Mensos Desak Pemkot Manado Relokasi Warga dari Daerah Rawan Banjir-Longsor
Mensos Tri Rismaharini mendesak Pemkot Manado segera merelokasi warga dari daerah rawan banjir dan tanah longsor ke permukiman yang didedikasikan untuk korban banjir 2014. Dari 2.047 rumah, baru 500-an yang terisi.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·6 menit baca
MANADO, KOMPAS — Menteri Sosial Tri Rismaharini mendesak Pemerintah Kota Manado untuk segera memindahkan warga dari daerah rawan banjir dan tanah longsor ke permukiman relokasi korban banjir 2014. Kementerian Sosial bahkan siap mendukung dengan mendanai perbaikan 2.047 rumah di permukiman tersebut dan memberikan perabotan.
Hal tersebut diungkapkan Risma dalam kunjungan kerjanya ke ibu kota Sulawesi Utara, Selasa (31/1/2023), empat hari pascabanjir dan tanah longsor melanda kawasan itu. Ia mengawali agenda dengan memberikan santunan kepada keluarga lima korban meninggal di Kairagi Weru, kemudian meninjau bangunan yang rusak akibat tanah longsor.
Mantan Wali Kota Surabaya itu juga mengunjungi Kelurahan Molas, Kecamatan Bunaken. Tak kurang dari 2.366 warga di sana masih berusaha memulihkan diri dari dampak banjir dengan mencuci pakaian dan perabotan. Akses air bersih terbatas, sementara kebutuhan makan dipenuhi dari dapur umum.
Dari tinjauannya, Risma menyatakan relokasi warga tak bisa ditunda lagi. ”Dua tahun saya jadi menteri, dua kali saya ke sini karena kasus yang sama (banjir dan tanah longsor). Tahun 2021 awal, ada dua orang meninggal, sekarang lima orang. Terus mau berapa lagi yang harus jadi korban?” ujarnya.
Ketidaktanggapan terhadap bencana banjir dan tanah longsor kerap berujung menjadi masalah sosial. Menurut Risma, tidak sedikit anak-anak yang harus tumbuh tanpa ibu atau keluarga yang kesulitan memenuhi kebutuhan hidup karena ayah yang menjadi tulang punggung keluarga meninggal dalam bencana.
Namun, warga kerap menyepelekan dan menganggap kondisi tempat tinggalnya aman sehingga tidak mau direlokasi ke tempat yang lebih aman. ”Harus antisipasi bagaimana bisa selamat dan melanjutkan kehidupan lebih baik, jangan pikir sesaat, mari kita berpikir lebih jauh,” kata Risma.
Data Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan (Bapelitbang) Manado membuktikan, kota terbesar kedua di Sulawesi itu menjadi langganan banjir. Dalam 13 tahun terakhir, banjir menyerang Manado pada 2011, 2014, 2017, 2019, dan setiap tahun selama 2020-2023. Banjir terparah terjadi pada 2014 dengan dampak seluas 649,8 hektar, disusul pada 2021 di 377,3 hektar wilayah kota.
Tahun ini, banjir terjadi di 49 titik, tetapi luasan belum diketahui. Menurut berbagai pihak, penyebabnya adalah meluapnya air dari Sungai Bailang, Sario, dan Tikala akibat curah hujan ekstrem hingga 300 milimeter per hari. Sungai Tondano justru tidak lagi meluap karena debit air sungai telah dikendalikan Bendungan Kuwil Kawangkoan.
Oleh karena itu, Risma mendesak pemkot untuk melakukan relokasi ke Permukiman Relokasi, Rehabilitasi, dan Rekonstruksi Pascabencana Kota Manado di Kelurahan Pandu yang telah dibangun Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pascabanjir 2014. Namun, sejak dibuka pada 2017, baru 500-an dari total 2.047 rumah yang telah ditempati.
Wali Kota Manado Andrei Angouw mengatakan, memindahkan warga dari wilayah rawan banjir sulit, antara lain, karena lokasi relokasi jauh serta kondisi rumah yang tidak layak, yaitu hanya berdinding batako yang direkatkan mortar dan lantai yang hanya diplaster. Lokasi relokasi itu berada sekitar 13 kilometer dari pusat kota dan tanpa jaringan transportasi.
Tahun 2021 awal, ada dua orang meninggal, sekarang lima orang. Terus mau berapa lagi yang harus jadi korban? (Tri Rismaharini)
Untuk itu, sejak Mei 2022, Pemkot Manado bekerja sama dengan Perum Damri telah menyediakan angkutan umum dengan tarif Rp 10.000. ”Pemkot sejak tahun lalu sudah menyubsidi angkutan umum, jadi saya berharap masyarakat memanfaatkan fasilitas di sana,” kata Andrei.
