Kabupaten Tegal dan Kota Pekalongan Menjadi Target Eliminasi Kusta Tahun Ini
Dua daerah di Jawa Tengah ditargetkan bisa mencapai eliminasi kusta menjadi di bawah 1/10.000 penduduk tahun ini. Tanpa upaya serius dan kemauan politik, target itu dinilai sulit tercapai.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·6 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Jumlah kasus kusta di Jawa Tengah meningkat dalam tiga tahun terakhir. Sejumlah daerah juga belum mencapai target eliminasi atau pengurangan penderita kusta menjadi di bawah 1/10.000 penduduk. Tahun ini, Kabupaten Tegal dan Kota Pekalongan menjadi daerah yang ditargetkan mencapai eliminasi kusta.
Berdasarkan catatan Dinas Kesehatan Jateng, ada 2.263 kasus kusta pada tahun 2022. Sebanyak 1.290 kasus terdaftar dan 973 kasus baru. Jumlah itu lebih tinggi dibandingkan setahun sebelumnya, 2.067 kasus, dengan 1.158 kasus terdaftar dan 909 kasus baru. Kasus tahun 2020 juga hanya 2.174 kasus, 1.139 kasus terdaftar, dan 1.035 kasus baru.
Akan tetapi, kasus di 2022 masih lebih sedikit dibandingkan 2019. Saat itu, ada 2.984 kasus, yang terbagi dalam 1.648 kasus terdaftar dan sebanyak 1.336 kasus baru. Diduga, pandemi Covid-19 membuat kasus kusta di tahun 2020-2022 tersembunyi atau tak terdeteksi.
Untuk menekan jumlah penderita, pada tahun 2019, Pemerintah Provinsi Jateng menyusun peta jalan eliminasi kusta. Kala itu, ada enam kabupaten/kota yang tergolong belum eliminasi atau angka kustanya lebih dari 1/10.000 jumlah penduduk. Enam daerah itu adalah Rembang, Blora, Pemalang, Kabupaten Tegal, Kota Pekalongan, dan Brebes.
Berdasarkan peta jalan, pada tahun 2023, ada dua daerah yang menjadi target eliminasi kusta, yakni Kabupaten Tegal dan Kota Pekalongan. Untuk mencapai target tersebut, penemuan kasus aktif akan digencarkan melalui kegiatan survei cepat desa atau rapid village survey (RVS).
”Kalau sudah ketemu, para penderita dan orang-orang yang berkontak erat akan kami tangani dengan kemoprofilaksis atau pemberian obat-obatan. Pemberian obat pada orang yang menderita kusta juga akan dilakukan sampai dengan tuntas supaya risiko menularnya lebih kecil,” kata Subkoordinator Bidang Penyakit Menular dan Tidak Menular di Dinas Kesehatan Jateng Arfian Nevi, Jumat (27/1/2023).
Menurut Arfian, ada tiga daerah penyumbang terbesar kasus baru di Jateng, yaitu Kabupaten Tegal, Brebes, dan Pemalang. Dari 973 kasus baru yang ditemukan di Jateng, 120 kasus atau sekitar 12 persen ditemukan di Kabupaten Tegal.
Di Kabupaten Tegal, jumlah kasus baru yang ditemukan menunjukkan tren penurunan dalam empat tahun terakhir. Pada tahun 2021, ada 131 kasus baru. Sementara tahun 2020 dan 2019 ada 187 kasus dan 192 kasus.
Kepala Dinkes Kabupaten Tegal Ruzaeni mengatakan, pada 2022 prevalensi kusta di wilayahnya 1,16/10.000 penduduk. Pihaknya menargetkan, tahun ini, prevalensi kusta bisa ditekan di bawah 1/10.000 penduduk atau bisa eliminasi. Eliminasi akan dilakukan dengan kemoprofilaksis, RVS, dan pemeriksaan kontak erat penderita kusta.
”Ada sejumlah tantangan yang kami hadapi dalam mencapai eliminasi di akhir tahun 2023 ini, antara lain tingginya mobilitas masyarakat dan rendahnya kesadaran masyarakat memeriksakan diri. Selain itu, jangka waktu terapi yang relatif lama terkadang membuat pasien enggan menuntaskan pengobatan. Di saat yang sama, penderita kusta masih mendapatkan stigma dari masyarakat,” ujar Ruzaeni.
Pemerintah Kota Pekalongan juga menargetkan bisa kembali eliminasi kusta tahun ini. Sebelumnya, Kota Pekalongan pernah berhasil eliminasi pada tahun 2021. Kala itu, jumlah kasus kusta baru di wilayah itu 18 orang. Namun, tahun 2022, temuan kasus baru naik menjadi 20 orang. Hal itu membuat prevalensi kusta di Kota Pekalongan kembali di atas 1/10.000 penduduk.
”Kenaikan kasus itu terjadi karena kami terlambat mencegah. Harusnya, kontak erat penderita kusta ikut diterapi dengan diberi kemoprofilaksis. Tahun ini, kami akan melakukan RVS ulang dan melakukan kemoprofilaksis kepada kontak erat penderita,” tutur Kepala Dinkes Kota Pekalongan Slamet Budiyanto, Sabtu (28/1/2022).
