Laporan Korban Tragedi Kanjuruhan, Polres Malang Periksa Lebih dari 17 Saksi
Kepolisian Resor Malang telah memeriksa lebih dari 17 saksi terkait laporan dari korban Tragedi Kanjuruhan. Tim Advokasi Aremania Menggugat menilai, penyelidikan terkait laporan tersebut berjalan lambat.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·4 menit baca
MALANG, KOMPAS — Penyidik Kepolisian Resor Malang, Jawa Timur, telah memeriksa lebih dari 17 saksi terkait laporan model B atau laporan dari pihak korban ihwal Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 orang dan menyebabkan ratusan orang lainnya luka-luka pada awal Oktober tahun lalu.
Selain laporan model A yang dibuat oleh petugas yang ditangani Kepolisian Daerah Jawa Timur, sejumlah keluarga korban Tragedi Kanjuruhan memang melaporkan peristiwa kelabu itu ke Polres Malang. Berkas perkara lima tersangka terkait laporan model A itu telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Surabaya.
Kepala Kepolisian Resor Malang Ajun Komisaris Besar Putu Kholis Aryana, Jumat (6/1/2023) sore, mengatakan, proses hukum terkait laporan model B itu terus berjalan. Polisi juga telah memintai keterangan belasan saksi.
”Yang laporan B masih terus berjalan. Kami running saksi-saksi yang diajukan penasihat hukum dan pihak pelapor sudah kami periksa,” ujar Kholis seusai menjenguk salah seorang korban Tragedi Kanjuruhan yang baru saja menjalani operasi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kanjuruhan, Kabupaten Malang.
Menurut Kholis, pihaknya masih bergerak meminta keterangan petugas di Polres Malang ataupun kepolisian sektor. Penyidik juga akan berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Malang terkait masalah teknis pengamanan pertandangan sepak bola Liga 1 antara Arema FC dan Persebaya yang berlangsung 1 Oktober 2022.
”Setelah itu, sesuai arahan Bapak Kepala Polda (Jawa Timur) dan Kepala Polri, saat rilis akhir tahun, kami akan minta saran pandangan dari ahli,” ucapnya.
Saat ditanya apakah ada kendala dalam pengusutan kasus tersebut, Kholis menjawab tidak ada kendala. Dia menyebut, komunikasi dengan pihak pelapor berjalan lancar. Begitu pula komunikasi dengan Aremania yang menanyakan perkembangan penanganan kasus tersebut.
Selain laporan model A yang dibuat oleh petugas yang ditangani Kepolisian Daerah Jawa Timur, sejumlah keluarga korban Tragedi Kanjuruhan memang melaporkan peristiwa kelabu itu ke Polres Malang.
Sebelumnya, Kamis (5/1/2023), beberapa keluarga korban Tragedi Kanjuruhan bersama Aremania dan kuasa hukum beraudiensi dengan Kepala Staf Presiden Moeldoko di Jakarta. Mereka mengadukan proses hukum laporan model B yang dinilai berjalan lambat.
Ketua Tim Advokasi Aremania Menggugat Djoko Tritjahjana mengatakan, proses hukum terhadap laporan itu seolah-olah tidak berjalan. Padahal, proses penyelidikan telah berlangsung selama dua bulan. Dengan bertemu Moeldoko, mereka berharap ada solusi terkait keadilan yang bisa didapatkan korban.
”(Proses hukum) Ditangani, dipanggil, dimintai keterangan-keterangan. Masalah bukti kami ada, saksi korban, bukti-bukti lainnya yang kami sampaikan seharusnya sudah bisa dijalankan. Tapi, kenyataanya prosesnya masih tahap penyelidikan,” ujar Djoko saat dihubungi dari Malang.
Dalam pertemuan tersebut, menurut Djoko, Moeldoko berjanji akan mengawal kasus tersebut. Moeldoko juga disebut bakal memanggil Kepala Polri dan Kejaksaan Agung guna mengklarifikasi proses hukum terkait Tragedi Kanjuruhan.
Korban jalani operasi
Sementara itu, Lilik (15), salah seorang korban Tragedi Kanjuruhan, baru saja menjalani operasi di RSUD Kanjuruhan, Jumat pagi. Warga Kalipare, Kabupaten Malang, itu mengalami patah tulang lengan atas sisi kanan. Sebelumnya, korban hanya menjalani perawatan mandiri dengan metode tradisional, tetapi cederanya tidak kunjung membaik.
Putu Kholis Aryana mengatakan, pihaknya bersama Aremania menemukan korban yang masih membutuhkan penanganan medis. Bersama Pemkab Malang, korban kemudian difasilitasi agar bisa mendapatkan perawatan. Salah satu kendala ialah korban takut dengan jarum suntik. Namun, setelah diyakinkan secara psikis, akhirnya yang bersangkutan bersedia menjalani operasi.
”Saat kami cek kondisinya, 3 Januari lalu, masih ada benjolan (di lengan). Setelah di-scan (rontgen) benjolan itu ternyata tulang yang menyembul sehingga perlu dioperasi,” ujarnya.
Kholis menambahkan, pihaknya masih bergerak mendatangi keluarga korban Tragedi Kanjuruhan, baik yang meninggal maupun luka berat. Pada Jumat pagi, dia mendatangi keluarga korban di Desa Ngadilangkung, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang.
Dari kunjungan itu, diketahui bahwa orangtua korban masih butuh pendampingan psikologi dan kakak korban perlu pekerjaan. ”Untuk orangtua nanti kami beri pendampingan psikologi, sedangkan untuk kakak korban kami sedang bahas untuk carikan pekerjaan,” katanya.
Pelaksana Direktur RSUD Kanjuruhan Bobi Prabowo mengatakan, tindakan operasi terhadap Lilik harus dilakukan karena tulang lengan korban patah. Karena usia korban masih 15 tahun, luka tersebut bisa kembali normal. ”Tulang itu bisa patah karena trauma, bisa karena jatuh terinjak,” ujarnya.
Setelah operasi, menurut Bobi, butuh waktu sekitar dua pekan untuk pasien bisa sembuh. Dari semua korban Tragedi Kanjuruhan yang masuk ke RSUD Kajuruhan, menurut Bobi, tidak banyak yang mengalami trauma serupa dengan Lilik.
”Tidak banyak, kurang dari 10 kasus. Yang kami operasi pendarahan di dada, paha, lengan. Yang banyak luka ringan. Dari 193 orang yang masuk ke RSUD Kanjuruhan, mereka pulang semua. Hanya lima yang berat dan empat masuk ICU,” ucapnya.
Selain Lilik, menurut Kholis, ada tiga korban lain yang masih membutuhkan penanganan medis. Mereka tengah diupayakan untuk mendapatkan perawatan. Biaya perawatan ditanggung oleh Pemkab Malang.