Gerhana Bulan, Warga Pesisir Semarang Diminta Waspadai Rob
Gerhana bulan total dapat diamati oleh sebagian masyarakat di Kota Semarang, Jawa Tengah. Gerhana bulan total di Kota Semarang mulai terlihat dari pukul 18.02.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Masyarakat di Kota Semarang, Jawa Tengah, antusias mengamati gerhana bulan total di Planetarium UIN Walisongo Semarang, Selasa (8/11/2022) malam. Bersamaan dengan adanya fenomena alam tersebut, masyarakat pesisir diminta mewaspadai potensi rob.
Pengamatan gerhana bulan di Planetarium UIN Walisongo Semarang diikuti oleh ratusan orang dari sejumlah wilayah di Kota Semarang. Kegiatan itu diawali pemutaran video simulasi gerhana bulan pada Selasa petang. Setelah melihat video simulasi, para peserta diberi penjelasan terkait fenomena gerhana bulan dan mitos yang berkembang di masyarakat.
Saat waktu menunjukkan pukul 17.45, para peserta diajak menuju tempat observasi. Di tempat itu ada empat teleskop dengan berbagai ukuran. Para peserta diperbolehkan melihat gerhana bulan melalui teleskop secara bergantian. Di tempat observasi tersebut juga disiapkan sebuah televisi yang menampilkan gambar yang terlihat dari teropong inti.
Sekitar pukul 18.02 gerhana bulan mulai tampak. Bersamaan dengan munculnya gerhana bulan tersebut, para peserta bertepuk tangan riuh. Hampir semua peserta mengeluarkan kamera atau ponselnya untuk merekam fenomena sejajarnya Bulan, Matahari, dan Bumi tersebut.
Gerhana bulan total yang tampak dari Planetarium UIN Walisongo Semarang dapat dilihat langsung dengan mata telanjang. Setelah beberapa saat melihat gerhana bulan, para peserta yang beragama Islam diajak menjalankan ibadah shalat Gerhana.
”Ini adalah fenomena yang menarik dan jarang terjadi. Untuk itu, kami menyediakan paket pengalaman yang lengkap bagi masyarakat yang berminat untuk mengobservasi fenomena ini. Dengan biaya keikutsertaan sebesar Rp 15.000-Rp 30.000 per orang, para peserta tidak cuma bisa mengamati gerhana bulan dengan teloskop, mereka juga mendapat edukasi terkait fenomena tersebut secara ilmiah. Mereka juga kami ajak berdoa kepada Yang Maha Kuasa,” kata Kepala Planetarium dan Observatorium UIN Walisongo Semarang Ahmad Syifaul Anam, Selasa malam.
Ahmad mengatakan, observasi tersebut penting untuk mengalibrasi, mengoreksi, dan memvalidasi hisab. Selain itu, observasi juga penting untuk mengikis mitos-mitos yang beredar di masyarakat terkait gerhana bulan. Dengan demikian, ke depan, tidak ada lagi masyarakat yang takut dengan fenomena alam seperti gerhana bulan tersebut.
Anin (18), peserta observasi, mengaku senang bisa melihat gerhana bulan total di Planetarium UIN Walisongo Semarang. Kesempatan itu merupakan yang pertama bagi mahasiswa semester satu di UIN Walisongo Semarang tersebut dalam hidupnya.
”Saya sengaja mengikuti observasi ini karena sejak kecil sudah tertarik dengan astronomi. Ini merupakan kesempatan pertama saya bisa melihat gerhana bulan secara langsung. Biasanya, saya melihat dari siaran langsung di Youtube,” ucap Anin.
Bersamaan dengan munculnya fenomena gerhana bulan total tersebut, pasang air laut dimungkinkan terjadi. Untuk itu, warga yang tinggal dan beraktivitas di wilayah pesisir diminta mewaspadai terjadinya rob.
”Hari ini pasang air laut pada posisi yang tergolong rendah, sekitar 80 sentimeter. Kendati demikian, masyarakat di wilayah pesisir perlu untuk mewaspadai dampaknya, apalagi saat ini cuaca di Jateng sedang ekstrem,” tutur Kepala Stasiun Geofisika Banjarnegara Heri Susanto Wibowo.
Menurut Heri, selama 2022, sudah ada empat kali gerhana. Dua gerhana merupakan gerhana matahari dan dua gerhana lain merupakan gerhana bulan. Gerhana matahari sebagian terjadi pada 30 April dan 25 Oktober. Sementara itu, gerhana bulan total terjadi pada 16 Mei dan 8 November.