Melapor ke Polres Malang, Keluarga Korban Tekankan Kesengajaan pada Tragedi Kanjuruhan
Keluarga korban Tragedi Kanjuruhan melapor ke Polres Malang terkait dugaan kesengajaan yang mengakibatkan matinya orang lain. Ini untuk menguatkan penanganan kasus sebelumnya yang lebih menekankan unsur kealpaan.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Salah satu keluarga korban Tragedi Kanjuruhan akhirnya melapor ke Kepolisian Resor Malang, Jawa Timur, Rabu (9/11/2022) sore. Pelaporan terkait dugaan pelanggaran Pasal 338 dan 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana mengenai kesengajaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain.
Pelaporan itu untuk menguatkan penanganan kasus yang telah ditangani kepolisian sebelumnya yang menggunakan Pasal 359 dan 360 KUHP. Pasal itu menekankan pada faktor kealpaan yang menyebabkan orang lain meninggal atau luka untuk menjerat tersangka.
Korban yang melapor adalah Devi Anthok Yulfitri (43), warga Dusun Demang Jaya, Desa Krebet Senggrong, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang. Devi adalah orangtua dua bocah, yakni Natasya Debi Ramadani (16) dan Naila Debi Anggraini (13), yang meninggal akibat tragedi itu. Kedua jenazah korban telah diotopsi pada Sabtu (5/11/2022).
Kuasa hukum korban dari Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (Tatak), Imam Hidayat, mengatakan, ada beberapa pihak yang menjadi terlapor. Mereka adalah Pengurus Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), Ketua PT Liga Indonesia Baru, PT Arema Aremania Bersatu Berprestasi Indonesia, dan aparat penembak gas air mata ke Tribune 13.
Selain itu, penanggung jawab keamanan (Kepala Polres Malang dan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur), serta pihak penyiaran, yakni PT Indosiar Visual Mandiri.
”Kami melaporkan dugaan adanya tindak pidana pembunuhan dan pembunuhan berencana dan ada (pelanggaran) Pasal 55 dan 56 Kitab Undang-undang Hukum Pidana sub Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 dan 56 KUHP," ujar Imam seusai mendampingi kliennya melapor, Rabu petang.
Ikut mendampingi pelaporan itu, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban serta Sekretariat Bersama Arek Malang.
”Bukti yang kita serahkan adalah surat kematian kedua anak Devi, foto, dan bukti lain. Tadi masih kronologi awal. Nanti kita akan dipanggil untuk di-BAP (berita acara pemeriksaan),” katanya.
Disinggung mengapa melapor ke Polres Malang, Imam mengatakan, karena lokasi peristiwa Tragedi Kanjuruhan berada di wilayah Kabupaten Malang, pihaknya melapor ke Polres setempat. Tidak menutup kemungkinan, setelah Devi Athok bakal ada korban lain yang menyusul melaporkan kasus serupa.
”Kita bersinergi siapa pun korbannya dipersilakan lapor untuk penguatan penyelesaian Tragedi Kanjuruhan,” katanya.
Kita bersinergi siapapun korbannya dipersilakan lapor untuk penguatan penyelesaian Tragedi Kanjuruhan. (Imam Hidayat)
Seperti diketahui, penyidik Kepolisian Daerah (Polda) Jatim telah menetapkan enam orang sebagai tersangka kasus Tragedi Kanjuruhan. Mereka adalah Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan Arema FC Abdul Haris, Direktur PT Liga Indonesia Baru Akhmad Hadian Lukita, dan Security Officer Suko Sutrisno.
Selain itu, ada Komandan Kompi III Brimob Polda Jatim Ajun Komisaris Hasdarman, Kapala Bagian Operasional Polres Malang Komisaris Wahyu SS, dan Kasat Samapta Polres Malang Ajun Komisaris Bambang Sidik Achmadi.
Menurut Imam, pasal yang dilaporkannya berbeda dengan yang ditangani oleh Polda Jatim. ”Ini berbeda dengan yang ditangani Polda. Ini laporan model B dari korban, sedangkan di Polda laporan model A dari anggota. Dan pasal (pelanggaran yang ditangani) di Polda 359 dan 360 KUHP,” katanya.
Penyidikan yang dilakukan oleh Polda terkait Pasal 359 dan 360 KUHP, yakni barang siapa akibat kealpaan menyebabkan orang lain meninggal atau luka.
Sejauh ini, pasal tersebut banyak dikritik pihak Aremania dan kuasa hukumnya. Mereka menilai penembakan gas air maya ke arah tribune penonton hingga mengakibatkan 135 orang meninggal dan ratusan lainnya terluka bukan sebuah kelalaian.
Sementara itu, terkait proses otopsi yang dilakukan terhadap kedua korban empat hari lalu, Imam mengatakan, pihaknya masih menunggu hasilnya. Berdasarkan informasi yang dia peroleh, jangka waktu hasil otopsi diketahui maksimal delapan minggu.
”Kami sudah berhubungan dengan dokter Nabil, dia sudah bilang, 'kita tim independen tolong didoakan supaya hasilnya sesuai harapan’,” kata Imam menirukan perkataan dokter Nabil. Dokter Nabil yang dimaksud adalah Nabil Bahasuan, Ketua Tim Exhumatio dan Otopsi Tragedi Kanjuruhan.
Sebelumnya, Nabil Bahasuan mengatakan, pemeriksaan laboratorium membutuhkan waktu paling lama delapan minggu tetapi bisa dipercepat. Saat otopsi, tim dokter memang mengambil sampel untuk diperiksa di laboratorium.