Sungai Batanghari Digerogoti Ratusan Dompeng Emas Liar
Hasil pengukuran kualitas sungai menunjukkan kondisi keruhnya air Sungai Batanghari sangat tinggi mengancam keragaman ikan. Pada sejumlah lokasi bahkan tidak lagi ditemui ada ikan akibat parahnya kualitas lingkungan.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·4 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Survei terbaru di Sungai Batanghari menunjukkan fakta kian mengkhawatirkan. Ditemukan ratusan unit pertambangan emas liar aktif beroperasi yang memicu pencemaran ekosistem sungai terpanjang di Sumatera itu.
Temuan itu dicatatkan tim Universitas Jambi dan Badan Riset Inovasi Nasional yang menyusuri Sungai Batanghari dalam ekspedisi Milir Berakit bersama Yayasan Sahabat Sungai Batanghari selama 8 hari. Tim berangkat pada 30 Desember 2022 dari Kota Sarolangun, melewati Kabupaten Batanghari, Muaro Jambi, dan tiba di di Dermaga Tanggo Rajo Kota Jambi, Sabtu (7/1/2023) lalu. Apa saja hasil temuan tim?
Peneliti Iktiologi dari Universitas Jambi, Tedjo Sukmono, mengatakan, selama perjalanan, tim mendata ada total 272 dompeng beroperasi di atas sungai. ”Sebagian besar dompeng tengah dioperasikan para petambang di sungai,” ujar Tedjo, Senin (9/1/2023).
Aktivitas ilegal itu mulai dari hulunya, di Batang Tembesi, hingga ke hilir di Batanghari. ”Seluruh temuan ini sudah kami catat dan petakan. Hasilnya kami sampaikan kepada Gubernur agar dapat ditindaklanjuti,” tambahnya.
Selain aktivitas tambang emas liar, tim juga mendata ada 154 jamban di atas sungai yang masih aktif dimanfaatkan masyarakat. Lalu, tim mendapati 2 lokasi penimbunan batubara persis berada di tepi sungai. Seluruh temuan ini, katanya, mencemari sungai.
Dalam survei itu, tim juga mengukur sejumlah indeks kesehatan perairan di Sungai Batanghari. Pengukuran dilakukan di empat titik lokasi menggunakan water quality checker (WQC Horiba) dan sechi disk untuk mengukur suhu. Selain itu, tim juga mengukur kadar oksigen (DO), kadar keasaman air, konduktivitas, tes Organophospat (ORP), dan mengukur zat organik dan nonorganik pada air (TDS), hingga mengukur kekeruhan dan kecerahan air.
Nilai kecerahan
Hasilnya didapati nilai kecerahan di Batang Tembesi sampai Sungai Batanghari berkisar 8-14 cm, jauh lebih buruk dari ambang batas. ”Tingkat kecerahan ini sangat rendah sehingga menyulitkan cahaya matahari menembus,” kata Syahroma Nasution, peneliti konservasi dan pengolahan sumber daya perikanan dan lingkungan perairan BRIN.
Pada kedalaman 60-100 cm, cahaya matahari masih bisa menembus. Sementara, pada kecerahan 20 cm, kerapatan plankton sudah pada ambang batas berbahaya karena justru menurunkan kualitas air secara umum.
Kekeruhan air Sungai Batanghari juga sangat mengkhawatirkan. Pihaknya mendapati nilai turbiditas hingga 762 NTU. ”Ini menunjukkan bahwa tingkal partikel terlarut yang ada di air sungai sangat padat,” tambahnya. Angka tersebut melampaui batas kekeruhan air yang diatur 5 hingga 25 NTU.
Syahroma menjelaskan, kondisi kecerahan yang rendah serta kekeruhan yang tinggi menyebabkan produktivitas fitoplankton dan zooplankton menjadi berkurang karena kekurangan cahaya untuk berfotosintesis. Akibatnya, terjadi kekurangan bahan pakan alami untuk sumber daya ikan.
Sebagian besar dompeng tengah dioperasikan para petambang di sungai. (Tedjo Sukmono)
Nilai kekeruhan yang tinggi pada sungai, tambahnya, berdampak pada sistem pernapasan ikan. Partikel terlarut bisa mengganggu proses difusi oksigen pada pernapasan ikan. Intensitas cahaya yang rendah akan meningkatkan suhu air.
Jika suhu air meningkat akan menyebabkan nilai oksigen rendah sehingga ikan makin kesulitan bernapas dan akan mencari habitat baru yang lebih sesuai. ”Di sejumlah lokasi kami bahkan tidak lagi mendapati ada ikan. Diperkirakan ikan-ikannya mencari lokasi yang lebih baik kualitas airnya,” tuturnya.
Terkait hal itu, pihaknya merekomendasikan sejumlah hal. Pertama, penertiban pemanfaatan sumber daya di sepanjang sungai dengan melibatkan masyarakat. Selain itu, perlu sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat untuk mengelola sungai secara arif dan berkelanjutan. Begitu pula penegakan hukum yang tegas harus dilakukan terhadap aktivitas liar yang merusak ekosistem Batanghari.
Keanekaragaman ikan air tawar Sumatera berjumlah 589 jenis ikan air tawar. Sebanyak 58 jenis bersifat endemik Sumatera. Adapun, Jambi memiliki keragaman endemisitas tertinggi kedua setelah Sumatera Barat. Namun, endemisitas itu terancam dengan berbagai aktivitas ekonomi. Adapun, keanekaragaman ikan di Sungai Batanghari Jambi tercatat 297 spesies. Ada 48 spesies merupakan catatan baru Jambi (Kottelat & Whitten 2009).
Pada tahun 2012-2014, Tedjo mendapati jumlah spesies ikan di Jambi 320 spesies. Terdapat sedikitnya 6 jenis ikan patin, meliputi Juaro (Pangsius polyranadon), Riu-riu (Pangasius micronemus), Patin lubuk (Pangasius nasutus), Patin kipar (Pangasius-pangasisus), Patin muncung (Helicophagus waandersi), Patin tengkuyung (Helychophagus), Patin siam (Pangasius sutchi), dan patin jambal (Pangasius djambal)
Begitu juga dengan ikan baung sedikitnya memiliki 10 spesies di Batanghari. Keragaman biota ikan air tawar Jambi yang tinggi merupakan aset sumber daya alam berharga. Selain manfaat ekonomi, keragaman itu memperkaya cadangan gen yang dapat berperan sebagai sumber plasmanutfah dan membentuk varian-varian baru yang memiliki sifat unggul.
Ketua YSSB Pinto Jayanegara Abidin mengatakan, ekspedisi Milir Berakit tidak saja dimaknai sebagai promosi budaya dan potensi ekowisata di sepanjang DAS Batanghari, tetapi juga sebagai kegiatan ilmiah.
Untuk memetakan dan mengkaji berbagai persoalan ekologis, seperti penurunan kualitas air, sedimentasi, biota, dan berbagai ancaman ekologis lain yang semakin mengkhawatirkan akibat perilaku yang tidak ramah terhadap sungai dari hulu hingga hilir Batanghari. Pihaknya berharap rekomendasi yang telah diberikan tim dapat ditindaklanjuti Pemprov Jambi.