Tiga Lansia Tersangka Korupsi PT Air Manado, Kasus Ditangani Kejari
Dugaan korupsi dalam pembentukan PT Air Manado yang melibatkan tiga pria lanjut usia akan ditangani oleh Kejaksaan Negeri Manado. Kasus tersebut segera dilimpahkan ke pengadilan.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Dugaan korupsi dalam pembentukan PT Air Manado, korporasi kongsi antara Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Manado dan sebuah perusahaan Belanda, yang melibatkan tiga pria lanjut usia akan ditangani oleh Kejaksaan Negeri Manado. Namun, pihak perusahaan Belanda menyebut kasus korupsi itu mengada-ada dan berharap tiga tersangka dibebaskan.
Kepala Seksi Intel Kejaksaan Negari (Kejari) Manado Hijran Safar, melalui keterangan tertulis, Jumat (13/1/2023), menyatakan, pihaknya telah menerima ketiga tersangka dari Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara (Kejati Sulut). Mereka ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II A Manado selama 20 hari ke depan.
Ketiga tersangka itu adalah HHCR alias Hanny (70), mantan Direktur Utama PDAM Kota Manado tahun 2005-2006; FJT atau Ferro (64), mantan Ketua DPRD Kota Manado 2005-2009; serta JW alias Yan (63) yang dahulu tergabung dalam Badan Pengawas PDAM Manado 2005-2006. Ketiganya diduga merugikan negara sebesar 936.000 euro dan Rp 55,96 miliar.
”Kepala Kejari Manado menerbitkan surat perintah penunjukan jaksa penuntut umum untuk menyelesaikan perkara dengan tim gabungan Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Sulut dan Kejari Manado. Kami akan segera melimpahkan perkaranya untuk diperiksa dan diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Manado,” kata Hijran.
Dugaan korupsi yang dilakukan Hanny, Ferro, dan Yan bermula antara 2005 dan 2007. Saat itu, Pemkot Manado sedang menjajaki pembuatan perusahaan patungan antara PDAM Manado dan NV Waterleiding Maatschapij Drenthe (WMD) dari Belanda.
Akhirnya, terbentuklah PT Air Manado dengan konsesi pengelolaan air bersih selama 30 tahun yang diberikan Pemkot Manado dengan Surat Keputusan Wali Kota Nomor 79 Tahun 2006. PT Air Manado mulai beroperasi pada 1 Januari 2007.
PDAM Manado memegang 49 persen saham perusahaan patungan itu, sementara BV Tirta Sulawesi (BVTS), anak perusahaan WMD, memegang 51 persen saham. Namun, perjanjian yang ditandatangani ketiga tersangka ini justru berujung pada dugaan korupsi, sebagaimana dikatakan Kepala Kejati Sulut Edy Birton.
”Perjanjian kerja sama antara Pemkot Manado dan PDAM Manado dengan NV WMD dalam pengelolaan air bersih di Kota Manado tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Akibatnya, seluruh aset milik PDAM Manado yang dibiayai APBD, APBN, serta hibah pemerintah pusat dan Bank Dunia beralih ke pihak swasta, dalam hal ini PT Air Manado, sehingga menimbulkan kerugian negara,” ujar Edy.
Lebih lanjut, Hijran mengatakan, ketiga tersangka diduga melanggar Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dan ditambahkan oleh UU No 20/2001. Mereka terancam hukuman penjara maksimal 20 tahun.
Di lain pihak, komisaris PT Air Manado yang mewakili WMD, Joko Trio Suroso, berharap pelimpahan penanganan kasus ini kepada Kejari Manado dapat berujung pada pembebasan ketiga tersangka. ”Kami memang tidak dapat mencampuri proses hukum, tetapi kami harap kejari bisa melihat secara obyektif, apakah ada korupsi di sana, dan kami harap ketiganya dibebaskan,” katanya.
Kami akan segera melimpahkan perkaranya untuk diperiksa dan diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Manado.
Selama kerja sama berlangsung sejak 2007 hingga 2021, kata Joko, Pemkot dan PDAM Manado sama sekali tidak mengeluarkan uang. Bahkan, WMD justru meminjamkan Rp 136 miliar kepada PDAM Manado untuk dijadikan modal patungan pembentukan PT Air Manado, ditambah lagi Rp 26,36 miliar untuk biaya operasional.
Dari kerja sama itu, Joko menyebut Pemkot Manado mendapatkan pemasukan sekitar Rp 10 miliar. Namun, kerja sama harus dihentikan pada 2017 karena perubahan kebijakan di sisi WMD. Pemkot Manado dan PDAM pun diminta mengembalikan Rp 162 miliar yang dipinjam. Keberatan dari sisi pemkot akhirnya berujung pada pemangkasan utang menjadi Rp 54 miliar saja.
Namun, penghentian kerja sama justru berujung pada dugaan korupsi. ”Pemkot, PDAM, pemprov, dan pemerintah pusat tidak keluar uang apa pun untuk pengembangan air minum di Manado. Aset-aset PDAM pun tidak ada yang dijual sama sekali, justru diperbaiki. Kalau sekarang kondisinya tidak bagus, itu karena manajemen saat ini,” kata Joko.
Joko mengakui, terdapat klausul soal pengalihan aset PDAM Manado kepada PT Air Manado dalam perjanjian kerja sama. Namun, hal itu tak pernah terlaksana. Ia bahkan menyatakan tidak ada satu sertifikat tanah pun yang dialihkan menjadi milik PT Air Manado.
”Secara legal formal, tidak ada yang dialihkan. Coba tunjukkan satu sertifikat tanah yang dialihkan kepemilikannya ke PT Air Manado. Pada pelaksanaannya, itu tidak pernah dilakukan, jadi sama saja batal,” katanya.
Di lain pihak, Direktur PDAM Wanua Wenang Meiky Taliwuna mengatakan, pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berlaku. Kini, PDAM Manado yang memegang pengelolaan air minum di ibu kota Sulut ini berfokus meningkatkan layanan.