Cuaca Buruk, Petani di Temanggung Tetap Menanam Tembakau
Cuaca basah tak menghalangi petani tembakau di Kabupaten Temanggung, Jateng, untuk menanam komoditas tersebut.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·4 menit baca
TEMANGGUNG, KOMPAS — Prediksi kondisi cuaca basah dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) tidak memengaruhi petani di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, untuk tetap menanam tembakau. Aktivitas menanam komoditas ini akan terus dijalankan sebagai bagian dari tradisi atau budaya masyarakat setempat.
”Dengan menjalankannya sebagai bagian dari tradisi, aktivitas bertani tembakau akan tetap dilakukan sekalipun petani sudah mengetahui dirinya berpotensi merugi,” ujar Kepala Bidang Hortikultura dan Perkebunan Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perkebunan Kabupaten Temanggung, Sumarno, saat ditemui, Kamis (5/1/2023).
Terbukti, dengan hujan hampir sepanjang tahun yang terjadi pada tahun 2022, total luas areal tembakau di Kabupaten Temanggung masih 16.300 hektar. Luasan ini memang berkurang dibandingkan total luas areal tembakau tahun 2021 yang terdata 18.600 hektar. Namun, luasan tahun lalu masih berada dalam kisaran luas areal tembakau di Temanggung yang biasanya berkisar 14.000-18.000 hektar per tahun.
Tahun lalu, Sumarno menerangkan, petani pun tidak menyerah menghadapi kondisi cuaca. Sebagian petani menunggu intensitas hujan berkurang sehingga memundurkan jadwal tanam dari sebelumnya dimulai pada Februari-Maret menjadi Maret-April.
Namun, di tengah terpaan hujan, aktivitas menanam tidak mudah dilakukan. Hal itu karena petani harus berulang kali melakukan tambal sulam dengan mengganti bibit tanaman yang rusak terkena hujan dengan bibit baru. ”Sebagian petani mengaku baru bisa benar-benar menjalankan aktivitas tanam secara optimal di bulan Juni dan Juli,” ujar Sumarno.
Kondisi cuaca ekstrem, menurut dia, membuat panen raya tembakau yang biasanya bulan Agustus hingga September, urung terjadi tahun lalu. Kebanyakan petani memanen tembakau di bulan yang berbeda-beda, bahkan sebagian ada yang masih memanen di bulan November.
Karena kondisi cuaca pula, produktivitas tembakau di Temanggung berkurang. Jika biasanya mampu mencapai 0,7 ton per hektar, maka pada 2022 produktivitas susut menjadi 0,64 ton per hektar.
Tembakau menjadi komoditas yang banyak ditanam di seluruh wilayah Temanggung. Dari 20 kecamatan yang ada, hanya Kecamatan Bejen yang sering kali tidak didata sebagai penghasil tembakau karena hanya memiliki luas areal tembakau kurang dari satu hektar per tahun. Adapun jumlah petani tembakau di Temanggung terdata 54.300 orang dengan luasan lahan masing-masing 0,3-9,5 hektar.
Karena tidak mungkin memaksa petani beralih komoditas dan demi memenuhi kebutuhan mereka, Sumarno mengatakan, pihaknya terus berupaya melakukan pemurnian benih lokal tembakau Kemloko yang lebih tahan air.
Pengawas benih tanaman sekaligus staf di Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Temanggung, Dadi Riswanto, mengatakan, Pemkab Temanggung berhasil membuat varian bibit Kemloko 1-6. Bibit itu cukup tahan genangan air.
Namun, bibit ini masih akan diperbaiki lagi. ”Kami akan terus berupaya agar bibit pemurnian yang dihasilkan bisa lebih kuat, semakin tahan terhadap kondisi cuaca dan genangan air,” ujarnya.
Tembakau kini tidak lagi sepenuhnya menjadi idola.
Upaya pemurnian benih sudah dilakukan lebih dari 10 tahun lalu. Selain untuk memenuhi kebutuhan petani, ini dilakukan untuk kembali mengangkat bibit lokal Kemloko yang saat ini cenderung dilupakan karena petani banyak menanam jenis bibit lainnya. Bibit tersebut bisa didapatkan petani secara gratis.
Tuhar, petani tembakau asal Kecamatan Kledung, mengatakan, yang lebih mendorong antusiasme dan semangat petani untuk bertani tembakau sebenarnya adalah harga dari pabrik rokok.
”Karena selama empat tahun terakhir harga tembakau terus turun, banyak petani kini melakukan tumpang sari tembakau bersama tanaman lainnya. Tembakau kini tidak lagi sepenuhnya menjadi idola,” ujarnya.
Tuhar, yang pernah menjabat sebagai Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kecamatan Kledung, mengatakan, faktor cuaca memang menjadi kendala. Biasanya petani menyiasati dengan memajukan atau memundurkan jadwal tanam saja. Ketika cuaca buruk dan produksi berkurang, harga tembakau biasanya naik.
Namun, yang terjadi saat ini, harga tembakau cenderung terus turun. Jika biasanya Tuhar mampu mendapatkan harga tertinggi Rp 120.000 per kilogram (kg), tahun lalu dia hanya mendapatkan harga tertinggi Rp 60.000 per kg.
Biasanya, menurut dia, alasan utama petani menanam tembakau adalah karena tidak cukupnya persediaan air irigasi di musim kemarau. Menyikapi kondisi tersebut, Tuhar membangun embung mini untuk menampung air hujan. Air tersebut akan digunakan untuk menanam hortikultura pada musim kemarau nanti.