Kehadiran gerai Rumah Kita membantu tercapainya tujuan program tol laut, yakni menekan disparitas harga.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·5 menit baca
Rodhi (30) membuka tutupan freezer lalu mengeluarkan sepuluh bungkus daging ayam beku di gudang Rumah Kita yang berdiri di kompleks Pelabuhan Lewoleba, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, Rabu (2/11/2022) siang. Setiap hari, pedagang makanan itu membeli daging ayam di tempat tersebut.
Di Rumah Kita, satu bungkus daging ayam beku dengan bobot 1,3 kilogram ia beli dengan harga Rp 50.000. Inilah tempat penjualan daging ayam termurah di Lewoloba. Sekadar membandingkan, di pasar pasar lokal atau tempat penjualan ayam pedaging, untuk ukuran ayam seperti itu harga paling murah Rp 75.000.
”Harga ayam di sini lebih murah sehingga pas bikin jualan, porsi ayam gorengannya agak lebih besar. Terus kalau untuk bikin mi ayam, dagingnya lebih banyak. Dapat untungnya juga lumayan,” kata pria asal Tegal, Jawa Tengah, itu.
Rumah Kita merupakan gerai yang dikelola PT Pelni. Tempat itu menjual barang yang diangkut menggunakan kapal yang terdaftar dalam program tol laut dengan rute dari Surabaya, Jawa Timur. Barang yang dibawa kapal tol laut diberi subsidi angkutan hingga separuh dari tarif komersial.
Rute Surabaya-Lewoleba, peti kemas berukuran 20 feet yang diangkut kapal tol laut dikenakan tarif hanya Rp 3,3 juta, sedangkan untuk kapal komersial sekitar Rp 8 juta. Lewat subsidi angkutan, diharapkan agar harga jual barang di Lewoleba tidak beda jauh dengan harga di Surabaya.
Tol laut merupakan program unggulan di era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Tol laut mulai bergulir tahun 2015. Program itu bertujuan untuk memangkas disparitas harga barang di wilayah terpancing, terluar, terdepan, dan perbatasan. Wilayah dimaksud kebanyakan di bagian timur Indonesia.
Menurut data Kementerian Perhubungan, secara nasional, pelabuhan yang disinggahi tol laut terus meningkat, yakni dari 2016 sebanyak 31 pelabuhan kini menjadi 130 pelabuhan. Begitu pula jumlah armada yang dari semula enam unit kini menjadi 32 unit. Trayek yang dilayani bertambah, dari semula enam trayek menjadi 33 trayek. Jumlah muatan yang dulunya 81.404 ton pada tahun 2021 naik hingga menjadi 477.600 ton.
Harga tetap tinggi
Vice President of Noncommercial Cargo PT Pelni Ridwan Mandaliko mengatakan, kehadiran gerai Rumah Kita bertujuan untuk membantu mewujudkan tujuan tol laut, yakni menekan disparitas harga. Pasalnya, di beberapa daerah yang disinggahi tol laut, termasuk Lembata, harga barang masih tetap tinggi.
”Pengusaha yang menggunakan tol laut tidak juga menyesuaikan harga, padahal mereka sudah dapat subsidi. Kami memutuskan untuk hadir membantu masyarakat lewat gerai ini,” ujarnya.
Asisten II Pemerintah Kabupaten Lembata Ambrosius Leyn mengakui, kendati hal itu sudah berjalan tujuh tahun, pemerintah daerah masih kesulitan mengontrol harga barang milik pengusaha pengguna tol laut. Ia tak menampik bahwa subsidi angkutan tol laut justru memperkaya pengusaha.
Ia juga tidak membantah pemerintah daerah tidak berdaya menghadapi pengusaha dimaksud. Namun, ia menolak anggapan bahwa oknum dalam pemerintah berkolusi dengan pengusaha. Ia mengungkap penyebab lainnya adalah tingginya biaya buruh darat. Saat ini, biaya untuk satu kontainer berukuran 20 feet Rp 1,1 juta. Dua bulan sebelumnya Rp 700.000.
Pengusaha yang menggunakan tol laut tidak juga menyesuaikan harga, padahal mereka sudah dapat subsidi. Kami memutuskan untuk hadir membantu masyarakat lewat gerai ini.
Menurut Ambrosius, kehadiran Rumah Kita sangat membantu masyarakat. Kini sudah beroperasi empat gerai Rumah Kita di seluruh Indonesia. Selain Lewoleba, tiga lokasi lainnya adalah Jailolo di Kabupaten Halmahera Barat dan Morotai di Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara; dan Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku. Empat lokasi itu disianggahi kapal tol laut.
Penjabat Bupati Flores Timur Doris Alexander Rihi berharap agar Rumah Kita juga bisa hadir di daerahnya. Larantuka, ibu kota Kabupaten Flores Timur, juga disinggahi kapal tol laut. Sayangnya, harga barang di daerah itu masih tinggi. Frekuensi kehadiran kapal di Larantuka dan Lewoleba sama.
Lebih lanjut Ridwan mendorong para kepala daerah yang wilayahnya disinggahi kapal tol laut agar menjajaki kerja sama dengan PT Pelni untuk membangun gerai Rumah Kita. ”Kalau pemerintah daerah sudah siapkan tempatnya, akan segera kami bangun. Kami sarankan di pelabuhan biar tidak perlu keluarkan biaya,” ucapnya.
Angkutan balik
Selain menekan disparitas harga barang di daerah tujuan, program tol laut juga membantu pengiriman barang dari daerah ke Pulau Jawa. Juneidi Leuwayan (36), pengepul komoditas kemiri dari Lewoleba, memanfaatkan angkutan balik yang juga disubsidi hingga 50 persen dari tarif normal itu.
Setiap kali angkutan balik, ia mengirim kemiri hingga empat peti kemas dengan total 60 ton. Kemiri itu lalu dipasarkan di Surabaya. ”Karena sudah dapat subsidi angkutan, harga beli dari petani saya naikkan. Keuntungan bersih bisa mencapai Rp 60 juta,” ucap pengusaha muda itu.
Saat ini Junaedi memiliki tempat pengolahan kemiri dengan mempekerjakan puluhan orang. Ia menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi orang lain. Setiap hari, para pekerja yang kebanyakan ibu rumah tangga itu mengupas kulit kemiri lalu mengemasnya.
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Kementerian Perhubungan Hendri Ginting mengatakan, selaku regulator program tol laut, pihaknya selalu mendorong agar pemerintah daerah dan pengusaha lokal bersinergi menambah kuota muatan balik. Banyak pelabuhan yang disinggahi kapal tol laut masih minim muatan balik.
Pelabuhan Lewoleba merupakan salah satu dengan muatan balik terbanyak. Tahun 2020 tertinggi ketiga nasional. Untuk tahun ini hingga Oktober, pada trayek 14 dengan rute Surabaya-Larantuka-Lewoleba-Kelabahi, total muatan balik sebanyak 437 peti kemas. Dari jumlah itu, 310 di antaranya dari Lewoleba.
Kehadiran program tol laut semakin memajukan perekonomian di daerah yang disinggahi. Kemiskinan yang menjadi masalah klasik perlahan dapat teratasi. Salah satunya, tuah dari tol laut sudah dirasakan langsung masyarakat yang menikmati murahnya bahan pangan seperti yang terjual di gerai Rumah Kita.