Pengacara Keluarga Minta Komnas HAM Ikut Investigasi Pembunuhan ASN Semarang
Pelaku pembunuhan ASN Kota Semarang, Paulus Iwan Boedi Prasetijo, belum terungkap setelah hampir dua bulan diselidiki. Pengacara keluarga meminta Komnas HAM turut menginvestigasi kasus yang diduga melibatkan aparat itu.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Pengacara keluarga Paulus Iwan Boedi Prasetijo (51), aparatur sipil negara Badan Pendapatan Daerah Kota Semarang yang jasadnya ditemukan di lahan kosong di Semarang, meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia turut menginvestigasi kasus pembunuhan terhadap Iwan. Hampir dua bulan berlalu, belum ada kemajuan yang signifikan terkait pengungkapan pelaku dan motif pembunuhan keji tersebut.
Hingga Kamis (27/10/2022), polisi belum juga menetapkan tersangka pembunuhan sekaligus motif pembunuhan terhadap Iwan. Jasad Iwan ditemukan di sebuah lahan kosong di kawasan Pantai Marina, Kota Semarang, dalam kondisi hangus terbakar bersama sepeda motornya, Kamis (8/9/2022). Sebelum ditemukan tewas mengenaskan, Iwan dilaporkan hilang sehari jelang dirinya memberikan kesaksian ke kepolisian terkait kasus dugaan korupsi.
Keluarga Iwan menunjuk Yunantyo Adi menjadi pengacara untuk mengawal proses hukum terhadap kasus pembunuhan tersebut. Theresia Alvita Saraswati, anak sulung Iwan, mengatakan, keluarganya sudah mengikhlaskan kematian Iwan, tetapi tetap berharap agar para pelaku pembunuhan bisa segera ditangkap dan dihukum seadil-adilnya.
”Karena penanganan terhadap kasus ini lumayan lama, kami akan menunjuk pengacara untuk mengawal kasusnya. Terkait langkah-langkah selanjutnya, (bisa dikonfirmasi) dengan pengacara,” ujar Saraswati, Kamis petang.
Dihubungi secara terpisah, Yunantyo bertekad akan berupaya mempercepat proses pengungkapan kasus pembunuhan terhadap keluarga kliennya. Langkah awal yang dilakukan Yunantyo adalah mendorong Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menginvestigasi kasus pembunuhan itu.
”Besok pagi, kami akan mendampingi komisioner Komnas HAM untuk bertemu dengan Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Semarang untuk berkoordinasi terkait kasus klien kami. Kami berharap Komnas HAM turut menginvestigasi kasus ini karena ada dugaan kasus ini melibatkan oknum alat negara,” kata Yunantyo.
Yunantyo juga berharap Presiden, Kepala Polri, Panglima TNI, dan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan berkoordinasi terkait kasus tersebut. Selain karena adanya dugaan keterlibatan aparat penegak hukum, koordinasi antarpihak juga diharapkan bisa mempercepat pengungkapan kasus tersebut.
Pekan lalu, Kepala Polrestabes Semarang Komisaris Besar Irwan Anwar menyebut, penyelidikan terhadap kasus tersebut terkendala karena salah satu saksi kunci mengubah keterangannya. Akibatnya, penyelidikan yang awalnya sudah mulai mengerucut kepada pelaku buyar.
Kalau saksi itu mengubah-ubah keterangannya, lalu setelah dilindungi malah bilang tidak tahu, artinya dia tidak punya kapasitas sebagai saksi, dong? (Yunantyo Adi)
”Awalnya, saksi berinisial AG Portal mengaku berada di lokasi kejadian bersama tiga orang lainnya pada hari yang sama ketika korban diduga dibunuh. Saat itu dia mengaku bersama seseorang berinisial H dan dua orang lain yang disebutnya berpostur tegap. Keterangan itu kemudian diubah, padahal (keterangan) itu juga sesuai dengan keterangan dua saksi lain, yakni A dan DW, yang melihat ada empat orang di sekitar tempat kejadian perkara saat itu,” ucap Irwan.
Berdasarkan keterangan awal para saksi, yakni AG Portal, A, dan DW, serta bukti rekaman kamera pemantau, penyidik kepolisian mencurigai adanya keterlibatan dua anggota TNI berinisial AG dan AR dalam kasus tersebut. Hasil penyelidikan itu lantas dilaporkan kepada Polisi Militer Komando Daerah Militer (Pomdam) IV/Diponegoro.
Setelah mendapat laporan, penyidik militer melakukan penyelidikan internal terhadap dua anggotanya beserta para saksi yang sebelumnya diperiksa penyidik kepolisian. ”Keterangan-keterangan awal yang disampaikan kepada kami dibantah semua oleh AG Portal saat yang bersangkutan diperiksa di Pomdam. Sementara itu, saksi-saksi lain mengungkapkan kesaksian yang sama (dalam pemeriksaan di Pomdam),” ujar Irwan.
Untuk memastikan keterangan para saksi, penyidik kepolisian kembali melakukan pemeriksaan. Polisi juga melakukan tes uji kebohongan kepada AG Portal, A, dan DW. Melalui pemeriksaan itu, A yang konsisten terhadap kesaksiannya diketahui tidak berbohong. Sementara itu, hasil tes terhadap DW tidak dianggap valid karena yang bersangkutan sedang sakit saat diperiksa.
Adapun hasil pemeriksaan uji kebohongan terhadap AG Portal juga belum bisa dipastikan. Akan tetapi, AG Portal disebut polisi memberikan jawaban yang tidak konsisten saat ditanya pertanyaan yang sama. AG Portal juga sering kali menghindar dengan jawaban, ”Saya tidak tahu.”
Sebelumnya, AG Portal sempat mengaku takut setelah memberikan kesaksiannya. Ia lalu mengajukan permohonan perlindungan terhadap Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Permohonan itu diterima dan kini AG Portal dan dua saksi lain berada dalam perlindungan LPSK.
Terkait hal tersebut, Yunantyo meminta agar LPSK mengevaluasi kembali pemberian perlindungan terhadap saksi tersebut. ”Kalau saksi itu mengubah-ubah keterangannya, lalu setelah dilindungi malah bilang tidak tahu (terkait kasus pembunuhan tersebut), artinya dia tidak punya kapasitas sebagai saksi, dong?” katanya.