Perintangan Penyidikan Jadi Kendala Pengungkapan Pembunuhan ASN Semarang
Kasus pembunuhan terhadap aparatur sipil negara Badan Pendapatan Daerah Kota Semarang, Jateng, tak kunjung terungkap lantaran adanya upaya perintangan penyidikan. Keluarga korban akan bersurat kepada Panglima TNI.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Adanya upaya perintangan penyidikan diduga menjadi salah satu kendala polisi dalam menungkap kasus pembunuhan terhadap Paulus Iwan Boedi Prasetijo (51), aparatur sipil negara Badan Pendapatan Daerah Kota Semarang, Jawa Tengah. Saksi-saksi yang mengetahui kejadian tersebut diminta memberikan keterangan sejujur-jujurnya agar kasus itu segera terungkap.
Pengacara keluarga Iwan, Yunantyo Adi, menduga ada upaya merintangi penyidikan dalam kasus pembunuhan terhadap Iwan. Dugaan itu muncul setelah adanya salah satu saksi yang tiba-tiba mengubah keterangan.
Yunantyo menyebut, polisi sudah mendapatkan gambaran-gambaran terkait siapa ke mana, siapa berhubungan dengan siapa, dan ponsel siapa saja yang terlacak berada di sekitar lokasi kejadian saat pembunuhan diduga terjadi. Hanya saja, masih perlu pendalaman sesuai standar pembuktian pelanggaran hukum pidana. Pembuktian itu salah satunya dilakukan berdasarkan keterangan para saksi.
”Perubahan keterangan saksi membuat pembuktian pelanggaran hukum pidana jadi terkendala. Hal itu membuat penyidikan kasus ini menjadi lama. Ya, karena ada obstruction of justice atau upaya merintangi penyidikan itu,” kata Yunantyo, Jumat (28/10/2022), di Kota Semarang.
Menurut Yunantyo, pihak keluarga menginginkan agar kasus pembunuhan terhadap Iwan bisa segera terungkap. Untuk itu, pihaknya akan terus berkonsultasi dengan berbagai pihak, salah satunya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
”Kami juga akan bersurat kepada Panglima TNI serta Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan agar membantu. Polisi Militer Komando Daerah Militer (Pomdam) IV/Diponegoro yang awalnya bersinergi belakangan punya sikap lain. Ini juga menjadi kendala yang kami harapkan bisa dibantu oleh Panglima TNI dan Menko Polhukam,” imbuhnya.
Komunikasi juga akan dilakukan Yunantyo dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terkait perlindungan yang diberikan LPSK terhadap salah satu saksi yang berpotensi melakukan perintangan penyidikan. Yunantyo akan meminta LPSK kembali mempertimbangkan pemberian perlindungan terhadap seseorang yang melakukan perintangan penyidikan.
Kasus pembunuhan terhadap Iwan yang jasadnya ditemukan di sebuah lahan kosong di kawasan Pantai Marina, Kota Semarang, dalam kondisi hangus terbakar bersama sepeda motornya, Kamis (8/9/2022), tersebut juga menjadi perhatian bagi Komnas HAM. Pada Jumat siang, Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, mendatangi Kantor Kepolisian Resor Kota Besar untuk berkoordinasi terkait pengungkapan kasus tersebut.
Beka mengatakan, dalam kunjungannya tersebut, Komnas HAM mendapatkan penjelasan terkait perkembangan penyelidikan, termasuk langkah-langkah yang akan dilakukan selanjutnya untuk mengungkap kasus tersebut. Kepada Beka, polisi juga menyebutkan kendala-kendala yang mereka hadapi dalam memecahkan kasus tersebut.
”Ada beberapa pihak yang masih belum memberikan keterangan, itu yang akan diupayakan untuk didalami oleh Polrestabes Semarang. Kemudian, soal koordinasi menghadirkan saksi tambahan atau saksi yang lain juga diperlukan dan itu akan segera diupayakan,” ucap Beka.
Menurut Beka, pihaknya berkomitmen membantu penanganan kasus tersebut dengan cara berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait jika dibutuhkan. ”Misalnya memang perlu berkomunikasi dengan Panglima TNI, kami akan bantu supaya kalau memang ada keterlibatan anggota TNI, bisa ditindaklanjuti,” katanya.
Beka mengimbau para saksi dan siapa pun yang mengetahui peristiwa itu menyampaikan keterangan sejujur-jujurnya kepada penyidik. Orang yang mengetahui kejadian tersebut, tetapi dengan sengaja tidak memberi tahu penyidik bisa dianggap merintangi penyidikan.
Pekan lalu, Kepala Polrestabes Semarang Komisaris Besar Irwan Anwar menyebut, penyelidikan terhadap kasus tersebut terkendala karena salah satu saksi kunci mengubah keterangannya. Akibatnya, penyelidikan yang awalnya sudah mulai mengerucut kepada pelaku buyar.
”Awalnya, saksi berinisial AG Portal mengaku berada di lokasi kejadian bersama tiga orang lainnya pada hari yang sama ketika korban diduga dibunuh. Saat itu dia mengaku bersama seseorang berinisial H dan dua orang lain yang disebutnya berpostur tegap. Keterangan itu kemudian diubah, padahal (keterangan) itu juga sesuai dengan keterangan dua saksi lain, yakni A dan DW, yang melihat ada empat orang di sekitar tempat kejadian perkara saat itu,” ujar Irwan.
Berdasarkan keterangan awal para saksi, yakni AG Portal, A, dan DW, serta bukti rekaman kamera pemantau, penyidik kepolisian mencurigai adanya keterlibatan dua anggota TNI berinisial AG dan AR dalam kasus tersebut. Hasil penyelidikan itu lantas dilaporkan kepada Polisi Militer Komando Daerah Militer (Pomdam) IV/Diponegoro.
Setelah mendapat laporan, penyidik militer melakukan penyelidikan internal terhadap dua anggotanya beserta para saksi yang sebelumnya diperiksa penyidik kepolisian. ”Keterangan-keterangan awal yang disampaikan kepada kami dibantah semua oleh AG Portal saat yang bersangkutan diperiksa di Pomdam. Sementara itu, saksi-saksi lain mengungkapkan kesaksian yang sama (dalam pemeriksaan di Pomdam),” kata Irwan.
Untuk memastikan keterangan para saksi, penyidik kepolisian kembali melakukan pemeriksaan. Polisi juga melakukan tes uji kebohongan kepada AG Portal, A, dan DW. Melalui pemeriksaan itu, A yang konsisten terhadap kesaksiannya diketahui tidak berbohong. Sementara itu, hasil tes terhadap DW tidak dianggap valid karena yang bersangkutan sedang sakit saat diperiksa.
Adapun hasil pemeriksaan uji kebohongan terhadap AG Portal juga belum bisa dipastikan. Akan tetapi, AG Portal disebut polisi memberikan jawaban yang tidak konsisten saat ditanya pertanyaan yang sama. AG Portal juga sering kali menghindar dengan jawaban, ”Saya tidak tahu.”