bertindak berlebihan.
Eka Nararia Widhia Antara dalam sidang lanjutan Tragedi Kanjuruhan di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (2/2/2023), mengatakan, dirinya bertugas membantu panitia pelaksana laga sepak bola antara Arema FC dan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Kabupateng Malang, Jawa Timur, 1 Oktober 2022 lalu, dalam hal pengamanan.
Mereka bertugas memeriksa barang bawaan penonton atau suporter. Adapun steward atau pengawas yang merupakan bagian dari panitia pelaksana bertugas mengecek tiket.
Kesaksian itu ia ungkapkan dalam sidang dengan agenda pemeriksaan saksi itu untuk tiga terdakwa dari anggota Polri, yakni bekas Komandan Kompi 1 Batalyon A Satuan Brimob Polda Jatim Ajun Komisaris Hasdarwaman, bekas Kepala Satuan Samapta Kepolisian Resor Malang Ajun Komisaris Bambang Sidik Achmadi, dan bekas Kepala Bagian Operasional Polres Malang Komisaris Wahyu Setyo Pranoto.
Selain tiga anggota Polri, dalam persidangan Tragedi Kanjuruhan juga terdapat dua terdakwa. Keduanya ialah bekas Ketua Panitia Pelaksana Abdul Haris dan bekas security officer Suko Sutrisno. Mereka akan menjalani sidang pembacaan tuntutan pada Jumat (3/2/2023). Sidang sebelumnya yang dijalani berlangsung pada Jumat (27/1/2023) dengan agenda pemeriksaan saksi a de charge dan saksi ahli dari penasihat hukum.
Eka merupakan anggota Polres Malang Sektor Pakis yang termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang. Pada Sabtu yang berakhir tragis itu, Eka ditugaskan bersama 11 rekannya untuk membantu pengamanan laga derbi Jatim. Eka sudah tiba sebelum pukul 15.30 WIB atau jauh sebelum sepak mula pukul 20.30 WIB. Eka mengikuti apel pasukan yang dipimpin Kepala Polres Malang saat itu, Ajun Komisaris Ferli Hidayat.
Setelah itu, Eka bertugas di Pintu 12. Dalam apel, Ferli menegaskan, anggota yang bertugas di pintu-pintu agar tidak membawa senjata. Petugas membantu panitia dengan memeriksa barang bawaan penonton. Anggota juga dilarang bertindak eksesif atau berlebihan kepada penonton untuk menghindari kejadian tidak diinginkan.
Eka sempat diancam oleh suporter di luar, bahkan merasakan tendangan dan pukulan. Eka tidak dapat mengidentifikasi pelakunya.
Eka melanjutkan, pintu stadion mulai dibuka pukul 17.30 WIB atau tiga jam sebelum pertandingan dimulai. Penonton diperiksa oleh panitia dan petugas. Eka melihat masih banyak orang yang tidak bisa masuk ke stadion sehingga berkumpul di sekeliling arena itu. Selama berjaga, Eka tidak pernah masuk ke stadion, tetapi saat masa waktu tambahan, dirinya diperintahkan untuk bergeser ke lobi guna membuat barikade pengamanan bagi tim Persebaya.
”Saya tidak mengetahui bagaimana situasi di dalam stadion saat terjadi chaos,” kata Eka. Dirinya bersama petugas lainnya berkonsentrasi membantu evakuasi tim Persebaya. Namun, situasi di luar stadion ternyata panas. Eka sempat diancam oleh suporter di luar bahkan merasakan tendangan dan pukulan. Eka tidak dapat mengidentifikasi pelakunya.
Seusai laga yang berakhir dengan kekalahan tuan rumah Arema FC itu terjadi kericuhan yang dipicu masuknya sejumlah pendukung dari tribune ke lapangan. Penyusupan itu awalnya coba dihalau oleh steward, tetapi tidak teratasi sehingga mendorong petugas keamanan bertindak, termasuk menembakkan gas air mata.
Penembakan ini mengakibatkan kepanikan penonton untuk menyelamatkan diri sehingga berdesak-desakan dan berimpitan yang berujung kematian 135 jiwa dan lebih dari 600 jiwa terluka yang mayoritas Aremania atau pendukung Arema FC.
Rakhmad Hari Basuki, jaksa penuntut umum, mengatakan, untuk sidang lanjutan pemeriksaan saksi terhadap tiga terdakwa dari anggota Polri, coba dihadirkan 60 saksi. Para saksi yang dihadirkan pada Kamis ini merupakan anggota Polri. Antara lain, saksi pelapor, perwira pengendali atau jajaran kepala kepolisian sektor, dan anggota Brimob yang bertugas pengamanan di Kanjuruhan.
Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk lapangan seusai pertandingan sepak bola BRI Liga 1 antara Arema dan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022).
Menurut Rakhmad, jaksa akan menghadirkan secara total 120 saksi a de charge dan saksi ahli yang memberatkan ketiga terdakwa dari anggota Polri. Jaksa mendakwa Hasdarmawan, Bambang, dan Wahyu dengan pelanggaran Pasal 359 dan atau Pasal 360 KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun.
Rakhmad melanjutkan, ia telah mengajukan keberatan tentang keberadaan Ajun Komisaris Besar Nurul Anaturoh dari Bidang Hukum Polda Jatim selaku penasihat hukum ketiga terdakwa dari anggota Polri. Namun, keberatan itu tidak dikabulkan oleh majelis hakim Abu Achmad Sidqi Amsya (ketua), Mangapul dan I Ketut Kimiarsa (anggota).
”Sudah disampaikan dari awal sidang dan saat sidang pembacaan eksepsi,” kata Rakhmad. Keberadaan anggota Polri aktif sebagai pengacara terdakwa menyalahi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Hal itu juga menyalahi UU No 18/2003 tentang Advokat.
Dalam UU Polri dinyatakan, dalam proses pidana, anggota Polri tidak berwenang melakukan pendampingan hukum. Sementara itu, UU Advokat menyatakan, anggota Polri yang notabene aparatur sipil negara tidak dapat menggunakan atribut advokat.