Jokowi Kunjungi Penyintas Gempa Cianjur Ketiga Kalinya, Sederet Masalah Menanti
Presiden Jokowi kembali mengunjungi penyintas gempa Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, untuk ketiga kalinya. Masalah distribusi logistik hingga relokasi pun menanti penyelesaian.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·5 menit baca
CIANJUR, KOMPAS — Presiden Joko Widodo rencananya kembali mengunjungi penyintas gempa di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, untuk ketiga kalinya, Senin (5/12/2022). Sederet masalah pun menanti penyelesaian, mulai dari distribusi logistik hingga relokasi penyintas.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas, Jokowi bakal mengunjungi penyintas gempa di sejumlah posko pengungsian dan mengecek fasilitas publik yang rusak akibat gempa bermagnitudo 5,6 pada Senin (21/11/2022). Presiden juga akan memantau lahan relokasi di Kampung Sirnagalih, Kecamatan Cilaku.
Sebelumnya, presiden memantau langsung penanganan dampak gempa Cianjur dua kali. Selasa (22/11/2022), presiden meninjau lokasi longsor di Cugenang dan menyampaikan belasungkawa kepada korban. Jokowi juga menginstruksikan penyelamatan dan evakuasi korban tertimbun.
Dua hari berikutnya, Kamis (24/11/2022), presiden kembali ke Cianjur. Presiden juga menegaskan komitmen pemerintah memberikan bantuan senilai Rp 50 juta untuk penyintas yang rumahnya rusak berat, Rp 25 juta untuk rumah rusak sedang, dan Rp 10 juta bagi yang rusak ringan.
Namun, hingga Minggu (4/12/2022), belum satu pun penyintas menerima bantuan itu. Pemerintah kabupaten dan sejumlah instansi masih memvalidasi jumlah rumah terdampak. Hasil survei sementara, tercatat 8.161 rumah rusak berat, 11.210 rusak sedang, dan 18.469 rusak ringan.
Jaenudin (56), warga Kampung Gintung, Desa Mangunkerta, Cugenang, berharap bantuan bagi rumah rusak segera cair. Tempat tinggalnya seluas 90 meter persegi dengan dua tingkat ambruk, tak bisa dihuni. ”Ini rusak parah. Mudah-mudahan ada bantuan dan uangnya utuh,” ujarnya.
Apalagi, ia menilai, bantuan Rp 50 juta untuk warga, yang rumahnya rusak berat akibat gempa, tidak cukup. Biaya pembangunan rumahnya saja dulunya mencapai Rp 250 juta. Meski demikian, Jaenudin yang tinggal bersama enam anggota keluarganya tetap berharap bantuan itu.
Wawan, Ketua RT 004 RW 008 Desa Mangunkerta, mempertanyakan indikator penentuan kategori rumah rusak ringan hingga berat. Menurut dia, dari 96 rumah di kampungnya, hanya enam rumah yang masih bisa dihuni. Ia khawatir, persepsi warga dan pemerintah soal rumah rusak berbeda.
”Pemulihan gempa enggak bakal beres secepatnya. Namun, mudah-mudahan jangan terlalu lama di sini (pengungsian),” ujar Wawan yang mengungsi di tenda bersama sekitar 800 warga. Posko di lapangan itu beralaskan terpal, punya dapur umum, dan pos kesehatan.
Lebih dari sepekan setelah gempa, sejumlah penyakit juga bermunculan di tempat pengungsian. Sebanyak 5.367 pengungsi, misalnya, menderita infeksi saluran pernapasan akut. Sebanyak 705 warga juga diare, 2.078 warga hipertensi, dan 2.900 pengungsi mengalami gastritis atau mag.
Risiko penularan penyakit di pengungsian membuat warga minggat ke rumah kerabatnya di luar Cianjur atau mengontrak rumah di kota. Ketua RT 003 RW 001 Desa Cikedil, Kecamatan Cugenang, Naih Atikah, misalnya, menyewa rumah sekitar 15 kilometer dari tempat asalnya.
