Gelombang Tinggi Mulai Reda, Kapal Perintis Kembali Beroperasi
Gelombang tinggi di sejumlah perairan perlahan mulai mereda sehingga kapal perintis kembali beroperasi melayani masyarakat. Meski begitu, para nakhoda kapal diingatkan untuk tetap waspada.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Setelah tertahan hampir dua pekan akibat cuaca buruk, sejumlah kapal perintis kembali beroperasi melayani masyarakat di sejumlah pulau terpencil. Mobilitas penumpang dan aliran logistik kembali bergerak karena gelombang tinggi di laut mulai mereda. Namun, mengingat kondisi cuaca belum sepenuhnya normal, operator kapal diminta selalu waspada.
Salah satu kapal perintis yang mulai melanjutkan perjalanan adalah KM Sabuk Nusantara 87. Nakhoda KM Sabuk Nusantara 87, Ampa Uleng, mengatakan, pada Kamis (5/1/2023) pagi, kapal tersebut mulai bergeser dari Pulau Sermata, Kabupaten Maluku Barat Daya, Maluku. Kapal tersebut berlayar menuju Ambon, Maluku.
Sebelumnya, kapal itu berlindung di sisi selatan Pulau Sermata selama lebih dari satu pekan lantaran cuaca buruk. Kala itu, tinggi gelombang mencapai 6 meter di Laut Banda yang akan dilewati.
Saat berlindung di Pulau Sermata, di dalam kapal itu terdapat lebih dari 50 penumpang. Selama beberapa hari itu, sebagian penumpang tetap berada di kapal dan sebagian lain menginap di rumah penduduk di Pulau Sermata. Masyarakat setempat pun secara sukarela menyediakan makanan bagi penumpang.
Ampa memaparkan, dalam pelayaran kembali ke Ambon, KM Sabuk Nusantara 87 seharusnya singgah di beberapa pelabuhan. "Namun, berhubungan persediaan bahan bakar menipis dan air bersih di kapal habis, ada pelabuhan yang tidak kami singgahi," katanya.
Dari Pelabuhan Tenau, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), nakhoda KM Sabuk Nusantara 67, Petrus Parapaga, melaporkan, kapal tersebut sedang bersiap untuk kembali beroperasi. Sesuai jadwal, kapal kembali berlayar pada Jumat (6/1/2023) malam. Adapun proses bongkar muat dimulai Jumat pagi.
KM Sabuk Nusantara 67 akan berlayar ke 27 persinggahan. Dua persinggahan berada di wilayah NTT dan selebihnya di Maluku. Pelabuhan terakhir adalah Suamlaki di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku. Waktu perjalanan ke sana diperkirakan sekitar lima hari.
”Calon penumpang yang menunggu sejak dua pekan lalu sudah bisa datang dan membeli tiket lebih awal. Tujuannya agar bisa diketahui berapa banyak yang akan berangkat dan antisipasinya seperti apa,” kata Petrus.
Petrus memperkirakan akan terjadi peningkatan jumlah penumpang beserta barang kebutuhan pokok yang akan diangkut dengan kapal. Sebab, sejak pertengahan Desember 2022, belum ada pelayaran dari Kupang ke Kepulauan Maluku.
Dalam surat edarannya, Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas III Kupang Hendrik Kurnia mengimbau para nakhoda yang akan berlayar agar tetap waspada. Para nakhoda diminta benar-benar memastikan kapal dalam kondisi laik.
Selain itu, alat keselamatan di atas kapal juga harus dalam kondisi baik dan cukup untuk kebutuhan semua penumpang. ”Nakhoda juga harus memastikan pemantauan kondisi cuaca sekurang-kurangnya enam jam sebelum permohonan penerbitan surat izin berlayar,” kata Hendrik.
Sementara itu, Stasiun Meteorologi Maritim Tenau Kupang juga belum mencabut peringatan dini gelombang tinggi. Namun, di beberapa perairan, seperti di Kepulauan Alor dan timur Pulau Flores, tinggi gelombang yang sebelumnya mencapai 6 meter telah berkurang menjadi 2,5 meter.
Petrus memperkirakan akan terjadi peningkatan jumlah penumpang beserta barang bahan kebutuhan pokok yang akan diangkaut dengan kapal.