Progres Trans-Mentawai Baru 37 Persen, Warga Pedalaman Kesulitan Jual Hasil Kebun
Hingga Oktober 2022, progres pembangunan Jalan Trans-Mentawai baru mencapai 37 persen. Warga pedalaman di Pulau Siberut masih kesulitan menjual hasil kebun.
Oleh
YOLA SASTRA
·6 menit baca
KOMPAS/YOLA SASTRA
Warga mendorong sepeda motor di Jalan Trans-Mentawai yang masih berlumpur di Desa Madobag, Kecamatan Siberut Selatan, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, Minggu (31/7/2022). Hingga Oktober 2022, progres pembangunan jalan yang dimulai sejak 2012 ini baru 37,59 persen.
PADANG, KOMPAS — Hingga Oktober 2022, progres pembangunan Jalan Trans-Mentawai baru mencapai 37 persen. Pembangunan relatif lambat karena keterbatasan anggaran daerah. Warga pedalaman di Pulau Siberut masih kesulitan menjual hasil kebun.
Kepala Dinas PUPR Kepulauan Mentawai Asmen Simanjorang, Senin (31/10/2022), mengatakan, progres 37,59 persen belum semuanya berupa jalan beraspal. Adapun jumlah jalan yang tuntas atau beraspal baru 22,38 persen dari total 405,69 km yang tersebar di empat pulau utama.
”Jalan tuntas paling banyak di Pulau Sipora (pusat kabupaten) 67,16 persen dari total 89,49 km. Pulau Siberut tuntas 8,39 persen dari 187,2 km, Pulau Pagai Utara 23,81 persen dari 63 km, dan Pulau Pagai Selatan 5,3 persen dari 66 km,” kata Asmen, ketika dihubungi dari Padang.
Asmen melanjutkan, untuk Jalan Trans-Mentawai di Pulau Sipora berstatus jalan nasional. Pembangunannya menggunakan APBN. Sementara itu, sisanya di tiga pulau lain berstatus jalan kabupaten dan pembangunannya menggunakan APBD dan APBN.
Menurut Asmen, tahun 2022, pengerjaan Jalan Trans-Mentawai ini tetap berjalan. Kementerian PUPR melalui Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Sumbar tahun ini menganggarkan Rp 35 miliar untuk membangun sekitar 5 km jalan trans di Pulau Sipora. Adapun pemkab juga membangun 2,6 km jalan trans di Pulau Siberut.
Pembangunan Jalan Trans-Mentawai, kata Asmen, mulai menjadi program unggulan Pemkab Kepulauan Mentawai sejak tahun 2012. Program ini melanjutkan pembangunan jalan yang sudah ada sebelumnya. Pembangunan melalui APBN dimulai 2014 seiring dengan penetapan status jalan nasional di Pulau Sipora.
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Ekskavator untuk pengerjaan proyek Jalan Trans-Mentawai di Pulau Siberut diparkir di tepi jalan di Dusun Madobag, Desa Madobag, Kecamatan Siberut Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Minggu (31/7/2022).
Relatif lambat
Asmen mengakui, progres pembangunan Jalan Trans-Mentawai relatif lambat. Kendala utama adalah terbatasnya ketersediaan anggaran. Tahun 2022 ini, pemkab menyediakan anggaran Rp 21,4 miliar untuk pembangunan jalan trans ini.
”Membangun infrastruktur di Mentawai mahal. Hampir seluruh bahan-bahan didatangkan dari luar. Butuh biaya besar untuk pengangkutan dan lain-lain,” katanya.
Anggaran yang terbatas itu, kata Asmen, dibagi-bagi ke tiga pulau, yaitu Siberut, Pagai Utara, dan Pagai Selatan agar adil. Dampaknya progres pembangunan jalan menjadi lambat karena tidak fokus di satu pulau. ”Kalau fokus ke satu pulau justru tidak adil. Maka, kami bagi-bagi anggaran yang sangat terbatas ini ke tiga pulau itu,” ujarnya.
Kendala lainnya dalam proses pengerjaan adalah cuaca. Curah hujan di wilayah Kepulauan Mentawai relatif tinggi sehingga pengerjaan di lapangan menjadi lambat. ”Adapun untuk lahan relatif bisa diatasi meskipun ada kendala. Sementara, kendala sosial relatif tidak ada,” ujar Asmen.
Meskipun terkendala anggaran, Asmen mengapresiasi dukungan anggaran dari pemerintah pusat. Informasi yang ia dapat, Kementerian PUPR melalui BPJN Sumbar mengalokasi anggaran Rp 379 miliar untuk menuntaskan jalan trans di Pulau Sipora hingga 2024. Anggaran itu untuk dua paket, yaitu pembangunan jalan dan perbaikan jembatan.
”Untuk jalan trans di Siberut, kami dapat informasi Kementerian PUPR melalui BPJN Sumbar mengalokasikan anggaran peningkatan jalan dari Labuhan Bajau menuju Sigapokna dengan pagu Rp 57 miliar (hingga 2024), termasuk pembangunan dua titik jembatan belly,” kata Asmen.
Ia menambahkan, sesuai dokumen rencana, pembangunan Jalan Trans- Mentawai ditargetkan selesai tahun 2029. ”Walaupun target ini terlalu optimistis,” katanya.
