Sebagian penyintas Cianjur, Jawa Barat, enggan berdiam diri. Mereka berkarya meski dalam duka.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA, AGUIDO ADRI
·5 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Dapur umum pengungsi musibah longsor di Cijedil, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Kamis (24/11/2022). Longsor dampak gempa yang melanda wilayah Cianjur mengakibatkan 32 warga setempat tertimbun. Hingga hari keempat pascakejadian, seluruh korban belum ditemukan. Pertugas gabungan SAR juga mengerahkan anjing pelacak dan alat berat untuk melakukan pencarian tersebut. Selain medan yang curam, pencarian korban juga terkendala hujan.
Suryanto (51) sebenarnya jauh dari bahagia. Dia satu dari penyintas gempa Cianjur. Namun, ia mencoba mengesampingkan duka dengan meracik rasa. Sudah sepekan terakhir, ia memasak ribuan porsi makanan bagi sukarelawan dan penyintas lainnya. Seperti sebagian sukarelawan lain, dia terus berkarya meski berteman duka.
Dedikasi Suryanto tidak main-main. Sejak Selasa (22/11/2022), Suryanto tidur di pusat pemerintahan Kabupaten Cianjur ini dan bangun dini hari. Dia mempersiapkan berbagai kebutuhan untuk memasak dan menyiapkan makanan hingga 2.000 porsi per hari.
Lima panci penanak nasi berukuran separuh badannya pun selalu Suryanto awasi sejak dini hari. Dari sana, ratusan kilogram beras dimasak untuk memenuhi asupan konsumsi sukarelawan dan pengungsi gempa Cianjur.
”Sehari itu bisa memasak 6 kuintal beras. Semua dimasak dua kali, untuk dimakan pagi dan sore hari. Sepertinya setiap hari bisa masak 2.000 porsi untuk petugas dan pengungsi yang ada di sekitar kota,” ujarnya.
Suryanto adalah sukarelawan Taruna Siaga Bencana Dinas Sosial Kabupaten Cianjur. Sesaat setelah gempa melanda Cianjur, Senin (21/11/2022) pukul 13.40, dia langsung bersiaga memenuhi panggilan tugas untuk penanganan bencana.
”Setelah memastikan istri dan anak selamat, saya langsung ke Kantor Bupati untuk menerima arahan. Akhirnya ditugaskan menjadi kepala koki di dapur umum ini, dan sampai sekarang belum pulang,” ujarnya saat ditemui pada Jumat (25/11/2022) petang.
Seorang anak korban gempa mendapat perawatan di halaman RSUD Sayang, Cianjur, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (21/11/2022). Gempa berkekuatan magnitudo 5,6 SR berdampak pada sejumlah tempat di wilayah Kabupaten Cianjur. Gempa ini menyebabkan 162 orang tewas dan ratusan luka-luka.
Suryanto tidak memungkiri kecemasan melandanya di tengah ancaman gempa susulan. Setiap bumi berguncang, dia berusaha menghubungi anak istrinya yang ada di pengungsian dekat rumah mereka di Desa Sukamanah, Kecamatan Cugenang, Cianjur.
”Alhamdulillah, istri dan anak-anak selamat. Tapi rumah hancur dan tidak bisa ditinggali. Makanya, mereka tidur di tenda darurat dekat rumah. Saya khawatir mereka sakit, tetapi di sini ada tanggung jawab saya sebagai kepala koki,” ujarnya.
Suryanto pun sesekali mengobati rindu dengan menghubungi keluarganya melalui panggilan video. Dia bisa saja pulang ke pengungsian untuk tidur dan menjaga mereka, tetapi hal itu dia urungkan karena setiap dini hari harus bersiap.
”Kami diberikan kesehatan dan kesempatan untuk hidup, jadi rezeki ini baiknya saya gunakan untuk membantu sesama. Keluarga untungnya merestui, tapi kalau sedang gempa semuanya cemas dan mencari saya,” kata Suryanto lesu.
Gempa dengan magnitudo 5,6 ini menjadi sosok menakutkan bagi siapa saja, termasuk Suryanto yang kerap terjun dalam peristiwa bencana. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hingga Jumat sebanyak 310 orang meninggal dan 73.525 warga lainnya mengungsi.
Akan tetapi, peristiwa itu juga mengundang banyak cinta. Hingga Kamis (24/11/2022) tercatat 4.674 relawan dari 333 lembaga dari sejumlah daerah di Indonesia. Tidak hanya menyumbang tenaga, ada juga yang membagikan bahagia memulihkan trauma hingga karya istimewa.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Dapur umum pengungsi musibah longsor di Cijedil, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Kamis (24/11/2022). Longsor dampak gempa yang melanda wilayah Cianjur mengakibatkan 32 warga setempat tertimbun longsor. Hingga hari keempat pascakejadian, seluruh korban masih belum ditemukan.
