Banjir Kalteng Masih Bertahan, Ribuan Pengungsi Mulai Pulang
Banjir di Kalteng perlahan surut. Ribuan pengungsi mulai pulang ke rumah masing-masing. Di satu sisi, masyarakat geram hingga berunjuk rasa karena banjir jadi bencana berulang yang solusinya hanya bantuan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS— Banjir di Kalimantan Tengah masih bertahan di sejumlah tempat namun perlahan surut. Di Kotawaringin Barat, banjir yang sebelumnya telah menyebabkan 5.446 orang mengungsi kini tersisa 112 orang. Namun, di Kabupaten Sukamara jumlah pengungsi masih bertahan di angka 2.844 orang.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Provinsi Kalteng Alpius Patanan menjelaskan, banjir di Kotawaringin Barat secara umum perlahan surut, tetapi di beberapa lokasi ketinggian air masih bertahan. Sebagian besar pengungsi sudah kembali ke rumah masing-masing pada Kamis (10/11/2022).
”Sarana pendukung sudah kami siapkan sejak awal banjir melanda seperti tenda darurat, gedung pengungsian, dapur umum, MCK, hingga bantuan untuk para korban terdampak,” ujar Alpius.
Sebelumnya, banjir yang sudah terjadi selama satu bulan melanda 10 kabupaten dan kota di Kalimantan Tengah. Kini, banjir masih bertahan di enam kabupaten, yaitu di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Seruyan, Sukamara, Lamandau, dan Kabupaten Katingan.
”Kondisi banjir sangat bergantung dengan cuaca, di beberapa tempat air bisa naik kembali saat curah hujan begitu tinggi,” kata Alpius.
Data BPBPK Provinsi Kalteng menunjukkan, banjir yang masih bertahan kini merendam setidaknya 13 kecamatan dengan total 56 desa dan kelurahan. Total jumlah pengungsi 2.956 orang atau 921 keluarga. Banjir juga merendam 179 fasilitas umum, seperti fasilitas kesehatan, pendidikan, tempat ibadah, gedung pemerintah, jalan dan jembatan. ”Banjir kali ini merendam 1.962 rumah warga,” ujarnya.
Prakirawan Stasiun Meteorologi BMKG di Palangkaraya, Chandra Mukti Wijaya, menjelaskan, curah hujan bulanan di wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat dan Sukamara merupakan yang paling tinggi dibandingkan wilayah lainnya. Curah hujan di dua wilayah yang paling terdampak banjir di Kalteng itu berkisar 200-500 milimeter. ”Curah hujan di sana masuk dalam kategori sangat tinggi,” ujarnya.
Chandra menambahkan, pihaknya selama ini selalu berkoordinasi dengan instansi terkait untuk memberikan peringatan dini ke masyarakat. ”Koordinasi terus berjalan sehingga langkah-langkah antisipatif bisa diambil,” kata Chandra.
Geram
Pada Kamis pagi, puluhan mahasiswa dari berbagai universitas di Palangkaraya berunjuk rasa di depan kantor Gubernur Kalteng. Mereka menamai gerakan itu Gerakan Rakyat Merdeka (Geram). Mereka menilai para pemimpin daerah belum bisa mengatasi sejumlah masalah di daerah, termasuk banjir yang terus berulang.
Solusi dari pemerintah hanya sebatas memberikan bantuan tanpa memuat kajian dan riset utuh mengenai pemicu utama banjir selain curah hujan.
Koordinator Lapangan Geram Ahmad Fauzi mengungkapkan, banjir merupakan bencana langganan yang selalu dialami masyarakat Kalteng setiap tahun. Namun, solusi dari pemerintah hanya sebatas memberikan bantuan tanpa memuat kajian dan riset utuh mengenai pemicu utama banjir selain curah hujan.
”Banjir jadi bencana berulang, korbannya tetap masyarakat,” ujar Fauzi.
Sebelumnya, Ketua Tim Kampanye Hutan dari Greenpeace Arie Rompas mengungkapkan, Pulau Kalimantan semakin rentan diterjang bencana. Hal itu disebabkan banyak faktor. Salah satu yang paling krusial adalah hilangnya tutupan hutan di daerah aliran sungai (DAS) kunci di Kalimantan, termasuk Kalteng.
Berdasarkan data deforestasi Universitas Maryland, Amerika Serikat, yang diolah dengan pantauan citra satelit oleh Greenpeace menunjukkan hilangnya tutupan hutan di DAS Kumai di Kotawaringin Barat dan DAS Jelas di Sukamara.
Sejak tahun 2001-2021 tutupan hutan yang hilang di sekitar DAS Kumai atau Arut seluas 19.448,43 hektar. Adapun tutupan hutan yang jelas di DAS Jelai di Kabupaten Sukamara tutupan hutan yang hilang sejak 2001-2021 mencapai 40.636,53 hektar. Total DAS yang tutupannya hilang mencapai 60.084,96 hektar atau hampir seluas Provinsi DKI Jakarta.
Berdasarkan data yang sama, tutupan hutan yang hilang di Kabupaten Kotawaringin Timur seluas 278.273 hektar atau setengah luas pulau Bali. ”Tutupan hutan yang hilang itu diganti dengan perkebunan kelapa sawit, perlu ada perbaikan lingkungan yang rusak dan penegakan hukum untuk izin-izin yang bermasalah,” tambah Arie.