Diterjang Banjir Bandang, Warga Satu Perumahan di Semarang Akan Direlokasi
Pemkot Semarang, Jawa Tengah, akan merelokasi warga di salah satu perumahan yang diterjang banjir pada Jumat (6/1/2023) kemarin. Relokasi dilakukan karena perumahan itu sudah beberapa kali terendam banjir.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Curah hujan tinggi menyebabkan debit air sejumlah sungai di Kota Semarang, Jawa Tengah, meningkat hingga menyebabkan banjir pada Jumat (6/1/2023). Di Kelurahan Meteseh, Kecamatan Tembalang, terjadi banjir bandang di Perumahan Dinar Indah akibat tanggul sungai yang jebol. Ke depan, pemerintah berencana merelokasi warga perumahan itu.
Banjir pada Jumat kemarin merendam puluhan rumah di Kelurahan Meteseh, Kelurahan Rowosari, dan Kelurahan Sendangmulyo di Kecamatan Tembalang. Banjir terparah terjadi di Meteseh.
Di Kelurahan Meteseh, air dengan ketinggian mencapai 2 meter merendam Perumahan Dinar Indah. Penyebabnya, tanggul Sungai Pengkol di sekitar perumahan itu jebol sepanjang 20 meter. Tingginya banjir membuat sejumlah warga menyelamatkan diri keluar dari kompleks perumahan. Sementara itu, sebagian warga lain memilih bertahan dengan cara naik ke atap rumah.
”Sejak (Jumat) siang memang sudah hujan deras. Kemudian, sekitar pukul 15.30, air deras tiba-tiba masuk ke perumahan. Dalam hitungan menit, air terus meninggi sampai setinggi leher orang dewasa. Orang-orang panik, anak-anak dan perempuan menangis, semuanya berusaha menyelamatkan diri,” kata Adi (38), warga Kelurahan Meteseh, Sabtu (7/1/2023).
Sekitar 1,5 jam kemudian, air yang menggenangi Perumahan Dinar Indah mulai menyurut. Tim penyelamat juga berdatangan untuk mengevakuasi warga menggunakan perahu karet. Ratusan warga selamat, tetapi ada satu warga yang meninggal dunia, yakni Agus Purbantoro (50). Agus yang merupakan orang berkebutuhan khusus meninggal lantaran tekunci di dalam rumah.
Pada Jumat malam, Pelaksana Tugas Wali Kota Semarang Hevearita G Rahayu mendatangi lokasi banjir di Kelurahan Meteseh, Rowosari, dan Sendangmulyo. Menurut dia, ada 597 jiwa yang terdampak banjir di tiga kelurahan tersebut.
Meski banjir telah surut, rumah-rumah warga belum bisa ditempati karena banjir meninggalkan lumpur dan sampah. Warga, yang awalnya dievakuasi ke masjid sekitar perumahan, dipindahkan ke Gedung Pendidikan dan Pelatihan Kota Semarang di Kecamatan Banyumanik pada Jumat malam.
Sementara itu, banjir yang merendam Rowosari dan Sendangmulyo memiliki ketinggian hingga 100 sentimeter. Kendati demikian, banjir di dua wilayah itu disebut Hevearita hanya lewat, tidak sampai menggenang di permukiman warga dalam waktu lama.
Pada Sabtu pagi, petugas gabungan dari Pemerintah Kota Semarang, kepolisian, TNI, dan sukarelawan membantu warga membersihkan rumah-rumah yang terdampak banjir di tiga kelurahan tersebut. Tanggul-tanggul yang jebol juga langsung ditambal. Untuk sementara waktu, warga disuplai makanan dan minuman dari dapur umum Pemkot Semarang.
Hevearita mengungkapkan, Perumahan Dinar Indah di Meteseh rawan banjir karena wilayahnya berada di daerah aliran Sungai Pengkol dan Sungai Babon. Pemkot Semarang sudah berulang kali menawarkan relokasi kepada warga di perumahan itu. Namun, warga berkukuh tetap tinggal di daerah tersebut.
”Perumahan Dinar Indah ini berada di wilayah cekungan dan sudah tiga kali ini tanggulnya jebol. Karena kejadian Jumat, akhirnya mereka sadar dan mau direlokasi. Setelah ini, kami akan memikirkan bagaimana relokasi yang terbaik,” ujar Hevearita.
Ada 597 jiwa yang terdampak banjir di tiga kelurahan.
Drainase
Sementara itu, Ombudsman RI Perwakilan Jateng menyesalkan terjadinya banjir di sejumlah wilayah Jateng, termasuk di Semarang, beberapa hari terakhir. Khusus untuk Kota Semarang, Ombudsman meminta pemerintah setempat memperbaiki sistem drainase.
”Drainase di kawasan subsistem ini kebanyakan tidak lancar. Hal ini membuat air hujan tidak tertampung sehingga meluap dan terjadilah banjir. Kami minta supaya ini menjadi fokus perbaikan Pemerintah Kota Semarang,” tutur Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jateng Siti Farida.
Sebelumnya, dosen Planologi Universitas Negeri Semarang Saratri Wilonoyudho juga menyoroti buruknya sistem drainase di Kota Semarang. Menurut dia, kebanyakan drainase di Kota Semarang dibuat seadanya.
”Kota Semarang sudah tidak memiliki daya dukung lingkungan yang memadai. Bangunan-bangunan yang ada sudah melebihi kapasitas, bahkan dibangun tanpa ada perencanaan sistem drainase yang memadai. Kondisi itu masih ditambah dengan jumlah ruang terbuka hijau yang kurang dari 30 persen dan daerah resapan yang minim,” kata Saratri, Rabu (4/1/2023).