Anak-anak Panti Tetap Bisa Sukses Meraih Masa Depan
Dengan pola pengasuhan yang baik, anak-anak panti asuhan pun tetap berpeluang meraih kesuksesan. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh LKSA PAY Putra Muhammadiyah Yogyakarta.
Kisah hidup anak panti asuhan tidak selalu mengundang belas kasihan dan keterbatasan. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak atau Panti Asuhan Yatim atau LKSA PAY Putra Muhammadiyah Yogyakarta, membuktikan bahwa dari panti pun, anak-anak tetap bisa meraih masa depan yang lebih baik.
Ketua Bidang I LKSA PAY Putra Muhammadiyah Yogyakarta, Heru Suroso, mengatakan, tidak sekedar menuntaskan pendidikan di jenjang SMA/SMK, sebagian anak asuh dari PAY akhirnya mampu meneruskan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi dan meraih masa depan yang lebih baik karena berhasil mendapatkan pekerjaan yang cukup menjanjikan.
“Sejumlah alumni anak-anak asuh kami, ada yang kini menjadi rektor di Universitas Muhammadiyah Bengkulu, ada yang menjadi camat di Kabupaten Wonosobo, dan ada pula yang berhasil menjadi pengusaha sukses,” ujarnya bangga, saat ditemui Sabtu (29/10/2022).
Setiap tahun, selalu ada anak asuh yang melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Untuk tahun ini saja, terdata ada tujuh anak yang akan masuk perguruan tinggi. Mereka yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi biasanya adalah anak asuh yang terpantau memang memiliki prestasi belajar bagus, dan sejak awal memang sudah mengungkapkan keinginannya untuk kuliah.
Dari situlah LKSA PAY Muhammadiyah akan membantu mengantarkan anak-anak tersebut untuk kuliah dengan memanfaatkan program-program beasiswa dari universitas. Kebanyakan dari mereka melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi Muhammadiyah.
LKSA PAY Putra Muhammadiyah Yogyakarta sudah berdiri sejak 101 tahun silam. Awalnya, lembaga ini menjadi panti asuhan untuk putra dan putri. Namun, seiring perkembangan waktu dan dengan pertimbangan khusus, lembaga ini akhirnya hanya menerima dan menangani anak asuh putra saja.
Atas pertimbangan khusus, LKSA PAY Putra Muhammadiyah Yogyakarta, hanya menerima mereka yang sudah duduk di bangku SMP atau SMA saja. Terkait hal ini, Heru mengatakan, pihaknya menetapkan syarat khusus, di mana anak yang diterima adalah mereka yang dalam kondisi tidak memiliki bapak atau yatim, tidak memiliki ibu atau piatu, atau mereka diketahui berasal dari keluarga duafa, berkekurangan baik dari sisi ekonomi atau pun dalam hal pengasuhan. Adapun, sebelum menerima anak, LKSA PAY Putra Muhammadiyah Yogyakarta menerjunkan tim khusus untuk mengecek syarat ini.
“Kami berupaya memastikan bahwa anak-anak tersebut memiliki keluarga dan tempat tinggal. Kami tidak ingin menerima anak jalanan yang keberadaan keluarganya tidak jelas,” ujarnya.
Kesediaan untuk menerima anak-anak dengan syarat tersebut disampaikan kepada semua pengurus cabang Muhammadiyah di berbagai daerah, dan juga disebarluaskan melalui leaflet-leaflet yang dibagikan ke berbagai tempat.
Tahun ini, LKSA PAY Putra Muhammadiyah semula menampung dan mengasuh 72 anak. Namun, karena ada orangtua yang merasa tingkat perekonomiannya membaik dan ingin kembali mengasuh anaknya lagi, maka sembilan anak pulang ke rumah dan kini tersisa 63 orang yang dirawat di panti.
Hal semacam ini, menurut dia, memang biasa terjadi dan diperbolehkan oleh LKSA PAY Putra Muhammadiyah Putra Yogyakarta.“Kami menyadari hak pengasuhan utama memang ada di tangan orangtua,” ujarnya.
Kepada anak-anak yang berada di panti, LKSA PAY Putra Muhammadiyah berupaya menciptakan suasana sama seperti ketika mereka berada dalam keluarga, dengan tingkat pengasuhan yang layak, dengan memenuhi 10 hak dasar anak.
Di LKSA PAY Putra Muhammadiyah Yogyakarta, terdapat tujuh orang pengasuh, di mana satu pengasuh mendampingi dan bertanggungjawab atas pengasuhan sekitar 13 anak. Setiap anak dibebaskan dari biaya apa pun.
Anak-anak di panti asuhan ini tetap mendapatkan hak pendidikan, bisa bersekolah di mana saja, tergantung keinginan mereka dan saran dari pengasuh. Setiap berangkat sekolah, mereka mendapatkan uang saku dan uang untuk biaya transportasi naik angkutan umum. Kebutuhan pendidikan mereka juga diperhatikan.
