Cegah Permasalahan Penempatan, Pemkab Cirebon Tingkatkan Kompetensi Pekerja Migran
Kasus pekerja migran Indonesia asal Cirebon, Jawa Barat, yang mengalami masalah di luar negeri masih terjadi. Pemkab Cirebon pun berjanji melindungi pekerja migran.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, berjanji melindungi pekerja migran Indonesia asal Cirebon melalui pelatihan kompetensi. Upaya itu untuk mencegah permasalahan di lokasi penempatan yang selama ini merugikan pahlawan devisa tersebut. Meski demikian, pemkab didorong melindungi PMI sebelum berangkat hingga pulang.
Bupati Cirebon Imron Rosyadi mengatakan, pemkab bekerja sama dengan Lembaga Pelatihan Kerja Luar Negeri (LPKLN) untuk meningkatkan kompetensi calon pekerja migran Indonesia (PMI) setempat. ”Sehingga mereka punya bekal dan keahlian di luar negeri,” katanya dalam keterangan pers yang diterima Kompas, Selasa (15/11/2022).
Pada Senin (14/11), misalnya, UPTD Pelatihan Kerja Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Cirebon bersama LPK Bintang Jafa Indo Corpora menggelar pelatihan kompetensi terhadap 32 calon PMI asal Cirebon. Pelatihan itu, antara lain, meliputi keahlian pekerja di bidangnya, bahasa, hingga manajamen keuangan.
”PMI diposisikan bukan lagi sebagai obyek, tetapi subyek yang sudah selayaknya pemerintah memfasilitasi masyarakat yang akan bekerja di luar negeri. Pemerintah juga (seharusnya) memberikan perlindungan, tidak hanya bagi PMI, tetapi juga keluarga yang ditinggalkan di daerah asal,” ujar Imron.
Menurut dia, para PMI merupakan pahlawan devisa yang harus dilindungi negara. Sebaliknya, Imron berharap PMI menjaga nama baik warga Cirebon dan mampu mengelola keuangan ketika di luar negeri. ”Tidak hanya mengirimkan (uang) kepada keluarga di rumah, tetapi harus memiliki tabungan sendiri,” ujarnya.
Kepala Disnaker Kabupaten Cirebon Novi Hendrianto berharap pelatihan kompetesi tersebut dapat mencegah permasalahan PMI saat penempatan kerja di luar negeri. Hingga Oktober tahun ini, terdapat 48 PMI yang bermasalah di lokasi penempatan. Kasus itu antara lain habis kontrak, gaji belum dibayarkan, dan meninggal.
”Sebagian besar (kasus) karena (PMI) direkrut tidak sesuai prosedur, yakni 20 orang. Sudah 10 orang PMI yang difasilitasi pemulangannya. Dengan pelatihan ini, minimal kita mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, seperti salah paham dalam bahasa dan menerjemahkan perintah,” ujarnya. Pada 2020, tercatat 42 laporan PMI asal Cirebon yang bermasalah.
Hingga kini, 7.656 warga Cirebon menjadi PMI. Sebanyak 4.229 PMI di antaranya bekerja di sektor domestik, seperti pekerja rumah tangga, dan 3.427 orang lainnya bekerja di sektor industri. Mereka berasal dari Kecamatan Gebang, Losari, hingga Gegesik. Adapun LPK LN di Cirebon tercatat sebanyak 30 lembaga dan 28 perusahaan penempatan PMI.
Nurakhman Normandika, Ketua Dewan Pengurus Cabang Serikat Buruh Migran Indonesia Cirebon, mengapresiasi pelatihan CPMI tersebut. Namun, lanjutnya, warga membutuhkan informasi yang tepat terkait proses penempatan sejak dari desa. ”Sejak moratorium penempatan ke Timur Tengah 2015, banyak yang berangkat nonprosedural,” katanya.
Apalagi, berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, pemerintah harus memfasilitasi penyelesaian kasus PMI hingga mengevaluasi pemberi kerja. ”Jadi, jangan hanya pelatihan terus bubar. Yang lebih penting, bagaimana melindungi PMI sebelum berangkat, saat kerja, dan ketika pulang ke daerah,” ujarnya.