Konflik Keraton Surakarta, Ganjar Serukan Dua Kubu Duduk Bersama
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo meminta dua kubu yang berkonflik di Keraton Surakarta bisa duduk bersama untuk menyelesaikan persoalan. Upaya menjalin perdamaian itu penting agar konflik tersebut tak berkepanjangan.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Konflik internal di Keraton Surakarta, Kota Surakarta, Jawa Tengah, masih belum mereda. Sejumlah pihak mendorong agar kedua kubu yang berselisih paham bisa duduk bersama untuk menyelesaikan persoalan dan berdamai.
Seruan agar kedua pihak berdamai itu antara lain disampaikan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. Ganjar mengaku terus memantau perkembangan terkait konflik di Keraton Surakarta.
Ganjar juga mengaku sudah berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait di Keraton Surakarta dan menyampaikan saran supaya pihak yang berselisih paham bisa duduk bersama.
”Saya berharap, ayo dong ada inisiator dari keluarga keraton untuk duduk bersama, dirembuk bareng karena ini problem keluarga. Kalau ditarik-tarik keluar dan melibatkan orang-orang luar pasti akan jauh lebih lama urusannya,” kata Ganjar di Semarang, Senin (26/12/2022).
Kepolisian Daerah Jateng juga turut menyuarakan agar rekonsiliasi di Keraton Surakarta bisa segera dilakukan. Pihak kepolisian bersama dengan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka juga disebut telah membahas dorongan agar kedua pihak yang berselisih segera berdamai. Dengan begitu, konflik yang terjadi tidak berkepanjangan.
”Permasalahan yang terjadi ini merupakan masalah internal Keraton Surakarta. Kami berharap segera ada penyelesaian tuntas yang bisa diterima pihak-pihak yang terlibat,” ucap Kepala Bidang Humas Polda Jateng Komisaris Besar M Iqbal Alqudusy.
Saya berharap, ayo dong ada inisiator dari keluarga keraton untuk duduk bersama, dirembuk bareng karena ini problem keluarga. (Ganjar Pranowo)
Seruan dari pihak-pihak luar agar segera ada perdamaian telah didengar oleh Keraton Surakarta. Namun, kubu Raja Keraton Surakarta Pakubuwono XIII menyebut kedua pihak yang berselisih sebenarnya sudah membuat surat perjanjian perdamaian pada tahun 2017.
”Soal mediasi, tanggapan kami sederhana, sudah ada surat perjanjian perdamaian di tahun 2017. Itu mengikat semua pihak. Kita kembali ke situ saja, sudah damai, ya, damai saja. Itu dijalankan,” ujar Wakil Pengageng Sasana Wilapa Keraton Surakarta Kanjeng Raden Aryo Dani Nur Adiningrat.
Menurut Dani, dalam surat perjanjian perdamaian itu sudah ada pengakuan bersalah dari sejumlah pihak karena telah merongrong kewibawaan Pakubuwono XIII. Dia menambahkan, pihak-pihak yang mengaku bersalah itu juga memohon pengampunan.
Selain itu, mereka juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Dani menuturkan, jika perbuatan tersebut diulangi kembali, mereka mengaku siap dituntut secara hukum dan adat.
Dani mengungkapkan, apa yang dilakukan sejumlah sentana dalem atau kerabat keraton belakangan ini telah melanggar perjanjian perdamaian tahun 2017. Salah satu tindakan yang dinilai melanggar itu adalah menggelar pergantian nama anak laki-laki tertua Pakubuwono XIII Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Mangkubumi tanpa perintah dari sang raja.
”Pihak-pihak yang tidak menaati perjanjian itu sudah kami identifikasi. Langkah (penuntutan) baik secara adat maupun hukum kami pertimbangkan,” ujarnya.
Selama beberapa tahun terakhir, Keraton Surakarta memang mengalami konflik internal antara kubu Pakubuwono XIII dan Lembaga Dewan Adat Keraton Surakarta yang dipimpin oleh putri Pakubuwono XII, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Wandansari atau Gusti Moeng. Konflik itu memanas lagi setelah adanya dugaan pencurian di Keraton Surakarta pada Sabtu (17/12/2022).
Setelah munculnya isu pencurian itu, putri Pakubuwono XIII, yakni GKR Timoer Rumbai, dilaporkan ke polisi karena diduga menampar seorang sentana dalem. Selama ini, GKR Timoer Rumbai dikenal memihak Gusti Moeng dalam konflik internal keraton. Setelah adanya isu pencurian, Gusti Moeng dan beberapa kerabat lainnya juga bisa masuk dan kembali beraktivitas di keraton.
Tensi konflik tersebut kian meningkat pada Jumat (23/12/2022) malam. Saat itu, terjadi bentrok dua kubu yang berseteru di area dalam keraton. Bentrokan bermula dari kedatangan rombongan abdi dalem Pakubuwono XIII yang berencana menutup sejumlah pintu demi alasan keamanan.
Namun, tiba-tiba terjadi gesekan yang mengakibatkan jatuhnya korban luka dari kedua belah pihak. Pemicu bentrokan masih dalam penyelidikan aparat kepolisian.
Penodongan
Dalam bentrokan pada Jumat malam lalu disebut ada penodongan senjata yang dilakukan oleh seorang polisi kepada Bendara Raden Mas Surya Mulya, cucu Pakubuwono XIII. Dugaan penodongan senjata itu kemudian dilaporkan ke kepolisian oleh Gusti Raden Ayu (GKRAy) Devi Lelyana Dewi yang merupakan putri Pakubuwono XIII.
”Kami sudah menyiapkan saksi yang menyaksikan penodongan itu. Alat bukti pendukung, termasuk hasil visum, juga sudah disertakan. Mudah-mudahan laporan kami ditindaklanjuti,” tutur Raden Reza, kuasa hukum GKRAy Devi.
Reza menyebut, kliennya masih menunggu hasil pemeriksaan. Ke depan, laporan juga akan dibuat kepada Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Jateng.
Namun, Komisaris Besar M Iqbal Alqudusy membantah adanya anggota Polda Jateng yang melakukan penodongan menggunakan senjata api. Menurut Iqbal, anggota Polri yang berada di keraton saat itu malah melerai pihak yang sedang berkonflik.
”Keberadaan anggota Polri di keraton berdasarkan permintaan pihak keraton kepada kepolisian. Sesuai standar operasional, tugas empat anggota polri di lingkungan keraton itu adalah berjaga,” kata Iqbal.
Kendati demikian, anggota-anggota yang berjaga malam tersebut langsung dimintai keterangan. Satu di antara mereka sempat diperiksa mendalam oleh petugas dari Bidang Propam Polda Jateng.