Menurut Slamet, para penderita kusta yang baru ditemukan pada 2022 dalam kondisi yang relatif baik atau belum sampai mengalami kecacatan. Hal itu karena mereka ditemukan lebih dini.
Cacat
Kepala Bidang Pelayanan dan Keperawatan Khusus Rumah Sakit Umum Daerah Rehatta Unit Rehabilitasi Kusta Donorojo Joko Winarno mengatakan, sebagian besar pasien kusta yang datang ke rumah sakit sudah dalam kondisi cacat sedang hingga berat karena terlambat ditangani. Keterlambatan penanganan rata-rata terjadi karena telat didiagnosis.
”Rumah sakit tidak bisa menyembuhkan kecacatan, yang bisa kami lakukan adalah mengurangi derajat kecacatan atau mempertahankan supaya bagian tubuh yang cacat tetap bisa berfungsi. Caranya bedah rekonstruksi dan fisioterapi. Harapannya, meski cacat, para pasien bisa tetap beraktivitas secara mandiri,” ucap Joko.
Menurut Joko, kusta tidak gampang dideteksi. Hanya tenaga kesehatan yang peka dan terlatih yang biasanya bisa mendeteksi penderita kusta. Untuk itu, pada Hari Kusta Sedunia pada Minggu (29/1/2023), rumah sakit yang dikenal dengan Rumah Sakit Kusta Donorojo itu mengadakan pelatihan deteksi dan diagnosis dini pada pasien kusta. Pelatihan diikuti puluhan tenaga kesehatan tingkat puskesmas dari 30 kabupaten/kota di Jateng.
”Kami juga sekaligus ingin melunturkan stigma petugas kesehatan terhadap pasien kusta. Sebagian pasien bercerita, masih ada tenaga kesehatan di puskesmas yang tidak mau melayani mereka. Tenaga kesehatan malah saling lempar, berebut untuk menghindari pasien kusta. Bahkan, ada tenaga kesehatan yang sengaja bilang kalau (tenaga kesehatan) yang biasa melayani penderita kusta sedang tidak di tempat dan menyuruh pasien datang di lain waktu,” ungkap Joko.
Ketidakpekaan petugas dalam mendeteksi kusta dan masih adanya stigma terhadap pasien dinilai Joko membuat target Indonesia eliminasi kusta pada tahun 2024 sulit tercapai. Sehingga, perlu ada upaya serius dan kemauan politik dari pengambil kebijakan dalam rangka mendukung pencapaian target tersebut.
”Selama ini, kusta itu masuk dalam kategori penyakit yang diabaikan karena tidak mematikan. Tapi, penyakit inikan bisa menyebabkan kecacatan yang berujung pada penurunan kualitas hidup pasien,” imbuhnya.
MA (37), pasien kusta asal Kecamatan Songgom, Kabupaten Brebes, berobat ke Rumah Sakit Kusta Donorojo yang berjarak lebih dari 300 kilometer dari rumahnya untuk menghindari kecacatan. Akibat infeksi bakteri Mycobacterium leprae tersebut, kedua tangan dan kakinya luka.
”Saya sudah tiga bulan dirawat di rumah sakit ini. Kondisi saat ini, luka-luka di tangan dan kaki saya sudah mengering. Selama di sini, saya sudah menjalani berbagai pengobatan, mulai dari perawatan luka, terapi multiobat, sampai dengan fisioterapi,” ujar MA.
MA pertama kali mengetahui dirinya menderita kusta sekitar lima tahun lalu. Awalnya, penyakit itu masih bisa ditangani di puskesmas. Suatu ketika, MA terluka dan lukanya tak kunjung sembuh. Petugas puskesmas lantas merujuknya ke Rumah Sakit Kusta Donorojo agar MA bisa mendapatkan perawatan yang optimal.
”Saya berharap bisa cepat sembuh dan kembali ke Brebes. Saat pulang nanti, saya ingin membuka usaha peternakan ayam. Kalau mau kembali ke pekerjaan lama sebagai awak buah kapal agak sulit, soalnya kalau orang kusta itu biasanya tidak kuat kerja berat,” ujarnya.
MA menjalani perawatan di rumah sakit itu bersama ratusan orang lain dari sejumlah wilayah di Jateng dan sekitarnya. Sepanjang 2022, ada 317 pasien yang dirawat inap di Rumah Sakit Kusta Donorojo. Jumlah itu lebih banyak jika dibandingkan jumlah pasien rawat inap pada 2021 sebanyak 292 pasien, tetapi lebih sedikit dari jumlah pasien rawat inap pada tahun 2020 sebanyak 424 pasien.
Adapun, jumlah pasien rawat jalan di rumah sakit itu fluktuatif dalam tiga tahun terakhir. Pada tahun 2022 ada 1.416 pasien, 1.292 pasien (2021), dan 1.812 (2020).