Asmen pun berharap dukungan anggaran dari pemerintah pusat terus berlanjut. Kalau bisa, anggaran ditingkatkan dalam rangka percepatan penyelesaian Jalan Trans-Mentawai. Dengan demikian, akses jalan di Kepulauan Mentawai bisa lancar dan murah.
”Hari ini biaya mobilisasi orang dan barang di Mentawai cukup mahal. Dari pusat produksi membawa hasil bumi ke dermaga dengan perahu biayanya mahal. Kalau ada jalan, biayanya bisa dipangkas. Masyarakat juga bisa menikmati, ekonomi bisa meningkat,” ujarnya.
KOMPAS/YOLA SASTRA
Para pelajar kembali ke desa masing-masing dengan melintasi Jalan Trans-Mentawai yang masih berlumpur seusai mengikuti festival di Desa Madobag, Kecamatan Siberut Selatan, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, Minggu (31/7/2022).
Warga kesulitan
Pantauan Kompas di Kecamatan Siberut Selatan, akhir Juli lalu, Jalan Trans-Mentawai yang tuntas baru dari Desa Muara Siberut ke Dusun Rogdok, Desa Madobag. Adapun dari Rogdok, Dusun Madobag, hingga Dusun Buttui, Desa Madobag, yang merupakan daerah pedalaman, jalan sudah terbuka tetapi tidak semuanya terhubung dan belum diaspal.
Saat hujan, jalan yang belum diaspal di dusun-dusun tersebut berlumpur dan licin. Roda sepeda motor warga sering terbenam saat melintasi jalan tersebut. Akses transportasi yang relatif lancar dari Muara Siberut hingga Buttui hanya perahu pompong (perahu mesin tempel) tetapi biayanya mahal.
Lai Ming Sabettiliake (40), warga Dusun Buttui, mengatakan, kondisi jalan darat yang buruk membuat ia dan warga lainnya kesulitan menjual hasil kebun, seperti pisang, keladi, dan kelapa, ke Muara Siberut. Sementara itu, jika diangkut menggunakan perahu pompong, biayanya mahal.
”Karena jalan buruk, hasil kebun jarang-jarang dijual. Dijual pas ada tauke yang masuk saja. Jika tidak, dimakan untuk keluarga saja,” kata sikerei yang karib disapa Aman Lain ini.
Aman Laulau (67), warga Dusun Buttui yang juga sikerei, mengatakan, hasil kebunnya sering tidak dijual karena akses transportasi sulit. Tauke tidak setiap pekan masuk ke pedalaman untuk membeli hasil kebun.
Jika dijual sendiri, kata Aman Laulau, biaya perahu pompong besar. ”Anak saya pernah coba, biaya pompong RP 300.000, hasil jual pisang Rp 300.000. Cukup untuk biaya pompong saja,” ujarnya.
Aman Laulau pun berharap pemerintah bisa segera menyelesaikan Jalan Trans-Mentawai ini. Dengan demikian, warga mudah menjual hasil kebun sehingga perekonomian meningkat.
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Warga menggunakan perahu motor melewati Sungai Rereiket untuk mobilitas ke pedalaman Pulau Siberut di Desa Madobag, Kecamatan Siberut Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Minggu (31/7/2022).
Upaya pemprov
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumbar Medi Iswandi mengatakan, pemprov selalu mendukung upaya penyelesaian Jalan Trans-Mentawai. Setiap penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), pemprov selalu meminta pemerintah pusat memprioritaskan pembangunan Jalan Trans-Mentawai.
”Sebenarnya, Jalan Trans-Mentawai sudah masuk prioritas nasional untuk wilayah perbatasan dan wilayah pulau terluar. Tiap tahun kami selalu masukkan ke dalam musrembangnas, ditindaklanjuti dengan rapat koordinasi teknis di kementerian,” kata Medi, Senin (31/10/2022).
Karena jalan buruk, hasil kebun jarang-jarang dijual. Dijual pas ada tauke yang masuk saja.
Menurut Medi, biaya yang besar dan lahan yang merupakan kawasan hutan menjadi kendala dalam pembangunan Jalan Trans-Mentawai. Jalan trans di tiga pulau utama, Siberut, Pagai Utara, dan Pagai Selatan, melintasi kawasan hutan.
Akhirnya, Kementerian PUPR hanya bisa mengalokasikan anggaran sesuai kondisi izin pinjam pakai kawasan hutan yang mereka dapatkan. ”Sehingga memang setiap tahun kemajuannya tidak begitu cepat,” ujar Medi.
Medi melanjutkan, pembangunan jalan trans ini penting untuk kemajuan Kepulauan Mentawai. Apalagi kabupaten ini punya potensi pariwisata kelas dunia. Mentawai merupakan salah satu tempat favorit bagi wisatawan asing untuk berselancar. Akses transportasi yang baik menjadi keharusan.
Terkait anggaran, Medi mendorong pemkab agar menyiapkan kelengkapan kriteria kesiapan atau readiness criteria, antara lain rancang bangun rinci (detail engineering design/DED), analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), dan pembebasan lahan.
”Pemerintah pusat dan provinsi bisa mengalokasikan anggaran untuk pembangunan jalan trans Mentawai meskipun statusnya jalan kabupaten. Itu selagi readiness criteria-nya terpenuhi. Pemprov bisa masuk melalui bantuan keuangan, pemerintah pusat bisa melalui program kawasan tematik, misalnya tematik pariwisata,” ujarnya.