Fauzan (39), misalnya, rela datang dari Cikarang, Jabar, untuk memasak ribuan porsi bagi warga RW 008 Desa Mangunkerta, Kecamatan Cugenang. Setiap hari juru masak dari salah satu katering ini memasak 3.000 porsi sehari untuk lebih 1.000 warga terdampak. Dia rela menjadi ”relawan dadakan” demi meringankan beban sesama.
Pengalaman memasak ribuan porsi sebenarnya bukan hal baru bagi Fauzan. Setiap harinya, dia memasak ribuan porsi untuk pekerja pabrik yang menggunakan jasa catering tempat dia bekerja. Namun, dia merasakan kehangatan berbeda saat mengerahkan energi untuk memasak para korban di pengungsian.
”Di sini saya merasa lebih menghargai dan mensyukuri hidup,” ujarnya.
Petugas mengangkat jenazah anak Yayan (40) di RT 003 RW 001 Kampung Selaerih, Desa Genjot, Cugenang, Kabupaten Cianjur, Selasa (22/11/2022).
Kabar ada kerabat dan kenalan yang terdampak gempa juga membawa Jafar (18) dan Yandi (20), warga Barukaso, Desa Sukamulya, menjadi ”relawan dadakan” di Kampung Gintung, Desa Mangunkerta. Jarak antara kedua desa yang masih berada di Kecamatan Cugenang itu sekitar 5 kilometer.
”Awalnya saya hanya ingin mengirimkan empat paket sembako dan selimut untuk rekan dan kerabat di Desa Gasol. Sama-sama kena gempa, saya dengar mereka kena lebih parah,” kata Jafar. Gasol adalah desa lainnya di Cugenang.
Pada Rabu (23/11/2022), misi pun diselesaikan. Namun, ketika hendak pulang, sepeda motor yang mereka tumpangi rusak di Kampung Gintung. Beberapa kali diperbaiki, motor tidak juga hidup. Saat itu, setelah menebar cinta, mereka yang mendapat kebaikan.
Seorang penyintas gempa setempat mengajak Jafar dan Yandi beristirahat di posko bencana sederhana. Keduanya bahkan disuguhi makanan. Setelah perut keroncongan diisi, mereka tidak ingin berlama-lama. Ada kerabat di rumah yang harus dibantu berbenah setelah bencana.
Sepeda motor mogok pun diperbaiki lagi. Kali ini, banyak warga menonton mereka. Otak atik sana sini, sepeda motor akhirnya hidup lagi. Jafar, punya sedikit keahlian. Dia siswa SMK jurusan perbengkelan.
Motor yang kembali menyala ternyata membuat warga Gintung bahagia. Dengan obeng dan alat seadanya, motor mogok itu bisa hidup kembali. Mesin motor yang meraung menjadi pelipur lara di tengah duka.
Sejak itu, sebagian warga mulai meminta Jafar dan Yandi memperbaiki sepeda motor warga yang rusak. Solidaritas sesama penyintas membuat mereka menyanggupi permintaan itu.
Hingga Jumat sudah dua hari mereka jadi montir dadakan. Ada 2-3 motor yang diperbaiki dalam sehari. Tidak tertimbun reruntuhan, motor-motor yang sudah diperbaiki itu sedikit banyak bisa membantu penyintas beraktivitas.
Tetap berkarya
Kerja kebaikan juga dilakukan Dedi (33), penyintas asal Gintung. Meski masih berduka karena ada beberapa kenalannya meninggal tertimbun reruntuhan, ia tidak ingin diam saja.
Bersama beberapa warga lain, ia menjadi sukarelawan kebersihan di sekitar pengungsian di Gintung. Dalam waktu setengah jam, Dedi bersama warga lainnya sudah mengumpulkan sampah dalam empat kantong besar.
”Biar bersih, kotor enggak enak dilihat, tidak sehat juga kalau dibiarkan,” ujar ayah tiga anak itu.
Mirip terapi bagi dia, mengumpulkan sampah bahkan bukan satu-satunya kegiatan bagi Dedi di pengungsian. Dia aktif membantu membangun tenda, membagikan sembako, hingga membangun empat toilet umum. Dedi tak mau pasrah dalam keadaan. Dia enggan diam berpangku tangan.
”Meski korban, saya harus ikut bergerak membantu kerja relawan dan pengungsi lainnya,” kata dia.