Konflik Keraton Surakarta Berlanjut, Calon Baru Penerus Takhta Dimunculkan
Anak laki-laki tertua dari Raja Keraton Surakarta Pakubuwono XIII, KGPH Mangkubumi, menjalani upacara penggantian nama menjadi KGPH Hangabehi. Upacara ini dinilai sebagai upaya untuk memunculkan nama baru penerus takhta.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Konflik internal di Keraton Surakarta terus berlanjut seusai terjadinya bentrokan fisik di antara dua kubu yang berselisih pada Jumat (23/12/2022) malam. Pada Sabtu (24/12/2022) ini, sejumlah kerabat keraton yang tergabung dalam Lembaga Dewan Adat Keraton Surakarta menggelar upacara pergantian nama anak laki-laki tertua Raja Keraton Surakarta Pakubuwono XIII, yakni Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Mangkubumi.
Dalam upacara itu, nama KGPH Mangkubumi diganti menjadi KGPH Hangabehi. Pergantian nama ini dinilai sebagai isyarat bahwa Lembaga Dewan Adat Keraton Surakarta ingin memunculkan kandidat baru penerus takhta. Padahal, beberapa bulan sebelumnya, Pakubuwono XIII telah menetapkan anaknya yang lain sebagai putra mahkota.
Upacara penggantian nama tersebut berlangsung di Siti Hinggil Keraton Surakarta, Kota Surakarta, Jawa Tengah. Acara dihadiri oleh Ketua Lembaga Dewan Adat Keraton Surakarta, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Wandansari atau yang kerap disapa Gusti Moeng, beserta abdi dalem dan sentana dalem dari lembaga tersebut.
KGPH Mangkubumi, yang telah diganti namanya menjadi KGPH Hangabehi, merupakan anak laki-laki Pakubuwono XIII dari istri keduanya, yaitu Winarti. Ia memiliki dua saudara, yakni Gusti Raden Ayu Sugih dan Gusti Raden Ayu Putri Purnaningrum.
”Ini dari kesepakatan abdi dalem dan sentana dalem. Hari ini kami alih asma (ganti nama) dari KGPH Mangkubumi menjadi KGPH Hangabehi,” kata Gusti Moeng seusai acara tersebut.
Nama Hangabehi juga digunakan oleh Pakubuwono XIII semasa muda. Saat itu, Pakubuwono XIII juga berstatus sebagai putra tertua dari Pakubuwono XII. Ia selanjutnya dilantik menjadi penerus takhta dari Keraton Surakarta.
Sementara itu, Pakubuwono XIII sudah menobatkan putra mahkotanya, yakni KGPH Purbaya, pada Februari lalu. Penobatan itu diumumkan dalam acara Tingalan Dalem Jumenengan atau upacara peringatan kenaikan takhta Pakubuwono XIII. Setelah penobatan itu, Purbaya berganti nama menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (KGPAA) Sudibyo Rojo Putro Narendro ing Mataram.
Purbaya adalah anak tunggal dari pernikahan Pakubuwono XIII dengan Asih Winarni. Pernikahan dengan Asih merupakan pernikahan ketiga sang raja. Bersamaan dengan momentum penobatan putra mahkota, Asih juga dikukuhkan menjadi permaisuri sehingga berganti nama menjadi GKR Pakubuwono XIII. Dari segi usia, Purbaya merupakan anak paling kecil dari seluruh anak yang lahir dalam tiga pernikahan sang raja.
”Dia (KGPH Hangabehi) kan memang anak laki-laki paling tua. Kalau adat itu harus urut tua (umur),” kata Gusti Moeng yang juga adik kandung dari Pakubuwono XIII.
Gusti Moeng tak memedulikan dengan adanya sosok lain yang sudah dinobatkan sebagai putra mahkota. Menurut dia, penetapan itu bisa dibatalkan demi hukum adat. Ia mengklaim, putra mahkota seharusnya dipilih dengan pertimbangan abdi dalem dan sentana dalem.
Gusti Moeng menjelaskan, nama Hangabehi memiliki arti menyeluruh. Nama itu juga disematkan pada Pakubuwono XIII semasa mudanya. Namun, Gusti Moeng enggan menjawab saat ditanyai apakah kelak KGPH Hangabehi bisa menggantikan Pakubuwono XIII dalam suksesi kelak.
”Itu Gusti Allah yang menentukan. Manusia bisa merencanakan, tetapi nanti Allah yang menentukan,” jawab Gusti Moeng singkat.
Dihubungi terpisah, dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada, Bayu Dardias, menilai, penggantian nama itu merupakan upaya dari kubu Gusti Moeng untuk memunculkan kandidat baru sebagai penerus takhta Keraton Surakarta. Namun, Bayu juga menilai, penggantian nama tersebut tidak akan berpengaruh besar terhadap proses suksesi raja di Keraton Surakarta kelak.
Apalagi, dalam upacara penggantian nama itu, tidak dilakukan penggantian gelar dari KGPH menjadi KGPAA terhadap Hangabehi. Lembaga yang mengganti nama juga dinilai tidak punya kewenangan. Sebab, dalam sistem kerajaan, raja memiliki kekuasaan yang absolut dan tidak bisa diganggu gugat. Untuk itu, kewenangan menentukan putra mahkota juga berada di tangan sang raja.
Bayu menambahkan, upacara penggantian nama itu juga menjadi indikasi bahwa Gusti Moeng, yang merupakan putri Pakubuwono XII, berupaya merebut pengaruh Pakubuwono XIII yang terkesan lemah dari segi kepemimpinan. Apalagi, konflik di antara kerabat Keraton Surakarta mengalami eskalasi beberapa hari terakhir.
”Sekali lagi (Pakubuwono XIII) kepemimpinannya lemah karena tidak mengambil posisi yang tegas. Tidak tegas dan jelas untuk isu-isu yang sebenarnya strategis. Ini (Gusti Moeng) seperti mencari-cari kesempatan. Mumpung kepemimpinannya lemah maka berusaha diguncang,” kata Bayu.
Dia (KGPH Hangabehi) kan memang anak laki-laki paling tua. Kalau adat itu harus urut tua. (Gusti Moeng)
Selama beberapa tahun terakhir, Keraton Surakarta memang mengalami konflik internal antara kubu Pakubuwono XIII dan Lembaga Dewan Adat Keraton Surakarta yang dipimpin Gusti Moeng. Konflik itu memanas lagi setelah adanya dugaan pencurian di Keraton Surakarta pada Sabtu (17/12/2022).
Setelah munculnya isu pencurian itu, putri Pakubuwono XIII, GKR Timoer Rumbai, dilaporkan ke polisi karena diduga menampar seorang sentana dalem. Selama ini, GKR Timoer Rumbai dikenal memihak Gusti Moeng dalam konflik internal keraton. Setelah adanya isu pencurian, Gusti Moeng dan beberapa kerabat lainnya juga bisa masuk dan kembali beraktivitas di keraton.
Tensi konflik tersebut kian meningkat pada Jumat malam. Saat itu, terjadi bentrok dua kubu yang berseteru di area dalam keraton. Bentrokan bermula dari kedatangan rombongan abdi dalem Pakubuwono XIII yang berencana menutup sejumlah pintu demi alasan keamanan.
Namun, tiba-tiba terjadi gesekan yang mengakibatkan jatuhnya korban luka dari kedua belah pihak. Pemicu bentrokan masih dalam penyelidikan aparat kepolisian.