Sekadar Penegakan Hukum Tidak Cukup Mencegah Maraknya Tawuran Pelajar di Medan
Maraknya tawuran pelajar SMK dan SMA di Sumut tak bisa diatasi hanya dengan penegakan hukum. Perlu penguatan institusi sosial seperti sekolah, keluarga, dan agama yang dinilai telah melemah dalam membangun karakter anak.
Oleh
NIKSON SINAGA
·2 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Maraknya tawuran pelajar dan sikap arogan siswa SMK/SMA di Sumatera Utara tidak bisa hanya diatasi dengan penegakan hukum. Butuh peran berbagai pihak, seperti sekolah, keluarga, dan pemuka agama, untuk ikut serta memperkuat karakter anak.
”Fenomena tawuran pelajar dan sikap anak sekolah yang semakin arogan menunjukkan kegagalan institusi sosial. Tidak hanya sekolah, tetapi juga institusi keluarga dan agama,” kata sosiolog Universitas Sumatera Utara, Hadriana Marhaeni Munthe, Senin (28/11/2022).
Dalam beberapa waktu terakhir ini, arogansi siswa SMK marak terjadi di Sumut. Setelah perayaan Hari Guru, Jumat (25/11/2022), seorang pelajar SMK Negeri 9 tewas dibacok siswa sekolah lain di Medan. Di hari yang sama, dua siswa terluka parah dibacok oleh konvoi siswa lain di Serdang Bedagai.
Di Tapanuli Selatan, enam siswa ditangkap karena menganiaya seorang nenek. Mereka juga membagikan rekaman video di media sosial saat berkonvoi dengan sepeda motor.
Marhaeni mengatakan, fenomena sosial ini tidak cukup diselesaikan hanya dengan penegakan hukum bagi para pelaku. Selain penegakan hukum, sangat perlu dilakukan penguatan institusi sosial untuk memperbaiki kekacauan sosial ini.
”Sekolah saja tidak bisa menyelesaikan kekacauan sosial ini. Perlu perbaikan institusi sosial mulai dari hulu sampai hilir,” kata Marhaeni.
Marhaeni menyebut, kejahatan yang dilakukan kelompok pelajar tentu tidak bermotif ekonomi atau motif lain yang umum dilakukan orang dewasa. Tindakan itu biasanya dilakukan untuk mengekspresikan diri dalam ruang sosialnya. Karena itu, fenomena ini juga menunjukkan bahwa mereka tidak diberi ruang sosial yang memadai dalam keluarga, agama, dan sekolah.
Lima tersangka
Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Medan Komisaris Besar Valentino Alfa Tatareda mengatakan sudah menangkap lima penganiaya siswa SMK Negeri 9, Eko Farid Azam (16), hingga tewas. Semuanya adalah siswa SMK Eka Prasetya Medan.
SDA adalah siswa yang membacok korban dengan celurit dan RML menganiaya dengan memukul. Sedangkan KES, JSS, dan ALN adalah yang membawa, menyimpan, dan membuang celurit.
”Melihat fenomena ini, kami bersama pemerintah daerah akan melakukan pembinaan ke sekolah-sekolah untuk mencegah aksi tawuran,” kata Valentino.
Kepala Dinas Pendidikan Sumut Asren Nasution sangat menyesalkan tawuran yang menelan korban jiwa. ”Kami akan mengkaji serius peristiwa ini. Kami akan merumuskan langkah ke depan agar kejadian ini tidak terjadi lagi,” kata Asren.
Asren mengatakan, ia dan seluruh jajarannya, khususnya Kepala Bidang SMK dan SMA, Kepala Cabang Dinas, dan para kepala sekolah SMK dan SMA di Sumut, akan mencari solusi agar tawuran tidak terjadi lagi. Penguatan pendidikan karakter dinilai perlu dilakukan untuk mencegah hal serupa.