Pemerintah daerah harus segera memitigasi kenaikan harga komoditas pangan pada masa Natal dan Tahun Baru dalam upaya pengendalian inflasi. Terdapat empat bahan pangan yang berpotensi naik harganya.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Harga beberapa komoditas pangan berpotensi naik pada masa Natal dan Tahun Baru sehingga memicu inflasi. Pemerintah daerah harus segera memitigasinya dengan perluasan kerja sama antardaerah serta gerakan pangan murah agar harga bahan pangan yang wajar masih bisa dijangkau oleh masyarakat yang membutuhkan.
Deputi I Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional I Gusti Ketut Astawa menyebutkan, setidaknya ada empat komoditas pangan yang harus diwaspadai memicu inflasi karena harganya berpotensi naik pada masa Natal dan Tahun Baru, yaitu beras, telur ayam, cabai, dan daging ayam. Ketersediaan dan harga keempat komoditas pangan itu harus terus dipantau agar inflasi pangan bisa dikendalikan.
Dia mengatakan, kalau problemnya tidak terlalu besar dan bisa diselesaikan oleh kabupaten/kota, maka harus segera diselesaikan di tingkat kabupaten/kota. Kalau kabupaten/kota tidak bisa mengatasinya, maka bisa diselesaikan oleh provinsi ataupun Badan Pangan Nasional.
”Walaupun hanya empat yang berpotensi naik harganya, semua komoditas tetap harus diantisipasi. Pemerintah daerah harus turun melihat ke lapangan sehingga kondisi di lapangan bisa dimitigasi,” kata Ketut dalam kegiatan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) Regional Kalimantan di Gedung Sultan Suriansyah, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Senin (12/12/2022).
Menurut Ketut, pengendalian inflasi pangan harus dilakukan dari sekarang. Upaya ini menjadi pemacu untuk bergerak ke depan dalam rangka mengendalikan inflasi menjelang bulan puasa dan Idul Fitri pada 2023. ”Kita harapkan pada bulan puasa dan Idul Fitri tahun depan, masyarakat bisa memperoleh bahan pangan dengan harga yang wajar,” katanya.
Menjelang Natal dan Tahun Baru, Badan Pangan Nasional bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) berupaya menjaga stabilisasi harga pangan. Untuk itu, sudah dikeluarkan peraturan pemerintah terkait jagung, telur, dan daging ayam sehingga ada harga acuan yang wajar sebagai pedoman dalam rangka memantau posisi harga di lapangan.
Di samping itu, pemantauan ketersediaan dan harga pangan juga terus dilakukan. Begitu ada gejolak, langsung dimitigasi. Salah satunya dengan mobilisasi pangan dari daerah surplus ke daerah defisit sehingga mempercepat pengendalian harga di suatu daerah.
”Sebagai langkah ’pemadam kebakaran’, perlu dilakukan gerakan pangan murah. Pemda provinsi dan kabupaten/kota dengan anggarannya bisa melakukan gerakan pangan murah untuk mengendalikan harga dan memastikan harga-harga yang wajar masih bisa diperoleh masyarakat,” ujar Ketut.
Ketut menambahkan, penguatan sarana dan prasarana untuk memperpanjang usia simpan bahan pangan perlu dilakukan sebagai upaya jangka panjang. Selain itu, juga memperkuat cadangan pangan untuk menghadapi situasi bencana alam, bantuan sosial, dan menahan gejolak harga.
”Ketika pemerintah tidak memiliki cadangan pangan yang kuat, di situlah spekulasi akan bergerak. Tatkala spekulasi bergerak, akan sulit mengendalikan harga. Provinsi dan kabupaten/kota juga wajib memiliki cadangan pangan daerah,” katanya.
Gubernur Kalsel Sahbirin Noor, dalam sambutan tertulis yang disampaikan Sekretaris Daerah Provinsi Kalsel Roy Rizali Anwar, mengatakan, upaya penanggulangan inflasi tidak bisa hanya dilakukan secara makro. Ini juga harus dilakukan secara mikro, yang dimulai pada lingkungan keluarga dan lingkungan sekitar. Salah satunya dengan gerakan menanam di pekarangan rumah.
Kabupaten/kota yang menjadi penyumbang inflasi tertinggi menjadi fokus lokus dalam pengendalian inflasi.
”Untuk jangka panjang, pemanfaatan lahan pekarangan melalui strategi pertanian urban dan digital perlu lebih digencarkan kembali karena bisa menjadi salah satu solusi pangan mandiri keluarga,” ujarnya.
Menurut Sahbirin, penguatan intervensi terkait pengendalian inflasi, terutama inflasi pangan, harus terus dilakukan agar inflasi dapat ditekan seminimal mungkin. Untuk itu, pemerintah provinsi sudah mengadakan operasi pasar dan pasar murah di beberapa daerah. ”Kabupaten/kota yang menjadi penyumbang inflasi tertinggi menjadi fokus lokus dalam pengendalian inflasi,” ujarnya.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalsel Wahyu Pratomo mengatakan, berbagai langkah strategis turut dilakukan oleh Kantor Perwakilan BI se-Kalimantan dalam mendukung pelaksanaan GNPIP. Ini, antara lain, melalui perluasan implementasi Kampung Hortikultura, pertanian perkotaan (urban farming), fasilitasi penyalur (offtaker) pangan, hilirisasi produk pertanian, dan penyaluran Program Dedikasi untuk Negeri pertanian digital (digital farming).
”Mengingat Pulau Kalimantan bukan merupakan wilayah sentra produksi pangan, maka setiap provinsi telah melaksanakan perluasan kerja sama antardaerah, baik antar-Kalimantan maupun di luar Kalimantan, terutama dari Jawa dan Sulawesi,” katanya.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo mengajak seluruh elemen pemerintah daerah beserta jajaran, pelaku usaha, dan petani untuk melakukan pemantauan secara rutin perkembangan produksi dan distribusi dari hulu ke hilir. Hal ini untuk membangun ketahanan pangan di wilayah Kalimantan dan sekitarnya.
”Kalimantan Selatan akan menjadi salah satu provinsi yang diandalkan dalam mendukung pasokan bahan pangan di Ibu Kota Nusantara baru sehingga langkah penguatan pengendalian inflasi, khususnya beras, perlu ditempuh dalam dimensi yang luas,” katanya.