Mengenal Sejarah Sambil Wisata di Museum Jenderal Soedirman Purwokerto
Berkunjung ke museum menjadi pilihan menarik untuk belajar sekaligus bermain. Di Museum Panglima Besar Jenderal Soedirman Purwokerto, anak-anak bisa bermain sekaligus mengenal sejarah.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
Angin sepoi membelai dedaunan di bantaran Sungai Logawa. Gemericik arusnya bersahutan dengan kicau burung yang sesekali diselingi deru kendaraan yang berlalu lalang di jalur Purwokerto-Ajibarang. Tawa anak-anak berbaur riang di sekitar taman seluas 1,8 hektar di mana di tengahnya berdiri sebuah museum dengan patung sosok Panglima Besar Jenderal Soedirman yang gagah menunggang kuda.
Di dalam bangunan museum yang berbentuk ruangan melingkar tersaji 22 diorama kisah perjalanan hidup Panglima Besar Jenderal Soedirman. Museum ini terletak di Jalan Patimura, Kecamatan Purwokerto Barat, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Dikisahkan, sang jenderal besar ini lahir pada 24 Januari 1916 di Dukuh Rembang, Desa Bantarbarang, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga. Beliau pun pernah mengenyam pendidikan di HIS (Hollandsch Inlandsche School) dan MULO Wiworotomo di Cilacap.
Disebutkan pula Soedirman pernah menjadi guru Muhammadiyah dan pemimpin Hizbulwathan di Cilacap. Kariernya di bidang militer dimulai saat pendidikan militer Bo-Ei Gyugun Kanbu Kyoikutai atau Pendidikan Pembela Tanah Air (PETA) pada 1944 di Bogor, Jawa Barat. Dia kemudian menjabat Daidanco atau Komandan Batalyon PETA di Kroya, Cilacap.
Sejumlah darma bakti terhadap negara dituliskan dalam riwayat sang jenderal besar. Ini, antara lain, memimpin perebutan senjata Jepang di Purwokerto (1945) dan Komandan Pertempuran merebut Kota Ambarawa (1945).
Pada 15 Januari 1947 di Yogyakarta, Presiden Soekarno melantik Jenderal Soedirman sebagai pucuk pimpinan Angkatan Perang Republik Indonesia. Salah satu kisah yang cukup menonjol adalah ketika Panglima Besar Jenderal Soedirman memimpin perang gerilya dengan ditandu akibat sakit yang dideritanya.
Di museum ini, ditampilkan pula duplikat tandu sang jenderal yang terbuat dari sebuah kursi yang diikat dengan dua buah bambu horisontal agar dapat digotong oleh empat orang. Di bagian atas kursi terdapat sebuah kain penutup untuk menghalau panas terik dan hujan.
Di depan duplikat tandu inilah banyak pengunjung menyempatkan diri untuk berfoto. Akhir hayat sang jenderal digambarkan dalam proses pemakaman militer pada 29 Januari 1950 dalam usia 34 tahun.
”Museum ini dibangun sebagai salah satu sarana edukasi lewat wisata sejarah supaya generasi muda tidak melupakan sejarah,” kata Hasto Wisnuprobo, pemandu wisata di Museum Panglima Besar Jenderal Soedirman, Minggu (27/11/2022).
Hasto menyebutkan, museum ini dibangun oleh Yayasan Serulingmas pada 1990 dan diresmikan pada 1995 lalu diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Banyumas. Museum yang buka setiap hari mulai pukul 07.15 hingga pukul 16.00 ini dalam sebulan bisa dikunjungi oleh sekitar 4.000 orang.
Sambil bermain sama anak sekaligus mengenalkan sejarah ke anak.
Tiket masuknya pun terjangkau, yaitu Rp 3.000 per orang dengan tarif parkir Rp 1.000 untuk sepeda motor dan Rp 2.000 untuk mobil. Di taman museum ini, tersedia pula beraneka permainan anak mulai dari ayunan, jungkat-jungkit, kandang hamster, juga sebuah kolam renang untuk anak.
Bahkan, di halaman depan museum ini terdapat dua Tank AMX-13 buatan Perancis tahun 1947. Selain bisa menikmati kisah-kisah sejarah sang jenderal besar, anak-anak juga bisa menaiki atau masuk ke dalam badan tank ini.
Imam (34), warga Karangpucung, Kecamatan Purwokerto Selatan, datang berkunjung ke museum itu bersama istri dan anaknya. ”Iya, ini sedang liburan. Sambil bermain sama anak sekaligus mengenalkan sejarah ke anak,” ujarnya.
Lewat berkunjung dan bermain di museum ini, diharapkan lahir semangat nasionalisme di benak generasi muda. Kiranya jiwa patriotisme dan kegigihan Panglima Besar Jenderal Soedirman yang rela mengorbankan jiwa-raganya untuk negara jadi teladan bagi para generasi bangsa Indonesia.