Siasat Sekolah di Tanjung Jabung Timur Bertahan di Tengah Keterbatasan
Bertahun-tahun siswa belajar dalam situasi keterbatasan. Sekolah-sekolah di pesisir timur Jambi masih butuh dukungan peningkatan.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·4 menit baca
Keterbatasan ruang kelas memaksa sekolah bersiasat. Demi mengampu pembelajaran bagi seluruh siswa, ada ruang kelas disekat. Ada pula kelas yang diungsikan ke perpustakaan.
Darmanelis sebenarnya tidak tega melihat siswanya harus belajar dalam situasi itu. Siswa Kelas II dan III belajar dalam satu lokal. Ruangan disekat triplek sebagai pembatas antarkelas. Dinding tipis itu takkan mampu meredam suara-suara yang terdengar di rombongan belajar tetangga.
“Bertahun-tahun mereka belajar dalam situasi begini. Sekolah kami masih kekurangan lokal,” ujar Kepala Sekolah SDN 77/X Parit Culum, Tanjung Jabung Timur, Jambi itu, Jumat (21/10/2022).
Saat jam pelajaran dimulai, Syamsiah dan Mulia yang merupakan guru di kedua kelas memberi penjelasan untuk masing-masing siswanya. Alhasil, yang terdengar dari luar kelas bagaikan suara saling bersahut-sahutan. Meski guru dan siswa kurang nyaman, penggabungan dua rombongan belajar itu terpaksa dilakukan.
Siswa Kelas III, Ghadira Arisha, mengaku kerap kesulitan mencerna penjelasan gurunya ketika pada waktu bersamaan guru kelas sebelah tengah menerangkan pelajaran lain. Belum lagi ketika mereka tengah serius belajar tetapi kelas sebelah malah tengah gaduh.
“Pernah juga kami sedang ulangan harian. Teman di kelas sebelah tiba-tiba menyanyikan lagu wajib. Jadi pusing. Tambah sulit untuk konsentrasi,” ujarnya.
Keterbatasan juga membuat pihaknya memanfaatkan ruangan kantor untuk banyak fungsi. Kantor sekolah tak hanya diisi untuk tempat kerja kepala sekolah dan para guru, tetapi merangkap ruangan dapur, mushala, dan usaha kesehatan sekolah (UKS).
Penambahan lokal sebenarnya telah diusulkan. Awalnya, usulan masuk di musyawarah rencana pembangunan pendidikan tingkat desa dan kecamatan. Lalu, disampaikan pada di tingkat kabupaten. Usulan yang sama disampaikan lagi dari tahun ke tahun.
Akan tetapi, pembangunannya belum dapat berjalan hingga kini. “Kalau lahannya sudah ada tetapi pembangunannya belum berjalan,” tuturnya.
SDN 77 merupakan potret minimnya keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan di kabupaten itu. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Muhamad Eduard, mengakui celah tersebut. Tidak hanya bangunan-bangunan sekolahnya yang membutuhkan pembenahan, tetapi juga prasarana pendukung memerlukan peningkatan.
Terdata 198 sekolah dasar negeri dan 63 sekolah menengah pertama di Tanjung Jabung Timur. Penggabungan rombongan belajar dalam satu lokal tak hanya terjadi di SDN 77 tetapi juga sebagian sekolah lainnya. Menurut data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tanjung Jabung Timur, sekitar 20 persen sekolah masih dalam kondisi minim sarana dan prasarana.
Adapun, SDN 77 telah berdiri sejak 1967. Bangunan awalnya berupa sekolah panggung sebagaimana sekolah-sekolah lainnya di wilayah pesisir timur Jambi tersebut.
Pada 1990-an, sekolah panggung itu mengalami kebakaran. Tak lama setelahnya, pemerintah membangun kembali sekolah. Namun, bangunannya tidak lagi berpanggung kayu melainkan dari batu. Ruang belajarnya lokalnya baru tersedia 4 lokal. Jumlah yang terbatas itu belum bertambah hingga kini meskipun jumlah siswa terus bertambah.
Dalam peringatan Hari Ulang Tahun ke-23 Kabupaten Tanjung Jabung Timur, 20 Oktober lalu, Bupati Romi Hariyanto menyampaikan sejumlah upaya di bidang pendidikan. Salah satunya menambah jumlah lokal. Sepanjang 2016 hingga 2022, sudah dibangun pada 63 lokal baru di tingkat SD dan SMP.
Selain itu dilakukan pula rehabilitasi pada 275 lokal. Anggarannya berasal dari APBD untuk sebanyak 233 ruang, dan dari APBN untuk 42 ruang. Selain itu, ada pula program rehabilitasi untuk 263 sarana sanitasi sekolah, 174 unit perpusatakaan, 18 laboratorium, 31 ruang guru, 70 rumah dinas, dan 18 ruang UKS.
Namun, Eduard mengakui upaya itu masih belum cukup. Masih banyak lagi sekolah yang butuh ditingkatkan sarana dan prasarananya. Keterbatasan anggaran daerah menjadi tantangannya. Sejauh ini, pihaknya terus mengajukan dukungan dana dari pusat melalui dana alokasi khusus (DAK).
Pemetaan
Dinas Pendidikan Tanjung Jabung Timur juga membuat pemetaan untuk menggabungkan sejumlah sekolah yang siswanya berjumlah sedikit. Sehingga pembangunan dapat dioptimalkan pada sekolah yang ada. Pihaknya juga bekerja sama dengan lembaga nirlaba dan swasta untuk mendukung peningkatan kualitas guru.
Ruang kelas yang telah tersedia dioptimalkan pula untuk meningkatkan literasi siswa. Di tiap lokal, misalnya, dana Bantuan Operasional Siswa (BOS) dialokasikan menyediakan pojok-pojok baca. Selain itu disediakan sarana majalah dinding agar siswa dan guru berkreasi.
Dibangun pula budaya membaca buku minimal 15 menit setiap hari. Itu semua untuk mendongkrak literasi siswa di Tanjung Jabung Timur yang masih butuh peningkatan. Setidaknya masih diperlukan intervensi khusus pada 13,6 persen perserta didik tingkat sekolah dasar dan 12,5 persen peserta didik sekolah menengah pertama.