Orangutan Hope Masih Trauma, Kondisi Fisik Membaik
Kondisi fisik orangutan bernama Hope yang diselamatkan dari kebun sawit di Aceh mulai membaik setelah dirawat di Stasiun Karantina dan Rehabilitasi Orangutan Batu Mbelin, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Namun, trauma psikisnya belum bisa diobati karena kehilangan anak, kebutaan, dan 74 peluru senapan angin di tubuhnya.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
SIBOLANGIT, KOMPAS — Kondisi fisik orangutan bernama Hope yang diselamatkan dari kebun sawit di Aceh mulai membaik setelah dirawat di Stasiun Karantina dan Rehabilitasi Orangutan Batu Mbelin, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Namun, trauma psikisnya belum bisa diobati karena kehilangan anak, kebutaan, dan 74 peluru senapan angin di tubuh.
”Sekarang kami fokus menangani trauma psikis Hope. Dia sering sekali stres jika mendengar suara bayi orangutan dan manusia,” kata Supervisor Rehabilitasi dan Reintroduksi Yayasan Ekosistem Lestari-Program Konservasi Orangutan Sumatera (YEL-SOCP) Citra Kasih Nente, di Stasiun Karantina dan Rehabilitasi, Kamis (11/7/2019).
Hope (25 tahun) dan bayinya yang berusia 1 bulan sebelumnya dievakuasi saat kritis di kebun sawit di Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam, 10 Maret 2019. Hope dapat diselamatkan, tetapi bayinya mati karena malnutrisi.
Citra mengatakan, Hope telah menjalani pengobatan fisik, seperti pengangkatan 10 peluru dari tubuhnya, pemasangan pen di tulang bahu, dan pengobatan kantong udara yang robek. Selain itu, luka-luka di tangan dan kakinya yang diduga dihantam dengan alat dodos sawit juga sudah sembuh.
Sekarang kami fokus menangani trauma psikis Hope. Dia sering sekali stres jika mendengar suara bayi orangutan dan manusia.
Citra menyebutkan, keberadaan 64 peluru di dalam tubuh Hope tidak terlalu mengganggu kesehatannya. Risiko untuk mengangkat peluru juga terlalu besar sehingga kemungkinan akan dibiarkan tetap berada di tubuhnya.
Namun, kondisi psikis Hope sangat mengkhawatirkan. Saat Kompas mengunjungi Hope, ia tampak sangat gelisah dan terus berputar-putar mengelilingi kandangnya. ”Ia masih sangat takut mendengar kehadiran manusia,” kata Citra.
Untuk mengobati trauma psikis yang dialami Hope, YEL-SOCP mendalami latar belakang traumanya. Hope sangat trauma dengan kehadiran manusia karena melihat langsung manusia menembaki tubuhnya hingga ia buta dan anaknya direbut dari pelukannya.
”Anak Hope sempat diambil oleh warga yang menembak, tetapi dikembalikan lagi ketika kondisi bayi orangutan itu kritis,” ucap Citra.
Hope pun kini sangat trauma mendengar suara bayi orangutan karena teringat pada anaknya. Orangutan sangat mencintai anaknya dan merawatnya hingga usia 8 tahun. Primata ini tidak kawin saat merawat anaknya selama delapan tahun. ”Hope terus memeluk dan mempertahankan anaknya meskipun ia dihujani peluru,” lanjut Citra.
Orangutan tersebut tidak memungkinkan lagi untuk dilepasliarkan karena sulit bertahan di alam liar.
Dokter hewan di YEL-SOCP, Meuthya, mengatakan, saat ini mereka berupaya menjauhkan Hope dari suara bayi orangutan. Kehadiran manusia di sekitarnya diminimalkan. Hope diberikan makan dengan menjulurkan tongkat yang dicucukkan buah di ujungnya.
Manajer Stasiun Karantina dan Rehabilitasi Orangutan Batu Mbelin Arista Ketaren menyebutkan, Hope adalah satu dari 20 individu orangutan yang pernah mereka rawat akibat dihujani peluru senapan angin. Selain Hope, ada dua individu lain yang juga mengalami kebutaan, yakni Leuser dan Lewis. ”Orangutan tersebut tidak memungkinkan lagi untuk dilepasliarkan karena sulit bertahan di alam liar,” katanya.
Stasiun Karantina dan Rehabilitasi itu kini merawat total 54 individu orangutan. Sebagian besar di antaranya diselamatkan dari perdagangan, pemeliharaan, dan perburuan.