Rekomendasi Trek Lari di Kota Cirebon, dari Mal hingga Tempat Bersejarah
Kota Cirebon, Jawa Barat, memiliki sejumlah trek lari yang dapat jadi pilihan pehobi olahraga itu. Tidak hanya berolahraga, pelari juga bisa menikmati kawasan mal hingga tempat bersejarah.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·4 menit baca
CIREBON, KOMPAS – Olahraga lari menjadi salah satu tren di Kota Cirebon, Jawa Barat, beberapa tahun terakhir. Kota ini pun memiliki sejumlah trek lari yang dapat jadi pilihan pehobi olahraga itu. Tidak hanya berolahraga, pelari juga bisa menikmati kawasan mal hingga tempat bersejarah.
Kawasan Stadion Bima yang berada di dekat jalur pantai utara, tepatnya Jalan Brigadir Jenderal Dharsono, merupakan salah satu tempat lari favorit di Cirebon. Biasanya, warga lari dan jogging mengelilingi bagian luar stadion. Sebagian jalurnya telah beraspal, tetapi ada juga yang berbatu.
Saat akhir pekan, jalur dengan pepohonan rimbun itu juga dipadati pedagang kaki lima hingga tempat mainan anak. Sebenarnya terdapat trek lari di bagian dalam stadion sepak bola tersebut. Namun, pintu stadion kerap ditutup, kecuali jika ada pelatihan khusus atau pertandingan bola.
Meski demikian, pengunjung juga bisa mencoba trek lari di Lapangan Bima, tidak jauh dari Kolam Renang Chaterine Surya. Area itu termasuk kawasan perkantoran Pemkot Cirebon. Namun, jalur itu masih berumput dan bertanah. Hampir tidak ada pepohonan di sekitar trek, kecuali tribune penonton.
”Lapangan Bima ini biasanya untuk latihan teknik karena treknya pendek,” ucap Sianna Kaur, pegiat Cirebon Runners (Core), komunitas lari di Cirebon, Sabtu (7/1/2023). Ia, misalnya, berlatih teknik menguatkan otot kaki saat berlari hingga cara menapaki kaki agar tidak cedera.
Bahkan, katanya, terdapat pelatih lari bagi warga yang ingin menekuni olahraga itu. Meskipun tampak praktis karena hanya mengenakan pakaian dan sepatu, lari juga membutuhkan teknik. Misalnya, cara mengatur napas, pemanasan sebelum lari, serta berlari dengan jarak bertahap.
Adapun waktu yang tepat untuk berlari di Stadion Bima dan sekitarnya, menurut Sianna, adalah pukul 05.30 hingga 06.30 atau pukul 16.00-18.00. Sebab, saat siang hari, terik matahari menjadi kendala bagi para pelari. Meski demikian, warga juga dapat berlari saat malam hari di jalur yang aman.
Untuk lari saat malam hari, Sianna merekomendasikan area Grage City Mall. Pegiat Core kerap mengelilingi bagian luar mal dari kolam renang hingga Pegambiran City hampir setiap Rabu malam. Penerangan jalan juga tersedia. ”Di sana, kendaraan enggak padat. Jaraknya paling sedikit 5 K (kilometer),” ucapnya.
Jika ingin mencoba trek panjang lebih dari 5 K, lanjutnya, pelari dapat melintasi pusat Kota Cirebon. Jalurnya dari Grage Mall di Jalan Tentara Pelajar–Kartini–Siliwangi–Kesenden–Pasuketan dan kembali ke titik awal. Namun, terdapat dua pelintasan sebidang rel kereta api di trek tersebut.
”Ini yang membuat gedek karena kita sudah semangat lari. Eh, harus berhenti,” ucap Sianna.
Meskipun tampak praktis karena hanya mengenakan pakaian dan sepatu, lari juga membutuhkan teknik. Misalnya, cara mengatur napas, pemanasan sebelum lari, serta berlari dengan jarak bertahap.
Namun, trek lari di wilayah kota itu juga menyajikan tempat bersejarah, seperti bangunan cagar budaya Balai Kota Cirebon yang dibangun 1924 hingga Keraton Kasepuhan yang sudah berusia ratusan tahun.
Di Jalan Pasuketan, pelari dapat menyaksikan Gedung British American Tobacco (BAT), bekas pabrik rokok, yang berdiri sejak 1924. Di depannya terdapat Taman Pedati Gede yang dilengkapi amfiteater mini untuk pentas seni budaya hingga replika Pedati Gede Pekalangan.
Ukuran replika itu menyerupai pedati aslinya dengan tiga pasang roda berdiameter hampir 2 meter, sepasang roda lainnya dengan diameter 1,5 meter, serta tempat duduk di tengah. Replika itu meniru pedati karya Mbah Kuwu Cirebon atau Pangeran Walangsungsang sekitar abad ke-15.
Menurut Sianna, berbagai lokasi bersejarah dan destinasi wisata itu menjadi daya tarik bagi pehobi lari. ”Setelah lari, orang juga bisa wisata kuliner. Banyak makanan khas, seperti nasi jamblang dan empal gentong. Jadi, orang enggak bosan lari di sini,” ujarnya.
Akan tetapi, ia menuturkan, pelari tetap harus waspada karena masih banyak kendaraan yang melintas di jalur itu. Apalagi, jalan itu termasuk bagian dari jalur pantura yang menghubungkan Jabar dan Jawa Tengah. Pelintasan sebidang rel kereta api di kota seluas 39 kilometer persegi itu juga jadi kendala pelari.
Itu sebabnya, menurut Sianna, Kota Cirebon belum bisa membuat lari jarak jauh seperti maraton dengan jarak 42 kilometer. ”Kalau mau bikin maraton, treknya harus gabung antara kota dan Kabupaten Cirebon untuk menghindari rel kereta api,” ungkapnya.
Sianna juga mendorong Pemkot Cirebon menggelar event (lomba) lari sekaligus menyiapkan treknya seiring meningkatnya minat warga terhadap olahraga itu. ”Kami (Core) sudah enam tahun. Lebih dari 400 orang pernah ikut latihan meskipun mereka datang dan pergi,” katanya.
Pemkot Cirebon beberapa kali membuat lomba lari. Dalam rangkaian peringatan Hari Jadi Ke-653 Kota Cirebon tahun 2022, misalnya, panitia menggelar lomba lari 10 K dengan rute Balai Kota Cirebon–Krucuk-Jalan Diponegoro–Jalan Yos Sudarso-Pulasaren hingga Siliwangi.
Sebelumnya, Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis memproyeksikan Cirebon Lari 10K masuk dalam kalender event tahunan. ”Kita akan berupaya memasukkan agenda ini untuk rutin tahunan. Selain menyehatkan, event ini sekaligus menjadi daya tarik bagi wisatawan,” ujarnya.