”Sebulan saya kontrak Rp 850.000. Kamar mandinya cuma satu. Padahal, ada belasan orang tinggal. Kalau di pengungsian, saya khawatir karena ada tiga anggota keluarga yang sakit,” ujarnya. Niah mengontrak rumah sembari menunggu kejelasan relokasi oleh pemerintah.
Tempat relokasi untuk penyintas gempa Cianjur berada di Kampung Sirnagalih, Kecamatan Cilaku, yang masih daerah kota atau sekitar 5,2 kilometer dari Kantor Bupati Cianjur. Letaknya juga sekitar 15 kilometer dari Cugenang, kecamatan paling terdampak gempa.
Di lahan seluas 2,6 hektar itu, pemerintah tengah membangun rumah tahan gempa dengan teknologi panel struktur instan sederhana sehat. Menurut rencana, di tempat itu pemerintah mendirikan 200 rumah bertipe 36 lengkap dengan reservoir, balai RW, dan taman bermain.
Akan tetapi, Naih mempertanyakan akses pekerjaan bagi warga yang akan direlokasi. Sebab, warga Cugenang umumnya merupakan petani, buruh, dan pedagang. Keluarganya, misalnya, berjualan di depan sekolah dasar yang kini ambruk dihantam gempa.
Persoalan lainnya, tempat relokasi hanya berjarak sekitar 200 meter dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pasir Sembung. Gunungan sampah tampak dari lahan relokasi itu. Aroma tak sedap juga tercium, apalagi saat terbawa angin.
Sekretaris Daerah Kabupaten Cianjur Cecep Alamsyah mengatakan, pemkab akan mencari solusi atas persoalan TPA di dekat lahan relokasi. ”Kami akan rekayasa sehingga tidak jadi gangguan bagi pengungsi. Kami sudah rencanakan pemindahan TPA itu,” ujarnya.
Birokrasi yang rumit kemarin sudah tidak ada lagi. Tidak usah tanda tangan RT sampai kepala desa.
Warga yang rumahnya rusak berat akan menempati hunian tetap di Sirnagalih. Pihaknya juga tengah mengkaji lahan relokasi di Kecamatan Mande sekitar 30 hektar. ”Sambil menunggu hunian tetap, warga akan diberi Rp 500.000 per keluarga untuk kontrakan,” katanya.
Saat ini, kata Cecep, pihaknya masih mendata jumlah calon penerima bantuan uang kontrakan itu dan hunian tetap. Pihaknya belum bisa memperkirakan target rampungnya tempat relokasi. Ia juga memastikan, pendataan kerusakan rumah menggunakan sistem teruji dari pemerintah pusat.
Selain bantuan rumah rusak dan relokasi, persoalan lainnya dalam penanganan gempa Cianjur adalah distribusi logistik yang belum merata. Bupati Cianjur Herman Suherman mengakui, bantuan di posko di pinggir jalan sudah menumpuk, sedangkan di bagian terpencil masih kurang.
Ia mengimbau masyarakat yang ingin membantu korban gempa agar menyalurkannya ke pusat pengumpulan logistik di Kantor Bupati Cianjur, Polres Cianjur, dan Komando Distrik Militer 0608/Cianjur. Ia memastikan bantuan akan disalurkan secara bertahap dan tepat sasaran.
Dengan begitu, masyarakat tidak lagi perlu menyalurkan bantuan ke lokasi yang jalurnya sempit, hanya berkisar 4-6 meter. Kondisi ini dapat menyebabkan kemacetan dan penyaluran bantuan yang tidak merata.
Penyintas gempa juga dapat mengajukan permintaan logistik ke Gedung Wanita Bale Rancage di Jalan Siliwangi dan Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah Cianjur. ”Birokrasi yang rumit kemarin sudah tidak ada lagi. Tidak usah tanda tangan RT sampai kepala desa,” ujarnya.
Bantuan tepat sasaran penting bagi 114.683 pengungsi di 494 titik. Sejumah penyintas berharap, kedatangan Presiden Jokowi ketiga kalinya di Cianjur dapat mempercepat penyelesaian berbagai masalah itu. Apalagi, 334 nyawa melayang dan 8 orang masih dalam pencarian akibat gempa.