“Ketika kemudian anak merasa kesulitan untuk belajar, kami pun siap mendatangkan guru les untuk mereka,” ujar Wibowo, salah seorang pengurus LKSA PAY Putra Muhammadiyah Yogyakarta.
Guru les tersebut biasanya didapatkan dari mitra sekolah-sekolah lain yang sebelumnya memang telah menawarkan, atau memiliki program untuk menerjunkan guru les untuk siswa.
Baca juga : Donasi Pembaca “Kompas” untuk Semangat Anak Panti Asuhan di Bandung
Dengan alasan agar bisa cepat bekerja, kebanyakan anak asuh biasanya memilih bersekolah di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Terkait hal ini, LKSA PAY Putra Muhammadiyah Yogyakarta juga membantu menyediakan fasilitas bengkel, laboratorium komputer dan area perkebunan, yang bisa dimanfaatkan mereka untuk memperdalam pengetahuan yang sudah didapatkan di kelas.
Di luar itu, anak-anak mendapatkan tambahan keterampilan bela diri yang diselenggarakan dua kali dalam seminggu. Selain itu, mereka juga pendidikan pondok pesantren untuk membekali mereka dari sisi rohani keagamaan.
Di hari Minggu, mereka juga diberi kesempatan untuk keluar, bermain atau berekreasi sendiri hingga sore. Namun, terkadang hari itu juga dimanfaatkan oleh pihak LKSA PAY Putra Muhammadiyah untuk mengajak seluruh anak pergi, piknik ke destinasi wisata tertentu.
Dalam pengasuhan di panti, menurut dia, anak-anak juga berkesempatan untuk bercerita dari hati ke hati, menuangkan semua keluh kesah dan masalah. Anak pun selalu diberi saran dan dibantu diberi solusi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Setiap tahun, LKSA PAY Putra Muhammadiyah, dengan melibatkan lembaga tertentu, juga menyelenggarakan tes psikometri, untuk mengetahui potensi, bakat dan minat anak. Hasil dari tes inilah yang menjadi dasar untuk mengarahkan dan mengasuh anak-anak tersebut.
Penyelenggaraan kegiatan di LKSA PAY Putra Muhammadiyah Yogyakarta bersumber dari pendapatan yang didapatkan dari optimalisasi pemanfaatan aset, seperti menyewakan sejumlah aset tanah, suplai dari amal usaha Muhammadiyah yang lain, dan dari zakat infaq dari berbagai lembaga yang sah.
Ridho (15), salah seorang anak asuh asal Kabupaten Banjarnegara, mengatakan, dirinya sudah tinggal di LKSA PAY Putra Muhammadiyah Yogyakarta sejak kelas 7 SMP. Saat ini, dia bersekolah di SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta.
Terlahir dari keluarga petani sayur, Ridho mengatakan, dirinya semula ‘dipaksa’ untuk tinggal di panti.
“Bapak ibu sudah tidak sanggup membiayai semua kebutuhan termasuk untuk keperluan sekolah saya,” ujarnya. Semula menolak, namun setelah empat tahun, dia pun merasa betah dan ingin terus menjalani ritme kehidupan di panti.
Baca juga : Polisi Diminta Segera Usut Kekerasan Seksual di Panti Asuhan
Rizky Nurmansyah (17), salah seorang anak asuh mengatakan, sebelumnya, justru dia yang menyarankan kepada orangtuanya agar dirinya dititipkan di panti.“Dari pada membebani orangtua, lebih baik saya dititipkan saja,” ujar anak asal Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah ini.
Ayahnya hanya bekerja sebagai buruh tani dan ibunya adalah ibu rumah tangga biasa. Ide untuk dititipkan di panti tercetus karena semasa SD, ibunya sering terlambat membayar SPP. Selain itu, sebelum dirinya dibawa ke LKSA PAY Putra Muhammadiyah Yogyakarta, kakak perempuannya sudah terlebih dahulu dititipkan ke panti asuhan yang lain.
Tak seperti kondisi LKSA PAY Putra Muhammadiyah yang mampu bertahan hingga lebih dari seabad, masih banyak panti asuhan di tempat lain yang kondisinya memprihatinkan. Menurut Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak Nahar, sebagai lembaga pengasuhan alternatif dan pilihan terakhir dalam pengasuhan anak, panti asuhan masih menghadapi berbagai tantangan, terutama soal kapasitas pengasuh dalam merawat dan mengasuh anak.
Tantangan lainnya adalah jumlah sumber daya pelaksana, sarana prasarana pendukung, termasuk pemenuhan hak lainnya, seperti pemenuhan hak sipil anak dan informasi, termasuk pemenuhan hak anak atas kesehatan, seperti menu makanan dan gizi anak.(SON)