Cegah Penyakit, Ribuan Bibit Jeruk Tak Bersertifikat Dimusnahkan di Kalsel
Pemusnahan bibit jeruk tak bersertifikat dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit ”citrus vein phloem degeneration” atau CVPD yang berpotensi merusak tanaman jeruk siam banjar di Kalimantan Selatan.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Sebanyak 2.900 batang bibit jeruk tak bersertifikat atau tanpa dokumen yang didatangkan dari luar daerah dimusnahkan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Pemusnahan untuk mencegah penyebaran penyakit citrus vein phloem degeneration atau CVPD yang berpotensi merusak tanaman jeruk siam banjar di Kalimantan Selatan.
Pemusnahan bibit jeruk, yang dicurigai menjadi media pembawa organisme pengganggu tumbuhan (OPT) atau organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK), itu dilakukan di halaman Kantor Balai Karantina Pertanian Kelas I Banjarmasin di Banjarmasin, Jumat (20/1/2023).
Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Banjarmasin Nur Hartanto mengatakan, bibit jeruk yang dimusnahkan didatangkan dari dua daerah di Pulau Jawa, yakni sebanyak 2.800 batang didatangkan dari Purworejo, Jawa Tengah, dan 100 batang dari Majalengka, Jawa Barat. Bibit jeruk tersebut masuk Banjarmasin pada September dan November 2022.
”Bibit jeruk yang masuk ini tidak dilengkapi dengan sertifikat karantina sehingga tidak terjamin bebas dari penyakit CVPD. Setelah kami lakukan penahanan dan penolakan, maka kini kami lakukan pemusnahan,” katanya.
Menurut Nur, perbuatan mendatangkan bibit jeruk tanpa sertifikat dari luar Kalsel telah melanggar Pasal 35 Ayat 1 huruf (a) dan (c) serta Ayat 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Dalam pasal ini disebutkan, setiap media pembawa yang dimasukkan antar-area wajib dilengkapi sertifikat karantina serta harus dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina.
Di samping itu, perbuatan mendatangkan bibit jeruk tanpa sertifikat dari luar Kalsel juga melanggar Peraturan Daerah Provinsi Kalsel Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pengaturan Peredaran Benih Jeruk di Provinsi Kalsel. Dalam Pasal 6 Ayat 1 perda ini disebutkan, benih jeruk yang beredar di wilayah Kalsel harus disertai label dan lulus sertifikasi yang dikeluarkan oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura dalam wilayah Kalsel.
Setiap benih ataupun bibit jeruk yang masuk Kalsel wajib bersertifikat.
”Setiap benih ataupun bibit jeruk yang masuk Kalsel wajib bersertifikat. Hal itu untuk mencegah penyebaran penyakit CVPD dan juga untuk mempertahankan jeruk siam banjar sebagai komoditas khas dan unggulan Kalsel,” katanya.
Penyakit CVPD merupakan salah satu penyakit utama pada tanaman jeruk di Indonesia, yang dapat menyebabkan penurunan produksi jeruk mencapai 60-95 persen. Penyakit CVPD menyerang hampir semua kultivar (varietas) jeruk serta dapat menyebabkan produksi berkurang dan memperpendek masa hidup tanaman.
”Kami berharap dengan tidak masuknya bibit jeruk yang tidak berlabel (bersertifikat), komoditas jeruk siam banjar bisa tetap dipertahankan dan berkembang lebih baik,” ujar Nur.
Subkoordinator Karantina Tumbuhan Balai Karantina Pertanian Banjarmasin Priyatno menambahkan, upaya memasukkan bibit jeruk ke Kalsel pada 2022 dilakukan dua kali oleh dua orang yang berbeda.
Upaya pertama dilakukan pada September 2022 oleh warga Banjarbaru dengan angkutan truk melalui kapal laut. Upaya kedua dilakukan oleh warga Banjarmasin pada November 2022 dengan menggunakan jasa pengiriman melalui pesawat. ”Perbuatan keduanya sama-sama melanggar Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 dan Perda Kalsel Nomor 4 Tahun 2008,” katanya.
Berdasarkan UU No 21/2019, ungkap Nur, ada ancaman sanksi pidana 2 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar kepada pelaku apabila tidak melakukan pemusnahan setelah barang bukti ditahan dan ditolak.
”Pemusnahan ini menjadi tanggung jawab pemilik. Dengan dilakukan pemusnahan, kasusnya tidak dilanjutkan ke pro justitia atau ke tingkat penyidikan. Kami berharap ini bisa menyadarkan dan jadi pembelajaran masyarakat yang hendak melalulintaskan tumbuhan maupun hewan,” katanya.
Kepala Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalsel Abdul Mujib mengatakan, larangan memasukkan bibit jeruk ke Kalsel sudah tertuang dalam Perda Kalsel No 4/2008. Perda itu dibuat karena maraknya penyakit CVPD yang menyerang tanaman jeruk di daerah Jawa dan Bali kala itu.
”Penyakit CVPD merupakan penyakit berbahaya, terlebih karena Kalsel merupakan daerah sentra produksi jeruk dengan pengembangan jeruk siam banjar. Karena itu, kami betul-betul menjaga peredaran bibit jeruk di Kalsel, terutama yang didatangkan dari luar Kalsel,” katanya.
Mujib mengapresiasi temuan Balai Karantina Pertanian Banjarmasin dalam mencegah peredaran bibit jeruk tak bersertifikat di Kalsel. Beberapa tahun lalu, kegiatan pemusnahan bibit jeruk yang didatangkan dari luar Kalsel juga pernah dilakukan. ”Penyakit CVPD memang dibawa oleh bibit. Kalau bibit yang mengandung CVPD ditanam, penyakit ini pasti akan menyebar luas,” ujarnya.