Hendak ke Timor-Leste, 8 Warga Pakistan Dicegah Petugas Imigrasi
Warga negara asing asal Pakistan yang dideportasi diharuskan segera keluar dari Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
ATAMBUA, KOMPAS — Sebanyak delapan warga negara asing (WNA) asal Pakistan yang hendak menyeberang ke Timor-Leste dicegah petugas imigrasi di Atambua, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. Mereka dianggap melanggar aturan keimigrasian sebab sebelumnya sudah dideportasi dan diharuskan keluar dari Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta.
Kepala Kantor Imigrasi Atambua KA Halim pada Rabu (28/12/2022) mengatakan, delapan orang itu terdiri dari satu keluarga. Mereka, antara lain, ialah Sher Ali, Kaniz Fatima Batool, Umul Banin, Sahar Batool, Zainab Ali, Ruqiah Sher, Zahra Batool, dan Mohammed Mehdi.
Rombongan yang dipimpin Sher Ali itu dicegah di Pos Lintas Batas Negara Terpadu Motaain. Pencegahan dilakukan setelah sistem data dan informasi menyebutkan bahwa mereka dalam status deportasi dan hanya diperbolehkan keluar Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta.
Pemberitahuan mengenai itu tertulis dalam surat dari Direktorat Jenderal Imigrasi dengan IMI.5-GR.03.08-06983 tertanggal 23 Desember 2022. Perihal surat tersebut adalah pengawasan terhadap keberangkatan WNA atas nama Sher Ali dan rombongan.
”Sebelumnya mereka sudah dideportasi karena melanggar aturan keimigrasian. Oleh Direktorat Imigrasi, mereka hanya diperbolehkan ke luar lewat tempat pemantauan imigrasi di Bandara Soekarno-Hatta. Di luar itu tidak diizinkan,” kata Halim.
Selama di Indonesia, mereka tinggal di Bogor, Jawa Barat. Mereka menggunakan visa tinggal terbatas elektronik C314 dan C317 yang diajukan dari luar negeri dengan tujuan penanaman modal dan penyatuan keluarga.
Sher kepada petugas Imigrasi menuturkan, mereka memilih menyeberang ke Timor-Leste karena alasan biaya. Setelah tiba di Timor-Leste, mereka akan masuk lagi ke Indonesia. Mereka dideportasi karena tinggal di Indonesia melebihi batas waktu.
Kami selalu berharap ada kelonggaran bagi kami yang tidak punya paspor. Urus paspor mahal, dan tidak semua kami punya uang.
Setelah mendapat peringatan harus sudah keluar dari Indonesia paling lama tujuh hari terhitung mulai 23 Desember 2022, Sher bersama rombongan menggunakan pesawat dari Jakarta ke Kupang. Selanjutnya, mereka menyewa mobil dari Kupang ke Motaain.
Alasan mereka memilih Timor-Leste adalah biaya hidup dan akomodasi di Timor-Leste lebih murah ketimbang negara tetangga, seperti Singapura atau Malaysia. Mereka hanya sebentar di Timor-Leste, kemudian masuk lagi ke Indonesia.
Warga perbatasan
Pascameredanya pandemi Covid-19, aktivitas pelintasan di perbatasan antara Indonesia dan Timor-Leste semakin ramai. Pelaku pelintasan didominasi warga yang tinggal di perbatasan kedua negara tersebut. Mereka bepergian untuk urusan keluarga, seperti kedukaan, pernikahan, dan upacara adat.
Warga perbatasan yang sama-sama berbahasa Tetun itu terikat dalam budaya yang sama. ”Kami selalu berharap ada kelonggaran bagi kami yang tidak punya paspor. Urus paspor mahal, dan tidak semua kami punya uang,” kata Oktavianus Lelo (50), warga perbatasan.
Saat ini, proses pengurusan paspor memakan biaya Rp 350.000 per orang. Namun, bagi masyarakat yang tinggal dalam radius 10 kilometer dari garis batas, mereka diberi fasilitas berupa pas lintas batas yang pengurusannya tanpa dipungut biaya.