Pengusaha Truk Minta Pemerintah Urai Masalah Muatan Berlebih dari Hulu
Penindakan terhadap kendaraan melebihi dimensi dan kapasitas atau ”over dimension over loading” (ODOL) selama ini disebut hanya dilakukan di hilir. Agar efektif, perlu ada penyelesaian persoalan dari hulu hingga hilir.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·5 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Pengusaha jasa angkutan truk di Jawa Tengah berharap pemerintah menyelesaikan persoalan kendaraan melebihi dimensi dan kapasitas atau over dimension over loading/ODOL secara menyeluruh, dari hulu hingga ke hilir. Tanpa hal itu, penerapan kebijakan Zero ODOL 2023 dinilai tidak akan efektif.
Sebenarnya, Kementerian Perhubungan telah menggagas penerapan nihil ODOL sejak tahun 2017. Namun, kebijakan itu baru direncanakan untuk diterapkan pada 2023 akibat adanya permintaan penundaan dari asosiasi dan pandemi Covid-19 yang melanda dunia.
Kendaraan ODOL mendesak ditertibkan karena kerap menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas hingga kerusakan jalan. Berdasarkan data Korps Lalu Lintas Polri, kendaraan ODOL menjadi penyebab 349 kecelakaan dalam kurun lima tahun terakhir. Rinciannya, 107 kasus pada 2017; 82 kasus pada 2018; 90 kasus pada 2019; 20 kasus pada 2020; dan 50 kasus pada 2021 (Kompas.id, 17/12/2022).
Penerapan nihil kendaraan ODOL pada 2023 itu dinilai Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jateng-Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Bambang Widjanarko tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu ada upaya mengurai persoalan hingga ke bagian hulu, yakni sampai ke pengguna jasa angkutan barang, supaya kebijakan itu efektif.
Menurut Bambang, selama ini penindakan hanya dilakukan kepada pihak di hilir, yakni sopir atau pemilik usaha angkutan barang. Padahal, pelanggaran yang dilakukan oleh sopir atau pemilik truk terjadi karena adanya permintaan untuk mengangkut barang melebihi kapasitas dari pemilik barang.
”Yang di hulu, pemilik barang, juga harus diedukasi. Mereka yang meminta kita mengangkut melebihi kapasitas. Kalau kami menolak, mereka cari yang lain. Kalau begitu terus, kami tidak kebagian muatan, tidak bisa dapat uang, tidak bisa makan. Jadi, pelanggaran yang kami lakukan adalah sebuah keterpaksaan,” kata Bambang, Jumat (6/1/2023).
Bambang mencontohkan, di Eropa, penindakan terhadap kendaraan yang kelebihan muatan tidak dilakukan kepada sopir atau pemilik kendaraan, tetapi pihak yang mengeluarkan manifes, yakni pemilik barang. Manifes adalah dokumen terkait muatan. Dokumen itu sering dimanipulasi. Misalnya, truk diminta mengangkut 35 ton barang, tetapi di manifes hanya ditulis 30 ton. Jika kedapatan memanipulasi, pemilik barang yang disanksi.
Aptrindo Jateng dan DIY juga berharap, sebelum kebijakan nihil ODOL 2023 diterapkan, pemerintah mengimbau pengguna jasa angkutan barang untuk tidak memberikan tarif terlalu rendah. Kondisi itu membuat para pengusaha truk mau tak mau mengejar tonase untuk mendapatkan tambahan keuntungan.
"Tarif angkut tahun ini masih sangat rendah. (Tarif) dari Jakarta ke Surabaya, misalnya, sekitar Rp 200 per kilogram (kg). Tarif ini masih lebih rendah jika dibandingkan tarif tahun 2018-2019, yakni Rp 250 per kg," ucap Bambang.
Tarif angkut disebut Bambang pernah mencapai titik terendah pada 2020-2021, yakni Rp 150 per kg atau setara dengan tarif di awal tahun 2000. Hal itu terjadi karena sempat ada perang tarif akibat berebut muatan. Pada saat pandemi, hampir semua sektor tidak menggunakan jasa angkutan barang, kecuali sektor makanan dan minuman serta obat-obatan.
Tarif rendah itu berdampak kepada minimnya pendapatan sopir.
Besaran tarif yang sekarang dinilai Bambang lebih baik, meskipun masih belum profit. Yang terpenting bagi mereka, perusahaan bisa tetap beroperasi, tidak ada pemutusan hubungan kerja, dan mereka bisa membiayai perawatan kendaraan sambil berharap tahun-tahun ke depan bisa kembali profit.
Tarif rendah itu berdampak kepada minimnya pendapatan sopir. Padahal, dalam bisnis tersebut, sopir memiliki beban paling banyak. "Mereka harus menanggung semua biaya di perjalanan, mulai dari bahan bakar, biaya tilang, hingga biaya pungutan liar. Dari biaya-biaya yang harus dikeluarkan, yang paling besar adalah biaya pungutan liar," imbuh Bambang.
Jalan tengah
Kepala Bidang Lalu Lintas Jalan Dinas Perhubungan Jateng Erry Derima Ryanto mengaku, pihaknya sudah beberapa kali menyosialisasikan kebijakan Zero ODOL 2023. Dinas perhubungan juga pernah memfasilitasi pertemuan antara sopir, pemilik truk, dan pemilik barang terkait tarif angkut. Kendati demikian, hingga kini belum ada jalan tengah untuk persoalan tersebut.
"Berdasarkan aturan yang ada, tarif angkutan barang itu diserahkan ke mekanisme pasar, tidak diatur pemerintah. Jadi, harganya itu tergantung pada kesepakatan antara pemilik barang dengan pengusaha truk,” kata Erry.
Sembari terus melakukan sosialisasi terkait Zero ODOL 2023, Dinas Perhubungan Jateng bersama berbagai pihak akan menindak kendaraan ODOL. Penindakan itu meliputi, tilang, transfer muatan, normalisasi dimensi kendaraan, hingga penyidikan jika pelanggaran tergolong sebagai kejahatan.
Perihal adanya aduan terkait pungutan liar, Erry meminta agar para sopir mengadu jika menjumpai petugas yang melakukan pungutan. ”Difoto saja kemudian dilaporkan kepada kami. Kalau benar ada anggota Dishub Jateng yang melakukan, yang bersangkutan akan langsung kami sanksi,” katanya.
Sementara itu, Kepolisian Daerah Jateng juga turut menertibkan kendaraan ODOL. Sepanjang 2022, Direktorat Lalu Lintas Polda Jateng telah menilang 55.620 kendaraan yang kelebihan muatan. Angka itu disebut Direktur Lalu Lintas Polda Jateng Komisaris Besar Agus Suryo Nugroho yang tertinggi di Indonesia. Penilangan terhadap kendaraan yang kelebihan muatan dilakukan di jalur tol dan non-tol.
Penindakan juga dilakukan pada kendaraan yang kelebihan dimensi. Menurut Agus, kendaraan kelebihan dimensi termasuk kejahatan lalu lintas menurut Pasal 277 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas.
”Sepanjang 2019 sampai dengan 2022, ada 20 perkara yang masuk dalam tahap penyidikan. Sebagian sudah lengkap atau P21 dan sebagian lagi masih berproses. Tersangka terancam hukuman pidana di bawah satu tahun dan denda hingga puluhan juta rupiah,” ujar Agus.
Penindakan berupa tilang ataupun penyidikan disebut Agus akan dilakukan di Jateng pada 2023. Untuk itu, dia mengimbau pengguna jalan menaati aturan lalu lintas demi keamanan dan keselamatan bersama.