Retak Tulang Punggung, Orangutan Sumatera Mati di Sumut
Orangutan jantan berusia 15 tahun mati setelah dievakuasi BBKSDA Sumut dari Kabupaten Karo. Orangutan itu sebelumnya berkonflik dengan warga desa karena masuk ke ladang. Terdapat retak di tulang punggung dan bekas luka.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Satu individu orangutan jantan berusia sekitar 15 tahun mati setelah dievakuasi Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara dari Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Minggu (22/1/2023). Orangutan itu sebelumnya berkonflik dengan warga desa penyangga Taman Nasional Gunung Leuser karena masuk ke ladang. Terdapat retak di tulang punggung dan bekas luka fisik di tubuh orangutan.
”Kami langsung berangkat ke Desa Kuta Pengkih, Kecamatan Mardinding, Karo, setelah mendapat informasi dari media sosial ada orangutan ditangkap di ladang warga,” kata Kepala BBKSDA Sumut Rudianto Saragih Napitu, Rabu (25/1/2023).
Rudianto mengatakan, pihaknya bersama Yayasan Ekosistem Lestari-Program Konservasi Orangutan Sumatera (YEL-SOCP) dan Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Pusat Informasi Orangutan (YOSL-OIC) tiba di Kuta Pengkih yang berjarak sekitar 140 kilometer Barat Daya Kota Medan, Sabtu (21/1/2023) pukul 05.00. Satu hari sebelumnya, orangutan ditangkap warga pada Jumat sekitar pukul 10.00.
Namun, mereka mendapat informasi kalau orangutan sudah dipindahkan dari desa ke Puskesmas Kuta Kendit. Di puskesmas, orangutan itu tengah diikat dengan tali dan bambu.
Tim langsung memeriksa kondisi umum satwa, membiusnya, dan membuka tali. Tim medis mengobati luka pada tangan, memberikan obat pereda nyeri, dan vitamin. Selanjutnya, tim mengevakuasi orangutan ke Stasiun Karantina dan Rehabilitasi Orangutan Batu Mbelin yang dikelola YEL-SOCP di Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang.
Menurut Rudianto, selama perjalanan, tim medis selalu memonitor kondisi orangutan itu hingga tiba di tempat rehabilitasi pada Sabtu sekitar pukul 13.30. Mereka langsung merawat orangutan secara intensif, memberikan cairan infus, obat-obatan, dan vitamin.
Sekitar pukul 16.00, orangutan mulai sadar. Dia mulai memakan buah dan minum dengan spuit. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan.
Setelah diperiksa dengan foto sinar X, orangutan itu mengalami retak pada tulang punggung. Petugas medis juga menemukan bekas luka kekerasan fisik di tubuh hewan tersebut.
Kondisi kesehatan orangutan itu juga terus menurun dan kesulitan bernapas (pernafasan irreguler) hingga akhirnya mati, Minggu pukul 17.34. Untuk menyelidiki penyebab kematian orangutan itu, BBKSDA Sumut mengambil sampel darah dan melakukan nekropsi.
”Terkait kekerasan fisik dan temuan luka pada orangutan, BBKSDA Sumut telah menerbitkan surat perintah untuk melakukan investigasi terhadap kasus ini,” kata Rudianto.
BBKSDA Sumut juga meminta masyarakat jika menemukan orangutan Sumatera di kebun agar tidak melukai atau menyerang satwa itu. Orangutan merupakan satwa dilindungi negara sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETIEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Pendiri YOSL-OIC, Panut Hadisiswoyo, mengatakan, kematian orangutan tersebut diakibatkan banyaknya pendarahan. Panut menyebut, pendarahan kemungkinan besar terjadi karena benturan benda tumpul yang cukup keras.
”Pendarahan mengakibatkan sulitnya aliran darah mengalir ke jantung sehingga kesulitan bernapas,” ujarnya.