LPS Dorong Industri Keuangan Beri Perhatian pada Isu Lingkungan dan Ekonomi Hijau
Dampak perubahan iklim dan ekonomi hijau perlu diperhatikan kalangan industri keuangan dan lembaga penjamin simpanan. Dalam seminar internasional di Nusa Dua, Bali, LPS mendorong isu perubahan iklim dan ekonomi hijau.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Lembaga Penjamin Simpanan mendorong kalangan lembaga penjamin simpanan internasional dan industri keuangan untuk bersama-sama memberikan perhatian terhadap isu perubahan iklim, pengurangan emisi karbon, keberlanjutan, dan ekonomi hijau. Antisipasi dan mitigasi terhadap dampak perubahan iklim dan isu-isu terkait lingkungan dinilai penting dipersiapkan kalangan lembaga penjamin simpanan dan perbankan. Hal itu berdampak terhadap ekonomi negara dan program penjaminan.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan, perubahan iklim berdampak pada kebencanaan yang dapat berujung merugikan ekonomi negara.
”Kita tidak bisa mengabaikan keadaan darurat iklim. Ini tergantung pada kita semua untuk memimpin jalan menuju pelindungan bumi, untuk mencegah krisis iklim yang lebih besar,” kata Purbaya dalam pembukaan seminar internasional LPS bersama International Association of Deposit Insurers (IADI), Rabu (9/11/2022). Seminar bertema ”Perubahan Iklim, Dekarbonisasi, Keberlanjutan, dan Ekonomi Hijau” itu digelar sebagai kegiatan pendamping dari ajang G20 di Nusa Dua, Badung, Bali.
Purbaya menyatakan, badan dunia PBB memperkirakan total kerugian harian akibat bencana alam mencapai lebih dari 200 juta dollar AS. Adapun Bank Dunia mencatat dampak perubahan iklim, yang meliputi banjir, kekeringan, pergeseran pola curah hujan, dan kenaikan suhu dapat merugikan suatu negara 2,5 persen sampai 7 persen dari total produk domestik bruto (PDB) negara tersebut.
Perihal mitigasi dampak perubahan iklim terhadap ekonomi negara juga disinggung Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam pidato sambutannya di pembukaan seminar internasional LPS itu.
Indonesia perlu melakukan transformasi ekonomi dengan mempromosikan pembangunan berkelanjutan. (Luhut Binsar Pandjaitan)
Luhut menyatakan, Indonesia juga sedang berjuang menghadapi dampak perubahan iklim terhadap lingkungan, ekosistem, dan manusia. Indonesia termasuk negara yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim karena Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar.
”Indonesia perlu melakukan transformasi ekonomi dengan mempromosikan pembangunan berkelanjutan,” katanya.
Luhut juga memaparkan visi Indonesia 2045 menjadi negara berpenghasilan tinggi dengan indikator PDB per kapita diperkirakan 10.000 dollar AS dan PDB Indonesia mencapai 3 triliun dolar AS pada dekade berikutnya.
Pengurangan dampak perubahan iklim melalui dekarbonisasi dan transisi energi, menurut dia, turut menjadi syarat agar Indonesia dapat mencapai visi 2045 itu. Syarat lainnya adalah penanganan pandemi, pemulihan ekonomi di tengah tantangan global, dan transformasi ekonomi dari berbasis komoditas menjadi berbasis industri.
Ia mengapresiasi LPS karena berinisiatif mengangkat isu perubahan iklim, pengurangan emisi karbon, keberlanjutan, dan ekonomi hijau dalam acara seminar internasional tersebut.
Apresiasi serupa disampaikan anggota DPR, I Gusti Agung Rai Wirajaya. Ia menilai, LPS berpikiran ke depan karena isu lingkungan dan ekonomi hijau, termasuk dampak perubahan iklim, memang menjadi tren dunia dan perlu dimitigasi dampaknya.
”Seperti disebutkan tadi di pembukaan, dampak perubahan iklim ini memang perlu diantisipasi dan dimitigasi karena kerusakan alam dan kebencanaan berefek terhadap perekonomian suatu negara,” kata politisi asal Provinsi Bali itu.
Sementara itu, dalam konferensi pers seusai acara pembukaan seminar internasional LPS-IADI, Kepala Eksekutif LPS Lana Soelistianingsih mengatakan, seminar internasional menjadi puncak kegiatan LPS sejak Senin (7/11/2022). LPS menghadirkan lembaga penjamin simpanan internasional dari 28 negara dan juga perwakilan IADI.
Peserta seminar LPS-IADI berasal dari negara-negara di kawasan Asia, Eropa, dan Afrika, di antaranya Korea Selatan, Jepang, Swedia, Georgia, dan Ghana. LPS juga menghadirkan mantan Perdana Menteri Selandia Baru Helen Clark dalam seminar tersebut.
Lebih lanjut, Lana menyebutkan, tema tentang perubahan iklim dan ekonomi hijau, yang ditawarkan LPS, mendapat sambutan positif dari kalangan peserta, di antaranya dari Filipina. Mereka ingin melanjutkan pembahasan isu lingkungan dan ekonomi hijau tersebut dalam pertemuan LPS internasional.
Anggota Dewan Komisioner LPS, Didik Madiyono, menyatakan, dampak perubahan iklim perlu mendapat perhatian kalangan perbankan dan lembaga penjamin karena kebencanaan memengaruhi kestabilan ekonomi dan kestabilan rantai pasok (supply chain). Apalagi dampak bencana berujung pada kerugian ekonomi.