Lingkungan Tidak Bersih Picu Leptospirosis di Banyumas
Kasus penyakit leptospirosis dipicu lingkungan yang tidak bersih. Masyarakat diimbau menerapkan pola hidup sehat dan bersih.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·2 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Lima orang meninggal akibat leptospirosis di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, hingga Oktober 2022. Minimnya inisiatif warga menjaga kebersihan lingkungan dan menerapkan pola hidup sehat menjadi pemicu utama kejadian ini.
Setidaknya dalam lima tahun terakhir, leptospirosis masih memicu kematian di Banyumas. Data Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas menyebutkan, ada 55 kasus leptospirosis yang menyebabkan enam orang meninggal pada tahun 2018. Setahun kemudian, penyakit infeksi bakteri leptospira sp ini melonjak menjadi 159 kasus dengan enam kematian.
Tahun 2020, ancamannya belum berakhir. Tercatat ada 75 kasus dengan dua kematian. Sempat terpantau menurun dengan 47 kasus dan satu kematian pada tahun 2021, tercatat 45 kasus dengan lima kematian sepanjang tahun ini.
Kejadian itu ikut menyumbang besaran kasus di Jateng. Berdasarkan data Dinkes Jateng, 389 orang terkena leptospirosis pada Januari-September 2022. Sebanyak 55 orang meninggal. Persentase kematian tertinggi berada di Jepara dengan 50 persen, Sukoharjo (39 persen), dan Kota Semarang (30 persen).
”Dari sebaran kasus di Banyumas menunjukkan mayoritas justru tidak berada di lingkungan yang rawan banjir. Hal ini terkait higiene sanitasi yang kurang,” kata Kepala Bidang Pengendalian Penyakit di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas Arif Sugiono, di Purwokerto, Banyumas, Selasa (1/11/2022).
Bakteri leptospira biasanya menginfeksi hewan, salah satunya tikus. Tikus yang telah terinfeksi bakteri tersebut bisa menularkan kepada manusia melalui urine dan darah. Urine tikus biasanya terdapat di tempat-tempat yang kotor dan bisa terbawa air atau banjir. Bakteri leptospira yang terdapat pada urine atau darah tikus tersebut bisa masuk ke tubuh manusia melalui kulit yang lecet ataupun selaput lendir.
Oleh karena itu, Arif mengimbau masyarakat agar terus memperhatikan dan menjaga kebersihan lingkungan lewat pola hidup sehat. Selain itu, penting memperhatikan situasi khusus, misalnya saat terluka.
”Jaga luka jangan sampai terpapar dan menjadi pintu masuk infeksi leptospirosis,” katanya.
Kasus serupa juga terjadi di Kebumen. Kepala Dinkes Kebumen Iwan Danardono menyampaikan, terdapat 35 kasus leptospirosis dengan 7 kematian.
Dosen Politeknik Kesehatan Semarang Hari Rudijanto menyampaikan, penyakit ini disebabkan bakteri Leptospira icterohaemorrhagiae yang banyak hidup di ginjal dan air kencing tikus. Untuk pencegahan, masyarakat diimbau menjaga kebersihan.
Dia mengatakan, jika berada di tempat yang kotor, misalnya akibat banjir, sebaiknya warga memakai alas kaki dan sarung tangan. Selain itu, Hari mengimbau warga agar membersihkan bak mandi atau ember yang rentan tercemar kencing tikus.
”Cara paling mudah memang memberi kaporit sebagai disinfektan pada air, tapi memang baunya cukup menyengat,” kata Hari.