Para perajin diharapkan tidak semata-mata menjadikan kunjungan ke bangunan candi sebagai satu-satunya kesempatan menjual produk sandal. Mereka harus kreatif dalam memasarkan produknya.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Bangunan Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, tahun ini direncanakan kembali dibuka untuk kunjungan wisatawan. Namun, aktivitas wisata ini diharapkan tidak diandalkan oleh para perajin sandal upanat sebagai satu-satunya peluang pasar untuk sandal produksi mereka.
General Manager Taman Wisata Candi Borobudur Jamaludin Mawardi mengingatkan bahwa pihaknya hanya akan menyerap sandal sesuai kebutuhan pengunjung dan belum tentu bisa menyerap semua sandal yang diproduksi perajin.
Sandal upanat adalah sandal yang wajib dipakai oleh pengunjung yang naik ke bangunan candi. Didesain oleh Balai Konservasi Borobudur (BKB), sandal ini harus dipakai demi meminimalisasi terjadinya gesekan dan goresan ke batu candi yang biasanya kerap ditimbulkan dari oleh alas kaki pengunjung.
Terkait dengan rencana pembukaan kunjungan ke bangunan Candi Borobudur, PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko saat ini masih melakukan kajian bersama dengan sejumlah kementerian. Namun, sejauh ini pembicaraan telah mengerucut dengan membuat sejumlah kesepakatan. Selain sepakat untuk membatasi jumlah kunjungan wisatawan di bangunan candi sebanyak 1.200 orang per hari, saat ini juga telah disepakati bahwa wisatawan di bangunan candi wajib mengenakan sandal upanat.
Selain itu, juga disepakati bahwa setiap wisatawan yang naik ke bangunan candi nantinya juga wajib didampingi pemandu wisata. Dengan adanya tambahan biaya untuk membeli sandal dan membayar jasa pemandu tersebut, wisatawan nantinya akan dikenai harga tiket khusus. Namun, sejauh ini, besaran harga tiket masih dalam proses kajian.
Dengan tambahan biaya dan pemberlakuan tiket khusus tersebut, Jamaludin pun menyadari bahwa belum tentu setiap orang yang datang akan mau naik ke bangunan candi. Dia pun ragu batasan jumlah wisatawan sebanyak 1.200 orang per hari tersebut mampu terpenuhi atau tidak.
Oleh karena itu, dia pun menyarankan para perajin sandal upanat untuk lebih kreatif mengembangkan pasar dan membuat produk. Hal ini bisa dilakukan dengan menjalin kerja sama dengan pihak lain yang bisa membantu memasarkan produknya atau bahkan membuka pusat penjualan atau toko suvenir sendiri.
Selain itu, mereka pun bisa diharapkan lebih kreatif, misalnya dengan membuat berbagai variasi sandal upanat.
”Bisa saja mereka kemudian membuat sandal dalam ukuran kecil kemudian menjualnya sebagai gantungan kunci untuk suvenir,” ujarnya.
Jika terlalu lama kunjungan ditutup, cara membuat sandal sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan bisa dengan mudah dilupakan.
Ketua Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDesma) Borobudur Manunggaling Roso, Noeryanto, juga sudah menyadari pihaknya tidak bisa mengandalkan kunjungan ke bangunan candi sebagai satu-satunya kesempatan untuk menjual produk sandal upanat.
Saat ini, mereka pun sudah mencoba menawarkan upanat ke sejumlah pusat oleh-oleh dan suvenir di kawasan Borobudur dan ke hotel-hotel. Satu hotel bahkan saat ini juga sudah setuju bekerja sama dan akan menjadikan sandal upanat sebagai sandal tamu hotel.
BUMDesma ini menjadi lembaga yang berperan sebagai koordinator, pengelola produksi dan pemasaran sandal upanat, dengan melibatkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dari 20 desa di Kecamatan Borobudur.
Sejauh ini, Noeryanto mengatakan, dari hasil penyaringan yang dilakukan sebelumnya, sudah ada 40 perajin yang telah siap dan terampil membuat upanat sesuai spesifikasi yang ditentukan. Masing-masing dari mereka mampu memproduksi 25-200 sandal per hari.
Namun, agar keterampilan membuat sandal tidak luntur dan mereka bisa segera memproduksi sandal secara kontinu, Noeryanto berharap, akses kunjungan ke bangunan candi bisa segera dibuka.
”Jika terlalu lama kunjungan ditutup, cara membuat sandal sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan bisa dengan mudah dilupakan. Saat ini, kebanyakan perajin sudah kembali terfokus melakukan aktivitas bertani,” ujarnya.