Warga Palangkaraya di bantaran sungai dihantam bencana dua kali. Setelah banjir, kini mereka terancam abrasi tanah di pinggir Sungai Kahayan. Setidaknya 57 orang sudah seminggu mengungsi.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Warga Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, yang terdampak abrasi ingin direlokasi ke tempat yang lebih aman. Abrasi Sungai Kahayan seminggu lalu itu membuat setidaknya 57 orang mengungsi hingga saat ini. Tak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut, tapi rumah warga ambruk.
Dari pantauan di lokasi pada Minggu (8/1/2023), empat rumah yang terdampak abrasi mengalami kerusakan. Rinciannya, satu rumah rusak ringan, sedangkan tiga rumah lainnya ambruk. Meski rusak ringan, rumah di Gang Sepakat. Kelurahan Langkai, Kecamatan Pahandut, itu ditinggalkan pemiliknya.
Rumah-rumah yang ambruk masih pada posisinya di bawah sungai dan belum ada tanda-tanda renovasi ataupun perbaikan. Warga yang terdampak mengungsi ke Posyandu Pahandut yang tak jauh dari lokasi. Di tempat pengungsian, pemerintah menyiapkan segala kebutuhan mereka, mulai dari logistik hingga perlengkapan mandi, cuci, kakus.
Peristiwa abrasi itu terjadi seminggu lalu, tepatnya Minggu (1/1/2023) malam. Saat kejadian tidak ada hujan ataupun angin. Risa Astrinova, warga terdampak, mengungkapkan, tiba-tiba bunyi derit kayu begitu keras dan rumahnya goyang. Saat ia keluar, beberapa rumah sudah dalam keadaan miring. Setelah semua orang menyelamatkan diri, rumah-rumah tersebut ambruk.
Sampai saat ini, Risa dan 56 warga lainnya masih mengungsi di tempat pengungsian ataupun di rumah kerabat mereka. ”Padahal baru selesai banjir sampai terendam rumah ini, sekarang ada bencana ini lagi,” katanya.
Wali Kota Palangkaraya Fairid Naparin datang ke lokasi bencana dan mengungkapkan rencana pemerintah untuk merelokasi warga ke tempat yang lebih aman. Pemerintah masih mencari lokasi yang pas untuk warga terdampak bencana.
”Kalau lokasinya di pinggir sungai lagi, mending kami tetap di sini,” ujar Risa. Risa dan keluarga hampir setiap tahun dilanda banjir. Fenomena abrasi sungai ini juga bukan yang pertama, tapi kali ini yang terburuk karena merusak rumah mereka.
Wilayah rumah Risa dan 17 kelurahan lainnya di Kota Palangkaraya terendam banjir pada September hingga November 2022. Ratusan orang saat itu mengungsi. Kini mereka dihadapi bencana lain.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Palangkaraya Emi Abriyani menjelaskan, saat ini pihaknya masih fokus pada penanganan pengungsi. Ia masih berupaya untuk memenuhi kebutuhan pengungsi. ”Kondisi pengungsi aman, semuanya sehat. Kami bawa bantuan dan kebutuhan mereka,” ungkapnya.
Emi menambahkan, pihaknya sampai saat ini masih memikirkan solusi yang tepat untuk warga. Relokasi hanya merupakan salah satu rencana, masih ada beberapa rencana yang sedang dibahas. ”Masyarakat perlu bersabar menunggu pemerintah mencari solusi untuk korban abrasi,” katanya.
Kepala Seksi Evaluasi Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung di Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Kahayan Janatun Naim menjelaskan, fenomena abrasi atau pengikisan tanah di pinggir Sungai Kahayan itu terjadi karena berbagai faktor, antara lain besarnya debit air sungai, daya tampung sungai yang menurun, serta kondisi lereng pinggir sungai dan struktur tanah.
”Jenis tanah dengan porositas tinggi, seperti pasir, mudah terabrasi. Lokasi abrasi itu memang tanah berpasir sehingga mudah terkikis,” ungkap Janatun.
Janatun mengungkapkan, wilayah dengan kondisi struktur tanah seperti itu di pinggir sungai memang harus jauh dari permukiman warga. Adapun untuk abrasi bisa dihindari dengan membuat cover crop atau penanaman tanaman dengan akar yang dapat mengikat tanah, seperti Vetiver atau sejenis rumput (Vetiveria zizanioides L).
”Ada beberapa tanaman lain yang biasanya kami gunakan selain vetiver, yakni jenis Calopogonium Mucunoides (CM) dan Centrosema Pubescens (CP),” ungkap Janatun.