Hari Sumpah Pemuda di Semarang Jadi Momen Perkuat Toleransi
Peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-94 di Kota Semarang, Jateng, diperingati dengan acara bertajuk Pancasila: Voice of Humanity. Dalam acara itu, para pelajar dan mahasiswa diingatkan kembali untuk memperkuat toleransi.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Peringatan Hari Sumpah Pemuda di Kota Semarang, Jawa Tengah, diharapkan menjadi momen memperkuat toleransi anak-anak muda. Upaya yang bisa dilakukan adalah membuka ruang dialog dan menciptakan banyak pertemuan antar-anak muda yang berbeda agama, kelompok, dan sekolah.
Hari Sumpah Pemuda ke-94 di Kota Semarang, salah satunya diperingati dengan acara bertajuk Pancasila: Voice of Humanity. Dalam acara yang digelar di Holy Stadium, Kota Semarang, Jumat (28/10/2022) petang tersebut, anak-anak muda lintas agama dari berbagai komunitas sertas sekolah dan universitas di Semarang turut serta.
Acara yang diikuti oleh sekitar 7.000 orang itu diisi dengan paduan suara angklung, drama musikal, teatrikal, orasi kebangsaan, dan kolaborasi lantunan dia dan syair lintas agama dan kepercayaan. Melalui kegiatan itu, anak-anak muda kembali diingatkan tentang keberagaman yang ada di sekelilingnya.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang hadir dalam kegiatan itu memanggil empat anak ke atas panggung. Kepada anak-anak tersebut, Ganjar bertanya terkait dengan arti keberagaman dan toleransi dari sudut pandang mereka.
”Toleransi itu tidak boleh menghina agama orang lain. Contohnya, pernah ada teman yang menghina agama teman lain, terus saya kasih tahu kalau menghina agama orang itu berdosa,” kata Mikhayla, siswi kelas 4 dari SD Terang Bangsa Semarang yang diundang Ganjar naik ke panggung.
Siswa lain, Miftahul Falah, menjelaskan bahwa toleransi tidak boleh mengejek perbedaan suku ataupun ras orang lain. ”Orang berkulit hitam dan yang berkulit harus bersatu. Tidak boleh saling mengejek,” ujar pelajar asal SMP Negeri 19 Semarang itu.
Ganjar mengatakan, jawaban yang diberikan Mikhayla, Falah, dan dua pelajar lain menunjukkan bahwa nilai-nilai toleransi sudah dipahami anak-anak. ”Beberapa anak tadi mengerti apa itu toleransi. Kalau anak sudah tahu, orangtua tinggal memberi contoh. Kalau orangtua bisa memberikan contoh yang baik, anak-anak akan lebih baik,” ujarnya.
Ganjar mengusulkan agar ke depan ruang bertemu dan dialog anak-anak antarsekolah maupun antarwarga rumah ibadah ditambah. Dengan cara itu, mereka akan semakin terbuka terhadap keberagaman. Adanya rasa saling memahami keberagaman diyakini akan membuat nilai-nilai toleransi semakin tertanam kuat.
Timotoius, pengurus Holy Stadium, mengaku bersyukur kegiatan itu bisa digelar di Holy Stadium. Ia berharap acara tersebut bisa membumikan pancasila. ”Kami ingin supaya semangat sumpah pemuda yang pernah disampaikan itu tetap menjadi suatu semangat yang harus tetap ada di tengah-tengah kita sampai saat ini dan seterusnya. Segala upaya akan kami lakukan, termasuk melalui kegiatan ini,” ujar Timotius.
Harjanto Halim, filantrop dari Rotary Club Semarang mengaku terkesima dengan kegiatan Pancasila: Voice of Humanity. Selain kagum saat mendengar pendapat anak-anak terkait dengan toleransi, Harjanto juga mengaku tersentuh dengan lantunan lagu berjudul ”Rumah Kita” dari God Bless dalam acara itu.
”Meski berada di rumah ibadah yang bukan rumah ibadah agama saya, saya merasa sangat diterima di Holy Stadium ini. Ini rumah ibadah, tapi membuka pintu selebar-lebarnya untuk acara-acara kebangsaan, tidak terpaku pada acara religi tertentu saja. Menurut saya, idealnya rumah ibadah itu, ya, seperti ini, terbuka,” kata Harjanto.
Harjanto berharap, ke depan, para peserta mulai membuka rumah, komunitas, dan lingkungan mereka untuk orang lain tanpa memandang perbedaan suku, ras, agama, golongan, tingkat ekonomi, dan tingkat pendidikan. Dengan begitu, primordialisme bisa terkikis.