Kabupaten Gunungkidul Intensifkan Pemantauan Air Sungai
Di tengah kondisi tingginya intensitas hujan, Kabupaten Gunungkidul melakukan upaya antisipasi dampak bencana dengan pemantauan ketinggian air sungai.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
GUNUNGKIDUL, KOMPAS — Saat turun hujan dalam intensitas tinggi, Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, berupaya meningkatkan kesiapsiagaan dengan memantau ketinggian air sungai secara intensif. Pemantauan dilakukan demi mengantisipasi dampak dari banjir yang berpotensi terjadi ketika air sungai meluap.
Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Gunungkidul Subarno mengatakan, pemantauan ketinggian air sungai sebagai bagian dari antisipasi dampak kebencanaan dilakukan dengan melibatkan lebih dari 30 komunitas siaga bencana.
”Ketika turun hujan lebih dari tiga jam, maka kami bersama komunitas-komunitas tersebut akan langsung melakukan pemantauan air sungai dan meningkatkan kewaspadaan,” ujarnya, Rabu (30/11/2022).
Pemantauan terutama dilakukan pada air Sungai Oya, yang merupakan sungai terbesar dan terpanjang di Kabupaten Gunungkidul. Luapan sungai ini biasanya juga memberikan dampak paling luas pada daerah permukiman, jalan, dan areal pertanian.
Pada Rabu (30/11/2022), hujan dengan intensitas tinggi turun sejak dini hari sekitar pukul 01.00 hingga pukul 07.00. Hal ini memicu terjadinya banjir dan tanah longsor di sejumlah daerah di Kabupaten Gunungkidul.
Berdasarkan data pantauan yang disusun hingga Rabu siang, banjir dari luapan Sungai Branjang di Karangmojo bahkan menghanyutkan dua siswa SMK yang saat itu sedang melintas di jembatan. Sempat terseret ke areal persawahan yang berjarak sekitar 200 meter dari jembatan, dua siswa ditemukan selamat karena berpegangan pada pohon.
Banjir juga merendam satu rumah milik warga di Karangmojo dan merendam empat rumah warga di Susukan, Genjahan, Ponjong. Bangunan TK/PAUD di daerah Rongkop dan perkampungan warga di Pringluwang, Bedoyo, Ponjong, juga terendam banjir.
Selain banjir, tingginya intensitas hujan juga memicu bencana longsor di delapan lokasi. Selain merobohkan talud di empat lokasi, longsor di empat lokasi lainnya merusak rumah semi permanen milik warga, dan mengancam kandang ternak.
Derasnya hujan juga membuat sebagian bangunan SD Negeri Sendangsari, Kepil, Patuk, roboh. Namun, tidak ada korban dalam kejadian ini.
Hujan yang terus turun hampir setiap hari, menurut dia, berpotensi menimbulkan beragam bencana. Baik saat di rumah maupun di jalan, setiap warga diminta untuk terus meningkatkan kewaspadaan, harus berhati-hati, terutama saat melintasi jembatan.
Ketua Program Magister Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta Eko Teguh Paripurno mengatakan, banjir yang kerap terjadi di Kabupaten Gunungkidul selama beberapa tahun terakhir dipicu oleh kemampuan penyerapan air dalam karst di wilayah ini yang sudah semakin berkurang.
”Kecepatan penyerapan air ke dalam pegunungan karst di wilayah ini lebih lambat dibandingkan laju air yang mengalir di atasnya. Kondisi ini pada akhirnya mendorong terjadinya genangan atau aliran di permukaan tanah saja,” ujarnya.
Kendala penyerapan air dalam tanah ini juga serupa dengan pemicu banjir di lahan nonkarst.
Sebagian besar wilayah Kabupaten Gunungkidul terdiri atas pegunungan karst. Kemampuan penyerapan air yang kian berkurang ini, menurut dia, terjadi akibat adanya pengupasan lahan dan ketiadaan vegetasi di atas pegunungan karst yang dipicu aktivitas penambangan dan beragam aktivitas masyarakat lainnya.