Abrasi Sungai Kahayan di Palangkaraya terus mengancam warga. Puluhan rumah ambruk, puluhan orang mengungsi. Pemerintah berencana merelokasi warga, tetapi persoalan abrasi dinilai tak cukup hanya relokasi.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Warga terdampak abrasi Sungai Kahayan terus bertambah. Setidaknya 21 rumah terdampak karena bencana tersebut. Pemerintah Kota Palangkaraya berencana memindahkan warga terdampak. Walakin, solusi abrasi tidak sekadar relokasi warga, tetapi juga pemulihan lahan.
Sebelumnya, 16 rumah di Kelurahan Langkai, Kecamatan Pahandut, Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, rusak akibat abrasi Sungai Kahayan. Saat itu, 57 orang mengungsi. Kini, lima rumah runtuh di Kelurahan Pahandut, Kecamatan Pahandut, Palangkaraya. Total 21 rumah sudah rusak mulai dari rusak sedang hingga rusak berat atau ambruk.
Ketua RT 002, Kelurahan Pahandut, atau yang dikenal dengan Kompleks Flamboyan Bawah, Yulia Ivana, mengungkapkan, peristiwa abrasi pernah terjadi beberapa tahun lalu, tetapi belum pernah sampai merusak permukiman warga. Setelah kejadian di kelurahan tetangga, Yulia bersama ketua RT di Kelurahan Pahandut mulai siaga dan mengimbau warga yang tinggal di bibir sungai.
”Warga sudah membaca tanda-tanda jadi ada yang sudah mengungsi, kalau siang baru balik ke rumah. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian itu,” kata Yulia di Palangkaraya, Jumat (13/1/2023).
Kejadian abrasi terbaru di Kelurahan Pahandut terjadi pada Selasa (10/1/2023), tetapi warga baru melapor kepada Yulia pada Kamis (12/1/2023). Warga langsung mengungsi ke rumah-rumah kerabat mereka.
”Kalau menurut warga yang terdampak, saat kejadian (abrasi) itu memang hujan sedang deras-derasnya, lalu tanah bergerak. Untung pelan geraknya, jadi warga masih sempat lari,” ujarnya.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Palangkaraya Emi Abriyani menjelaskan, pihaknya melakukan pemantauan wilayah abrasi dengan kapal sonar untuk bisa mendeteksi daerah rawan abrasi di sepanjang Sungai Kahayan yang berada di wilayah Palangkaraya. Pihaknya melakukan imbauan kepada masyarakat di wilayah rawan.
”Sambil menunggu relokasi warga, kami antisipasi dengan kapal sonar untuk melihat wilayah yang rawan,” kata Emi.
Emi menambahkan, pihaknya juga telah memberikan bantuan kepada masyarakat yang mengungsi di tempat yang sudah disiapkan pemerintah, seperti posyandu terdekat. Pihaknya juga berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kota Palangkaraya untuk memastikan kondisi pengungsi dalam keadaan sehat.
”Dalam dialog masyarakat dengan Wali Kota Palangkaraya, mereka semua bersedia untuk dipindah,” kata Emi.
Mau pindah, tapi ke mana? Kalau dipindah masih di sekitar sungai, ya, sama saja kan?
Risa Astrinova, salah satu warga terdampak dari Kelurahan Langkai, mengungkapkan, dirinya ingin pindah dari tempat tinggalnya karena rumahnya berada di pinggir dan mengalami kerusakan ringan. Namun, sejak kejadian abrasi, dirinya dan keluarga tidak pernah tinggal di rumah itu lagi.
”Mau pindah, tapi ke mana? Kalau dipindah masih di sekitar sungai, ya, sama saja kan?” ucap Risa.
Rehabilitasi tanah
Kepala Seksi Evaluasi DASHL di Balai Pengelolaan Daerah ALiran Sungai (BPDAS) Kahayan Janatun Naim menjelaskan, fenomena abrasi atau pengikisan tanah di pinggir Sungai Kahayan itu terjadi karena berbagai faktor. Faktor itu, antara lain, ialah besarnya debit air sungai, daya tampung sungai yang menurun, serta kondisi lereng pinggir sungai dan struktur tanah.
”Jenis tanah dengan porositas tinggi, seperti pasir mudah terabrasi, sedangkan yang lokasi abrasi itu memang tanah berpasir sehingga mudah abrasi,” ucap Janatun.
Janatun mengungkapkan, wilayah dengan kondisi struktur tanah seperti itu untuk di pinggir sungai memang harus jauh dari permukiman warga. Sementara untuk abrasi bisa dihindari dengan membuat cover crop atau penanaman tanaman dengan akar yang dapat mengikat tanah, seperti vetiver atau sejenis rumput (Vetiveria zizanioides L).
”Ada beberapa tanaman lain yang biasanya kami gunakan selain vetiver, yakni jenis Calopogonium Mucunoides (CM), Centrosema Pubescens (CP),” kata Janatun.