Ditentang Daerah Sekitar, Gibran Siap Berdialog Terkait Tol Lingkar Luar Solo
Wacana pembangunan Jalan Tol Lingkar Luar Timur-Selatan Solo ditentang beberapa bupati di Jawa Tengah. Menanggapi keberatan itu, Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka menyatakan siap menjalin dialog.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Wacana pembangunan Jalan Tol Lingkar Luar Timur-Selatan Solo ditentang oleh beberapa bupati di Jawa Tengah yang daerahnya terkena dampak. Menanggapi keberatan itu, Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka menyatakan siap berdialog terkait rencana proyek tersebut.
”Tidak apa-apa (ada yang keberatan). Nanti dibicarakan. Kami tidak buru-buru, kok. Tenang saja,” kata Gibran saat ditemui di Balai Kota Surakarta, Jawa Tengah, Kamis (5/1/2022).
Selama beberapa waktu terakhir, rencana pembangunan Jalan Tol Lingkar Luar Timur-Selatan Solo memang mengemuka. Pembangunan jalan itu disebut untuk mengurangi kepadatan lalu lintas di Surakarta.
Menurut rencana, jalan tol tersebut akan melintasi sejumlah kabupaten di Jateng, yakni Karanganyar, Sukoharjo, dan Klaten. Akan tetapi, rencana pembangunan jalan tol tersebut ditentang oleh sejumlah pihak, misalnya Bupati Klaten Sri Mulyani.
Gibran menyatakan, sampai saat ini, dirinya belum tahu persis berapa luas lahan yang akan dipakai untuk pembangunan jalan tol tersebut. Oleh karena itu, ia bakal segera membahas rencana pembangunan jalan tol tersebut dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat secara lebih mendetail.
Gibran juga mengakui, setiap rencana pembangunan suatu proyek memang selalu disertai pro dan kontra di masyarakat. Namun, dia menyebut, keberadaan jalan tol itu akan membawa keuntungan, tidak hanya bagi Surakarta, tetapi juga daerah-daerah sekitar yang menjadi lokasi pembangunan proyek tersebut.
Di sisi lain, Gibran memaparkan, rencana pembangunan jalan lingkar Solo telah bergulir sejak lama. Hal itu didasari kajian soal potensi kepadatan lalu lintas di Kota Surakarta beberapa tahun ke depan.
Berdasarkan kajian itu, kendaraan yang melintas di kota tersebut bakal tidak bisa bergerak sama sekali jika tidak dilakukan penambahan jalan. Oleh karena itu, jalan lingkar diharapkan bisa menjadi solusi atas ancaman kemacetan lalu lintas tersebut.
”Potensi kemacetannya sudah dipetakan. Ini kalau tidak ditindaklanjuti hanya akan menjadi dokumen yang tidak direalisasikan. Kami memutuskan sesuatu berdasarkan kajian. Harapannya jalan lingkar ini menjadi solusi,” kata Gibran.
Pembangunan jalan tol, kata Gibran, dilakukan untuk kepentingan warga Surakarta. Sebab, lalu lintas yang tersendat akan berpengaruh terhadap jalannya roda perekonomian di suatu kota. Namun, Giibran juga berjanji untuk terus mengupayakan perbaikan transportasi umum dan tak sekadar menambah infrastruktur.
”Kalau traffic-nya stuck, itu distribusi barang, pangan, dan pariwisata terpengaruh semuanya. Jadi, kita harus hati-hati sekali untuk masalah traffic itu,” tutur Gibran.
Sementara itu, penentangan pembangunan jalan tol juga terus bergulir. Terkini, giliran Bupati Sukoharjo Etik Suryani yang buka suara perihal wacana pembangunan tersebut. Ia merasa keberatan karena pembangunan jalan tol akan memakan banyak lahan sawah yang dilindungi (LSD) di wilayahnya. Akan tetapi, ia belum bisa merinci luas sawah yang berpotensi terdampak.
”Dampak buat kita itu banyak sekali. Tersebar di beberapa kecamatan, seperti Gatak, Mojolaban, Grogol, Nguter, hingga Bendosari. Itu hampir semua LSD-nya terkena. Padahal, kami sebagai penyangga pangan Provinsi Jawa Tengah,” kata Etik.
Etik menyampaikan, apabila wacana pembangunan jalan lingkar dilanjutkan, sebaiknya tidak berupa jalan tol. Ia menilai, keberadaan jalan tol akan menghambat pengembangan kota. Hal itu karena karakter jalan tol yang terisolasi dari lingkungannya. Ini berbeda dengan jalan non-tol yang memungkinkan berlangsungnya aktivitas perekonomian masyarakat di sekitar jalan tersebut.
Sebelumnya, Bupati Klaten Sri Mulyani juga sudah melontarkan ketidaksetujuan atas rencana pembangunan Jalan Tol Lingkar Luar Timur-Selatan Solo. Dia beralasan, proyek itu bakal menggusur banyak lahan sawah produktif di Klaten.
Jika semakin banyak sawah di Klaten yang beralih fungsi, Mulyani khawatir ketahanan pangan masyarakat bakal terganggu. Apalagi, Klaten juga merupakan lumbung pangan, baik tingkat provinsi maupun nasional.
Berdasarkan perkiraan sementara, kata Mulyani, jalan tol itu bakal berdampak pada sekitar 30 hektar lahan sawah produktif di tiga kecamatan di Klaten, yakni Polanharjo, Wonosari, dan Delanggu.
Potensi kemacetannya sudah dipetakan. Ini kalau tidak ditindaklanjuti hanya akan menjadi dokumen yang tidak direalisasikan (Gibran Rakabuming Raka)
Padahal, tiga kecamatan itu dikenal cukup tinggi produksi berasnya. Dalam setahun, satu hektar sawah mampu ditanami dua hingga tiga kali. Hasil sekali panen rata-rata 6 ton per hektar.
Apalagi, saat ini, pemerintah juga sedang membangun Jalan Tol Solo–Yogyakarta yang juga melintasi Klaten. Ada sekitar 500 hektar lahan di Klaten yang dipakai untuk Tol Solo–Yogyakarta. Sebanyak 300 hektar di antaranya merupakan lahan pertanian.