Stroke Jadi Ancaman Kematian Utama, Fasilitas Kesehatan Perlu Ditingkatkan
Penyakit stroke di Indonesia menyerang 2-3 orang per 1.000 penduduk dalam setahun. Karena itu, penambahan kemampuan rumah sakit dalam menangani penyakit yang menyerang saraf ini sangat diperlukan.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Penyakit stroke menjadi penyebab kematian utama di Indonesia. Kapasitas layanan fasilitas kesehatan daerah terkait penyakit ini perlu ditingkatkan karena masih belum merata.
Menurut Direktur Utama Pusat Otak Nasional (RS PON) Jakarta Mursyid Bustami, penyakit stroke di Indonesia menyerang 2-3 orang per 1.000 penduduk dalam setahun. Karena itu, dia melihat perlunya penambahan kemampuan rumah sakit dalam menangani penyakit yang menyerang saraf ini.
”Bayangkan penduduk Jabar itu 50 juta orang, berarti potensi strokenya lebih dari 1 juta per tahun. Karena itu, kemampuan pelayanan dalam menangani stroke di Jabar perlu ditingkatkan,” ujarnya di Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin, Bandung, Rabu (26/10/2022).
Peningkatan layanan ini, lanjut Musryid, dilakukan dengan menyasar rumah sakit daerah sehingga lebih mudah menjangkau masyarakat. Karena itu, instansi rumah sakit vertikal di bawah Kementerian Kesehatan, seperti RSHS, diharapkan menjadi contoh dan mengampu RS di daerah untuk menangani stroke.
Menurut Mursyid, sebagai pengampu nasional, RS PON akan meningkatkan kapasitas RSHS sehingga tingkat kematian dan kecacatan akibat stroke dapat ditekan. Pihaknya pun menargetkan seluruh rumah sakit vertikal di Indonesia mampu melakukan pelayanan serupa.
”Targetnya, satu RS di setiap provinsi bisa memberikan layanan dan mengampu RS lain untuk meningkatkan kapasitasnya. Jadi, RSUD bisa melakukan penanganan penyakit stroke sehingga harapannya tidak ada lagi rujukan ke Ibu Kota,” ujarnya.
Salah satu layanan yang diberikan RSHS sebagai rumah sakit pengampu regional adalah tindakan operasi clipping, yakni membuat lubang kecil di tulang kepala sehingga dokter dapat mengakses otak. Demonstrasi operasi yang dilakukan Kepala Kelompok Staf Medis Bedah Saraf RSHS Akhmad Imron bersama rekannya ini memakan 2-3 jam.
”Clipping dilakukan kepada pasien yang mengalami sakit kepala hebat dan ternyata mengalami stroke pendarahan. Kami mencegah agar pembuluh darah yang pecah tidak terjadi lagi, dengan dijepit. Jika tidak ada komplikasi, perawatan tidak akan lama, mungkin satu minggu kemudian pasien bisa berobat jalan,” paparnya.
Mursyid menjelaskan, stroke pendarahan merupakan jenis penyakit stroke di samping stroke penyumbatan. Stroke penyumbatan, lanjutnya, memang masih mendominasi, sekitar 70-80 persen temuan kasus, sedangkan strok pendarahan hanya 20-30 persen.
”Ini menjadi salah satu program pengampuan, dan tindakan kali ini (clipping) adalah salah satu penanganan struke paling tinggi. Karena walaupun tidak sebanyak stroke penyumbatan, ini (pendarahan) memiliki tingkat fatal yang tinggi,” paparnya.
Pelaksana tugas Direktur Utama RSHS Yana Akhmad menyambut baik kerja sama dari RSPON ini. Dia juga berharap revitalisasi ini mampu meningkatkan kemampuan RSHS dalam penanganan bedah otak.
”Saat kami melakukan pengampuan, dan kami berupaya untuk melahirkan calon-calon bedah saraf. Kami juga mengembangkan kompetensi tenaga-tenaga ahli bedah sehingga kami bisa melakukan pelayanan dan mengampu rumah sakit daerah,” katanya.