Organisasi profesi kesehatan di Kudus menolak langkah pemerintah dan DPR menyusun Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Kesehatan. Banyak poin bermasalah dalam RUU yang dibahas tanpa melibatkan organisasi profesi tersebut.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
KUDUS, KOMPAS — Lima organisasi profesi di Kudus, Jawa Tengah mempertanyakan urgensi penyusunan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Kesehatan di tengah pandemi dan munculnya kasus-kasus kesehatan lain. Aturan yang disusun dengan tidak melibatkan organisasi profesi tersebut dikhawatirkan bermasalah karena Undang-Undang Profesi diwacanakan untuk ditiadakan.
Beberapa waktu lalu, Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah menyetujui 38 Program Legislasi Nasional atau prolegnas prioritas tahun 2023. Salah satu prolegnas tersebut adalah RUU Omnibus Law Kesehatan dalam Perubahan Ketiga 2020-2024 RUU tentang Sistem Kesehatan Nasional. Nantinya, sejumlah regulasi dapat dituangkan dalam omnibus law ini, seperti UU Kesehatan, UU Kekarantinaan Kesehatan, UU Tenaga Kesehatan, UU Farmasi, hingga UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) (Kompas.id, 26/9/2022).
Meski mengatur tentang kesehatan, sejumlah organisasi profesi tidak diajak membahas RUU tersebut. Kondisi itu menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi para tenaga kesehatan. Di Kudus, Jawa Tengah, lima organisasi profesi dalam bidang kesehatan, yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Dokter Gigi Indonesia (IDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia, dan Ikatan Apoteker Indonesia menyatakan sikap menolak RUU Omnibus Law Kesehatan.
”Sampai saat ini, IDI dan organisasi profesi kesehatan yang lainnya belum pernah dilibatkan untuk membahas RUU tersebut. Pengurus besar organisasi kesehatan di tingkat pusat sudah mendorong agar DPR dan pemerintah melibatkan organisasi profesi, tapi tetap tidak ada perubahan. Pembahasan tetap berlanjut tanpa melibatkan kami,” kata Ketua IDI Cabang Kudus Ahmad Syaifuddin, saat dihubungi, Jumat (4/11/2022).
Hingga kini, IDI dan anggota profesi kesehatan lainnya belum mendapatkan informasi resmi terkait draf RUU Omnibus Law Kesehatan yang sedang dibahas. Mereka hanya mendapatkan salinan draf yang beredar di grup aplikasi percakapan. Setelah ditelusuri lebih lanjut, draf itu berasal dari laman resmi DPR. Kini, draf itu sudah tidak ada lagi di laman tersebut.
Sampai saat ini, IDI dan organisasi profesi kesehatan yang lainnya belum pernah dilibatkan untuk membahas RUU tersebut.
Selain tidak melibatkan organisasi profesi dalam penyusunannya, RUU itu juga dinilai melemahkan peran organisasi profesi. Salah satu indikasi pelemahan peran organisasi profesi itu karena adanya wacana penghapusan UU profesi kesehatan yang selama ini berlaku. Dengan tidak berlakunya UU profesi, organisasi profesi tidak lagi memiliki kewenangan melakukan verifikasi anggota maupun memberikan rekomendasi izin praktik.
”Sekarang ini banyak penipuan yang menggunakan ijazah atau sertifikat kompetensi palsu. Dinas kesehatan kewalahan kalau melakukan ini sendirian sehingga selama ini kami dari organisasi profesi yang membantu meski tanpa adanya anggaran dari pemerintah,” ucap Syaifuddin.
Dalam memberikan rekomendasi izin praktik, organisasi profesi juga disebut Syaifuddin tidak sembarangan. Tenaga kesehatan yang akan berpraktik akan diuji kemampuannya, pengetahuannya, hingga bagaimana etikanya. Sarana dan prasarana penunjang praktik pelayanan kesehatan yang dimiliki juga akan dicek kelengkapannya dan diuji kelayakannya.
Jika kewenangan memverifikasi dan memberikan rekomendasi izin praktik diberikan ke pihak lain yang tidak memiliki kompetensi, Syaifuddin khawatir hal itu tidak akan maksimal. Akibatnya, masyarakat akan mendapatkan pelayanan kesehatan di bawah standar.
Senada dengan itu, Ketua Dewan Pimpinan Daerah PPNI Kudus Masvan Yulianto mengatakan, peran organisasi profesi justru perlu semakin dikuatkan. Menurut Masvan, organisasi profesi selama ini turut mengawal bagaimana anggotanya melaksanakan praktik profesinya.
Masvan juga mempertanyakan urgensi pembahasan RUU Omnibus Law Kesehatan di tengah pandemi Covid-19 dan munculnya sejumlah persoalan kesehatan lainnya. ”Ini urgensinya apa kok seolah-olah dilakukan mendadak di akhir-akhir pemerintahan? Kalau memang mau membuat aturan seharusnya memperkuat aturan yang ada, bukan malah mengurangi atau menghapuskan UU yang ada,” ujarnya.
PPNI Kudus juga mempertanyakan wacana pemberlakuan Surat Tanda Registrasi (STR) seumur hidup dalam RUU tersebut. STR merupakan bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan yang telah memiliki sertifikat kompetensi. STR diperbaharui setiap lima tahun sekali.
”Hal-hal seperti ini tidak bisa diterapkan. Namanya kompetensi itu harus selalu diperbarui karena ilmu, pengetahuan, teknologi, dan kasus kesehatan itu terus berkembang,” ujar Masvan.
Ketua Ikatan Apoteker Indonesia Kudus Shohibul Umam berharap penyusunan RUU tersebut ditunda sampai seluruh organisasi profesi dilibatkan. Daripada membahas aturan tersebut, Umam berharap, DPR dan pemerintah fokus membahas RUU Praktik Apoteker yang lebih dulu diajukan.
”Apoteker sekarang rawan dikriminalisasi. Apalagi, sekarang lagi trennya obat sirop dilarang. Padahal, yang kita tahu selama ini, obat itu semuanya sudah berstandar cara pembuatan obat yang baik (CPOB) dan itu sudah lolos sesuai standar nasional. Harapan kami pemerintah lebih jelas ke depannya,” kata Umam.
Sebelumnya, Kamis (3/11/2022), lima organisasi profesi kesehatan di Kudus telah menyatakan menolak RUU Omnibus Law Kesehatan. Kegiatan itu diharapkan bisa memancing anggota organisasi profesi kesehatan dari kabupaten/kota lain untuk melakukan aksi serupa.
”Kita harus bergerak dari bawah, jangan adem-ayem karena kalau sampai dibiarkan ini akan banyak merugikan masyarakat. Belajar dari yang lalu-lalu, RUU itu nanti bisa tiba-tiba ditandatangani terus dianggap sudah tersosialisasikan. Kalau sudah berlaku satu tahun, tiba-tiba disahkan oleh DPR dan pemerintah,” ucap Ketua IDGI Cabang Kudus Rustanto Heru Jati.
Menurut Rustanto, lima anggota profesi itu telah membuat berita acara terkait penolakan tersebut. Berita acara yang juga disertai dengan kondisi di Kudus dan Jateng itu akan diserahkan kepada pengurus besar masing-masing organisasi profesi kesehatan sebagai bentuk aspirasi.