Ia juga menyatakan, Pemkot telah menyediakan anggaran Rp 2 miliar untuk memperbaiki 2.047 rumah di sana sehingga masyarakat mau pindah. Selain itu, infrastruktur pendukung lain, termasuk jalan, juga akan dipugar.
”Kami akan tegas, pasti, tetapi juga harus memberikan solusi. Kami akan kebut perbaiki fasilitas supaya layak tinggal, setelah itu secara bertahap mendorong masyarakat di bantaran sungai pindah ke sana. Kami akan mulai dengan memindahkan warga di daerah Mahawu,” ucap Andrei.
Infrastruktur dan perabot
Terkait hal ini, Risma menyatakan tidak ada alasan untuk tidak pindah, apalagi sudah ada berbagai fasilitas publik, seperti sekolah dari SD hingga SMP, rumah ibadah, puskesmas, serta pasar. Ia menyebut Gubernur Olly Dondokambey juga akan membangun SMA.
Ia menyatakan, Kemensos siap membiayai perbaikan infrastruktur senilai Rp 2 miliar yang disiapkan Pemkot Manado sehingga dana tersebut bisa digunakan untuk keperluan lain. Ia hanya meminta dilaksanakan audit terlebih dahulu agar anggaran bisa dirumuskan.
Selain memugar permukiman relokasi yang sudah ada, Pemkot Manado juga disebut sedang membangun rumah susun (rusun) di bilangan Karame, Kecamatan Singkil. Wakil Wali Kota Richard Sualang mengatakan, pembangunan baru saja dimulai dan nantinya akan terdiri atas 96 unit.
”(Rusun) yang di Ring Road (Jalan Lingkar Luar Manado) juga sedang direnovasi. Nanti akan jadi tempat tinggal untuk korban bencana, disewa. Kita harus selalu mengutamakan keselamatan penduduk dengan mengajak mereka pindah ke fasilitas yang ada,” katanya.
Menanggapi ini, Risma menyatakan Kemensos juga akan memberikan bantuan dalam rupa perabotan bagi korban banjir atau tanah longsor yang bersedia pindah jika perabotannya habis akibat bencana. ”Tentu tidak bisa semua enak. Kalau milih enak, semuanya harus kita biayai sendiri, tetapi kan tidak bisa begitu. Pemerintah sudah peduli,” katanya.
Sementara itu, sebagian warga korban banjir dan tanah longsor belum kembali ke rumah. Elsye Masambe (65) dan Yunita Manumpil (38), ibu dan anak warga Kelurahan Pandu, Kecamatan Bunaken, kini masih berduka setelah suami sekaligus ayah mereka meninggal akibat banjir. Mereka baru akan kembali setelah selesai masa berkabung serta cuaca kembali cerah.
Sejauh ini mereka telah mendapat dana santunan Rp 10 juta dari wali kota dan Rp 15 juta dari Mensos. ”Sementara ini kami masih menginap di rumah saudara. Rumah juga masih dibersihkan, dibantu tetangga,” kata Yunita.
Adapun pasangan Kude Bakari (42) dan Hadija Lahai (42) di Kelurahan Molas, Kecamatan Bunaken, mengungsi di Gereja Petra Cempaka yang menjadi pusat pengungsian serta dapur umum. Perabotan mereka masih dijemur di depan rumah, tetapi basah lagi akibat hujan yang turun sejak Selasa pagi hingga tengah hari.
”Air bersih tidak ada di rumah, jadi kalau mandi harus ke sumur di dekat sini. Sudah sempat dapat beras 5 kilogram, tetapi tidak bisa masak. Makan dapat dari dapur umum,” kata Hadija.
Banjir dan tanah longsor terjadi di berbagai penjuru Kota Manado, Jumat (27/1/2023), setelah kota itu diguyur hujan berintensitas sedang hingga lebat tanpa henti sejak dini hari hingga menjelang sore. Cuaca buruk ini bahkan menyebabkan beberapa penerbangan dari dan menuju Manado ditunda.
Banjir ini terjadi sepekan setelah Presiden Joko Widodo meresmikan Bendungan Kuwil Kawangkoan di Minahasa Utara. Bendungan berkapasitas tampung 26,89 juta meter kubik ini diharapkan dapat menjadi tempat parkir air dari Sungai Tondano sebelum bermuara di Teluk Manado sehingga mengurangi risiko banjir. Sungai Tondano tidak meluap, tetapi sungai-sungai lainnya tetap meluap.
Hingga sekitar pukul 15.00 Wita, Jumat, banjir menggenangi 23 kelurahan di 8 kecamatan dari total 87 kelurahan di 11 kecamatan yang ada di ibu kota Sulawesi Utara itu. Di beberapa titik yang dekat dengan sungai, tinggi genangan bisa mencapai 2-3 meter, seperti di Kelurahan Komo Luar, Wenang.