229 Pengungsi Rohingya Masih Ditampung di Aceh Utara
Penampungan sementara tidak representatif untuk ditempati oleh pengungsi. Aceh Utara tidak memiliki tempat khusus penampungan pengungsi.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
LHOKSUKON, KOMPAS — Sebanyak 229 pengungsi etnis Rohingya yang terdampar di Kabupaten Aceh Utara, Aceh, hingga Jumat (18/11/2022) masih ditempatkan di penampungan darurat. Belum ada keputusan sampai kapan pengungsi itu akan direlokasi.
Para pengungsi Rohingya itu ditampung di dua tempat terpisah, yakni 119 orang di Desa Bluka Teubai, Kecamatan Dewantara, dan 110 ditempatkan di Kantor Camat Muara Batu.
Keuchik (Kepala Desa) Bluka Teubai, Azhari, dihubungi Jumat, mengatakan, para pengungsi masih ditampung di tenda darurat. Azhari mengatakan, pihak desa belum mendapatkan kabar dari otoritas yang mengurus pengungsi sampai kapan akan ditampung di desanya.
Sebanyak 119 pengungsi Rohingya pada Rabu (16/11/2022) terdampar di pantai Bluka Teubai. Warga berinisiatif menempatkan para pengungsi di balai desa dan tenda darurat. Pengungsi laki-laki dengan perempuan dipisahkan.
Namun, Azhari mengatakan, perangkat desa telah berkoordinasi dengan para pihak agar memindahkan pengungsi Rohingnya hingga batas waktu dua hari ke depan, 20 November 2022. ”Kami berharap pemerintah segera menangani (relokasi) pengungsi Rohingya,” kata Azhari.
Sementara 110 pengungsi Rohingya lainnya diketahui terdampar di pantai Desa Meunasah Baro, Kecamatan Muara Batu, Selasa (15/11/2022). Pada awalnya para pengungsi di tampung di balai desa. Namun, warga meminta agar pengungsi itu direlokasi karena balai desa dipakai oleh warga untuk ibadah. Kini para pengungsi itu direlokasi ke Kantor Camat Muara Batu.
Kelompok pengungsi yang ditampung di kantor camat terdiri dari 65 laki-laki, 27 perempuan, 17 anak-anak, dan 1 anak balita.
Keuchik Desa Meunasah Lhok, Iqbal, mengatakan, warganya telah berusaha membantu imigran Rohingya pada masa awal mereka terdampar. Warga menyumbang makanan secara sukarela. Sebagai sesama manusia, kata Iqbal, warga telah membantu para Rohingya.
Dihubungi terpisah, Kebag Humas Pemkab Aceh Utara Hamdani mengatakan, pihaknya juga belum dapat mengetahui sampai kapan Rohingya ditampung di Aceh Utara. ”Kami koordinasi dengan tim UNHCR, Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi Indonesia, mereka minta waktu satu minggu,” kata Hamdani.
Menurut Hamdani, tempat penampungan sementara tidak representatif untuk ditempati oleh pengungsi. Balai camat biasa digunakan untuk pertemuan. Aceh Utara tidak memiliki tempat khusus penampungan pengungsi.
Sebelumnya, pada Kamis (17/11/2022), staf Perlindungan Pengungsi UNHCR Indonesia, Nurul Fitri Lubis, mengatakan, saat ini pihaknya masih mendata asal pengungsi tersebut. Dalam kondisi darurat, penanganan difokuskan pada penampungan sementara serta pemberian makanan dan pengobatan. ”Terkait penempatan masih harus dibicarakan di tingkat pemerintahan,” kata Nurul.
Gelombang pengungsi Rohingya yang terdampar ke Aceh belum berhenti. Dalam catatan Kompas, sudah belasan kali kapal pengungsi Myanmar itu masuk ke Aceh dengan total penumpang 1.802 orang sejak 2011.
Sekretaris International Concern Group for Rohingya (ICGR) Adli Abdullah mengatakan, konflik yang terjadi di Myanmar membuat etnis Rohingya kian tersisih. Mereka keluar dari Myanmar untuk mencari penghidupan yang lebih layak.
Dalam kondisi seperti itu, etnis Rohingya menjadi obyek perdagangan manusia. ”Banyak etnis Rohingya mau keluar, itu dimanfaatkan oleh agen mengirimkan mereka ke laut dengan tujuan negara-negara tetangga,” kata Adli.
Adli mengatakan, gelombang pengungsi Rohingya tidak akan berakhir jika konflik tidak diselesaikan. ”Seharusnya Indonesia sebagai negara besar di kawasan Asia Tenggara berperan mendorong penyelesaian konflik di Myanmar,” kata Adli.