Pernikahan Kaesang-Erina Jadi Momen Pelestarian Budaya dan Sukacita Bersama
Ribuan warga tumpah ruah di jalan menyambut kirab pernikahan putra bungsu Presiden Joko Widodo. Acara dengan rangkaian upacara adat itu juga bertujuan merawat budaya warisan leluhur.
Oleh
MEGANDIKA WICAKSONO, REGINA RUKMORINI
·4 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Rangkaian acara tasyakuran pernikahan putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, dengan Erina Gudono, di Kota Surakarta, Jawa Tengah, Minggu (11/12/2022), menjadi momen untuk menumbuhkan semangat pelestarian budaya. Acara tersebut juga memberi kesempatan bagi masyarakat dari berbagai kelas sosial untuk bersukacita bersama.
Rangkaian acara tasyakuran pernikahan Kaesang-Erina diawali dengan upacara adat ngunduh mantu di Loji Gandrung yang merupakan rumah dinas Wali Kota Surakarta. Dalam upacara adat itu, tampak Presiden Joko Widodo hadir bersama dengan Ibu Negara Iriana Joko Widodo beserta anak dan menantunya.
Presiden bersama keluarganya terlihat datang lebih dulu ke Loji Gandrung. Sementara itu, Kaesang dan Erina datang kemudian beserta keluarga pengantin perempuan. Dalam rombongan itu, tampak ibunda Erina, Sofiatun Gudono, beserta putra-putrinya.
Acara lalu diawali dengan upacara pasrah panampi boyong temanten. Dalam upacara itu, perwakilan keluarga Erina menyerahkan kedua mempelai kepada perwakilan keluarga Kaesang. Sesudahnya, acara berlanjut dengan upacara adat gepyokan dan minum air zam-zam serta pengalungan ronce bunga melati kepada Kaesang-Erina.
Presiden dan Nyonya Iriana kemudian memakaikan kain sindur kepada pasangan pengantin yang menjadi simbol purwaning dumadi, yakni permulaan atau asal-usul hidup. Setelah itu, Presiden dan Nyonya Iriana mengantar Kaesang-Erina ke pelaminan. Acara kemudian dilanjutkan dengan rangkaian upacara adat lainnya.
Presiden menyebut, acara ngunduh mantu itu sekaligus untuk nguri-uri atau merawat kebudayaan. ”Kami ngunduh mantu Kaesang Pangarep dan Erina Sofia Gudono sekaligus nguri-uri kabudayan, merawat kebudayaan, memelihara kebudayaan,” kata Presiden saat menyampaikan keterangan di Loji Gandrung.
Presiden menyatakan, kebudayaan merupakan warisan para leluhur sehingga harus dilestarikan. ”Oleh sebab itu, mengenalkan budaya kita adalah wajib. Mencintai budaya kita juga sebuah kewajiban kita bersama,” tutur Presiden.
Presiden menambahkan, kecintaan kepada budaya harus terus ditunjukkan. Hal ini agar identitas kebudayaan yang dimiliki masyarakat Indonesia bisa muncul.
”Kecintaan pada budaya harus kita tunjukkan agar identitas budaya kita muncul kembali dan karakter budaya kita juga semakin kita mencintai,” kata Presiden.
Setelah ngunduh mantu di Loji Gandrung, acara dilanjutkan dengan kirab menggunakan kereta kuda. Selain Kaesang-Erina, kirab juga diikuti Presiden dan Nyonya Iriana beserta anak dan menantu lain. Kirab itu berakhir di Pura Mangkunegaran yang menjadi lokasi tasyakuran.
Menurut Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara X, yang merupakan pemimpin di Kadipaten Mangkunegaran, tasyakuran pernikahan Kaesang-Erina merupakan momen kebudayaan yang sangat penting. Sebab, dalam acara tersebut, berbagai ragam tradisi budaya bisa ditampilkan kepada masyarakat luas.
”Ini kesempatan yang sangat baik, bagaimana kebudayaan bisa diangkat, bisa diperkenalkan kepada masyarakat yang sangat luas, bahkan seluruh Indonesia melihat ini,” katanya.
Kirab pernikahan Kaesang-Erina dimeriahkan oleh kehadiran ribuan warga yang tumpah ruah di sepanjang jalan utama Surakarta. Di antara lautan manusia itu, ada Rani (61) yang berasal dari Bandung, Jawa Barat.
Rani sebenarnya datang ke Surakarta untuk berkunjung ke Masjid Raya Sheikh Zayed yang baru diresmikan bulan lalu. Namun, saat mengetahui ada kirab dalam rangka ngunduh mantu Kaesang-Erina, dia tak menyia-nyiakan kesempatan untuk menyaksikan acara tersebut.
Bersama sejumlah temannya, Rani juga berfoto-foto dengan petugas pengawal kirab yang mengenakan beskap dan belangkon. ”Luar biasa kirabnya. Jadi kayak lautan manusia di sini,” tuturnya.
Antusiasme juga ditunjukkan Miduk (57), warga Desa Banaran, Kabupaten Sukoharjo, Jateng. Berangkat dari rumahnya pukul 05.30, dia tak mau kehilangan momen menyaksikan kirab Kaesang-Erina. Sebab, saat pernikahan dua anak Presiden Joko Widodo sebelumnya, yakni Gibran Rakabuming Raka dan Kahiyang Ayu, Miduk tak sempat menyaksikan secara langsung.
”Rasanya senang karena warga bisa ikut menikmati hajatan Pak Jokowi ini,” ujar Miduk yang mengajak cucunya berusia 9 tahun untuk melihat kirab.
Selama pelaksanaan kirab, kegiatan hari bebas kendaraan bermotor (car free day/CFD) di sejumlah jalan utama Surakarta tetap digelar. Para pedagang yang biasa berjualan di CFD pun tetap diperbolehkan menjajakan dagangannya saat kirab.
”Alhamdulilah masih tetap boleh jualan ini meskipun ada kirab keluarganya Pak Presiden,” kata Purwanto (42), penjual arum manis.
Suasana kirab makin terasa semarak dengan hadirnya sembilan panggung hiburan yang diisi penampilan para seniman lokal. Selain itu, panitia juga menyiapkan makanan gratis yang bisa dinikmati warga di sepanjang rute kirab.
Kebahagiaan juga dirasakan kusir andong dan tukang becak yang diminta mengantar para tamu tasyakuran Kaesang-Erina dari lokasi parkir ke Pura Mangkunegaran.
Kecintaan pada budaya harus kita tunjukkan agar identitas budaya kita muncul kembali dan karakter budaya kita juga semakin kita mencintai.
Salah seorang kusir andong, Sukono (53), mengaku berangkat dari rumahnya di Kabupaten Klaten, Jateng, pada pukul 03.00. Dia sampai di lokasi parkir di Stadion Manahan pukul 06.00.
”Semalaman saya tidak tidur karena mulai menghias andong pukul 22.00 dan baru selesai pukul 03.00 pagi,” kata Sukono.