Pemda di Sulut Diminta Proaktif Atasi Masalah Orang Sangihe-Filipina, Kemenkumham Didesak Cepat Tanggap
Pemerintah pusat mendesak pemda di Sulut proaktif melaporkan keberadaan orang tanpa dokumen di wilayahnya demi memenuhi HAM. Namun, pemerintah daerah juga menuntut tanggapan cepat pemerintah pusat.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Pemerintah pusat mendesak pemerintah daerah untuk terus proaktif melaporkan keberadaan orang tanpa dokumen kewarganegaraan di wilayahnya demi memastikan pemenuhan hak asasi mereka. Namun, pemerintah daerah juga menuntut tanggapan cepat pemerintah pusat ketika data telah mereka serahkan.
Hal ini mengemuka dalam diskusi yang digelar Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) dan Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi di Manado, Kamis (27/10/2022). Kelompok yang menjadi topik pembahasan adalah orang keturunan Sangihe-Filipina yang tinggal di Sulut.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil Kemenkumham) Sulut Haris Sukamto menyebut masalah ini telah berlarut-larut selama hampir satu dasawarsa terakhir. ”Kami mendapat informasi, saat ini di Sulut masih ada 2.000-3.000 undocumented person,” katanya.
Pendataan dimulai pada 2013, ketika Pemerintah Kota Bitung melaporkan ada 1.492 orang keturunan Sangihe-Filipina yang tak memiliki dokumen kewarganegaraan. Hal ini ditanggapi Kanwil Kemenkumham dengan pendataan 135 orang di Bitung dan 28 orang di Sangihe. Setelah diverifikasi, 54 orang di Bitung dan 8 orang di Sangihe memenuhi syarat untuk menerima penegasan kewarganegaraan Indonesia.
Sejak itu, pemda mulai aktif mendata dan mengajukan penegasan kewarganegaraan. Pada 2017, misalnya, 277 dari 499 orang yang diusulkan Pemkot Bitung berhasil mendapatkan status WNI.
Pada 2019, Pemkot Bitung mengusulkan lagi 157 orang, ditambah satu orang dari Manado. Hasilnya, 96 orang dinyatakan memenuhi syarat menjadi WNI, tetapi hingga kini belum menerima keputusan resmi dari Kemenkumham.
Terakhir, pada 2022, Pemkab Sangihe mengusulkan status WNI untuk 33 orang. ”Kanwil sedang memeriksa data dukung administrasi dari setiap pemohon. Inilah upaya-upaya yang sudah kami lakukan, karena setiap orang keturunan Indonesia yang ada di negara ini harus punya status kewarganegaraan yang jelas,” kata Haris.
Dengan demikian, pada 2016-2022, sebanyak 339 dari 853 orang Sangihe-Filipina yang terdata dan telah resmi menjadi WNI. Menurut Haris, sisanya tidak memenuhi kriteria karena, antara lain, tidak memiliki keturunan Indonesia dari orangtuanya.
Kendati begitu, kata Haris, masalah ini tidak kunjung selesai karena kurangnya data dukung yang valid. Komunitas Sangihe-Filipina kerap menghindari personel imigrasi dengan alasan melaut. Mereka juga sering berpindah tempat tinggal sehingga verifikasi data terhambat.
Dalam situasi ini, data valid dari pemerintah kabupaten/kota ataupun provinsi sangat diperlukan. ”Semua kembali pada kesiapan dan kemauan agar permasalahan orang Sangihe-Filipina ini cepat selesai. Informasi termutakhir soal jumlah, penambahan atau penurunan setelah penegasan status, akan sangat membantu. Kami minta pemda ikut proaktif. Kalau enggak, bertahun-tahun akan begini terus,” ujarnya.
Di sisi lain, Kepala Bagian Hukum Pemkot Bitung Budi Kristiarso juga berharap Kemenkumham bertindak cepat untuk memberikan kepastian status 96 orang Sangihe-Filipina di wilayahnya. Selama tiga tahun terakhir, hampir setiap minggu ia menerima komplain dari warga yang menantikan keputusan penegasan kewarganegaraan mereka.
Pada saat yang sama, pemkot juga ia sebut selalu bertindak proaktif dengan memberikan nomor induk kependudukan (NIK) bagi anak-anak yang lahir dari pernikahan WNI dengan undocumented person. ”Terakhir, kami memberikan ini kepada dua anak berusia 9 dan 7 tahun agar mereka bisa bersekolah,” katanya.
Hal ini dimungkinkan oleh Pasal 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan asalkan anak tersebut mendapatkan pengakuan dari orangtuanya yang WNI serta ditegaskan oleh putusan pengadilan. ”Kondisi undocumented persons sering kali sulit secara ekonomi sehingga ini harus menjadi perhatian kami,” ujar Budi.
Kami minta pemda ikut proaktif. Kalau enggak, bertahun-tahun akan begini terus. (Haris Sukamto)
Desakan agar pemerintah pusat bertindak cepat juga datang dari para camat di Bitung. Amelia Ngantung, Camat Matuari, mengatakan masih ada 40 orang di wilayahnya yang belum mendapatkan dokumen penegasan kewarganegaraan. Masalah semakin pelik karena sebagian telah menikah dengan warga Indonesia.
”Mereka sudah memasukkan berkas dari 2018. Kalau bisa, ditinjau kembali prosesnya. Apa harus kami masukkan lagi berkasnya? Kami dari kecamatan dan kelurahan akan siap memfasilitasi,” kata Amelia.
Kecurangan
Sementara itu, dosen Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, Natalia Lengkong, menegaskan pentingnya penegasan status bagi orang tanpa dokumen. Mereka sangat rawan dimanfaatkan untuk kepentingan politik yang berujung pada kecurangan dalam pemilu, sebagaimana terjadi pada Pilkada 2005 dan 2010 di Bitung.
Di samping itu, orang Sangihe-Filipina yang tak terdokumentasi sangat rentan menjadi korban perbudakan di sektor perikanan. ”Banyak dari mereka yang memang datang ke Sulut melalui perusahaan perikanan tangkap yang kelas menengah. Kalau mereka ditangkap aparat, pemberi kerja mereka akan menebus, lalu mereka dipaksa bekerja tanpa dibayar,” kata Natalia.
Sementara itu, Analis Keimigrasian Ahli Pertama Kanwil Kemenkumham Sulut Valent Pontororing mengatakan, banyaknya orang Sangihe-Filipina yang gagal mendapatkan penegasan seharusnya bisa diatasi dengan cara lain, yaitu naturalisasi. Ini berlaku untuk mereka yang orangtuanya tidak berasal dari Indonesia.
Namun, pemerintah seharusnya mulai mencoba bekerja sama dengan Pemerintah Filipina agar mereka diberi kewarganegaraan Filipina. ”Dengan begitu, mereka bisa diberi izin tinggal dan izin bekerja. Ini juga bagian dari upaya kita menjamin HAM mereka,” kata Valent.
Masalahnya, Konsulat Jenderal Filipina di Manado disebut kerap lepas tangan dalam perkara ini. Haris, Kepala Kanwil Kemenkumham Sulut, mengatakan, pihaknya telah berdialog dengan perwakilan Filipina dan meminta keterlibatan mereka dalam penyelesaian masalah ini.