Polda Jatim melimpahkan berkas kasus tragedi Kanjuruhan ke Kejaksaan Tinggi Jatim dengan enam tersangka. Aremania ingin penyelidikan tetap dilakukan dan semua orang yang bersalah diadili.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS - Pihak korban tragedi Kanjuruhan di Malang, Jawa Timur, mengingatkan agar jumlah tersangka tidak berhenti pada enam orang, tetapi menyeluruh kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan sepak bola Arema FC versus Persebaya yang berbuntut pada tragedi yang menewaskan 135 orang dan 650 orang lainnya terluka itu.
Penyerahan berkas pemeriksaan dari penyidik ke kejaksaan dinilai berpotensi menutup peluang akan adanya tambahan jumlah tersangka apabila pihak kejaksaan menyatakan berkas telah lengkap (P21).
“Kemarin sudah diserahkan berkas ke kejaksaan dengan enam tersangka. Ini, menurut kami, tidak menutup kemungkinan hanya akan selesai di enam tersangka,” ujar Ketua Tim Advokasi Hukum Aremania Mengguggat Djoko Tritjahjana, Rabu (26/10/2022) petang, di Malang.
Seperti diketahui penyidik dalam hal ini Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) telah menyerahkan berkas ke Kejaksaan Tinggi Jatim, Selasa (25/10). Pihak kejaksaan memiliki batas waktu 14 hari untuk mencermati kelengkapan berkas tersebut.
Adapun keenam tersangka itu adalah Direktur PT Liga Indonesia Baru Akhmad Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan Arema FC Abdul Haris, dan Security Officer Suko Sutrisno.
Selain itu, penyidik juga menetapkan tersangka Kepala Bagian Operasional Kepolisian Resor (Polres) Malang Komisaris Wahyu Setyo Pranoto, Komandan Kompi III Brimob Polda Jatim Komisaris Hasdarman, dan Kepala Satuan Samapta Polres Malang Ajun Komisaris Bambang Sidik Achmadi.
Untuk menyikapi proses hukum yang terjadi, menurut Djoko pihaknya akan mengirim surat ke Komisi Kepolisian, Komisi Kejaksaan, Komisi Yudisial, Ombudsman, dan Inspektorat Pengawasan Umum Kepolisian RI. Surat akan dikirim Kamis (27/10) dengan maksud agar mereka mengaji dan benar-benar mengawasi proses hukum yang tengah berlangsung.
“Begitu jaksa menyatakan enam tersangka sudah P21, maka secara hukum tidak mungkin ada penambahan tersangka lagi. Makanya selama 14 hari kita musti fokus agar ini jangan sampai hanya enam orang. Kita harus buka secara terang benderang, siapa yang terlibat melakukan kesalahan harus dibawa ke jalur hukum,” ucapnya.
Koordinator Litigasi Aremania Menggugat, Yivesta Ndaru Abadi, mengatakan, sebelumnya penyidik menyebut penetapan enam orang tersangka hanya sebagai pintu masuk dan dimungkinkan akan ada tambahan tersangka lagi. Namun, sampai pelimpahan berkas ternyata tidak ada penambahan tersangka.
Oleh karena itu, pihaknya menilai penyidik tidak serius dalam melakukan penyidikan. Penetapan enam orang tersangka hanya sekedar memberikan hiburan ke masyarakat Malang dan Aremania.
“Penyidik melakukan penyidikan karena ada laporan model A. Laporan model A adalah temuan petugas. Mereka yang melaporkan, mengontrol, dan memberkas, dan menyidik sendiri. Bagi kami tidak ada balancing pengawasan yang cukup terhadap penyidik yang hari ini menangani kasus Kanjuruhan,” katanya.
Menurut Ndaru pihaknya sudah komunikasi dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan perkara ini akan dibawa ke pelanggaran HAM berat. Mereka berharap Komnas HAM konsistenten memback-up perkara ini sampai ke tahapan berikutnya.
Kita harus buka secara terang benderang, siapa yang terlibat melakukan kesalahan harus dibawa ke jalur hukum.
Pada kesempatan itu, Tim Advokasi Hukum Aremania Mengguggat juga mengkritik Pasal 359 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (soal kelalaian yang menyebabkan meninggalnya seseorang) yang diterapkan dalam tragedi 1 Oktober lalu. Pasal yang dianggap tepat justru 338 dan 340 KUHP (sengaja merampas nyawa orang lain).
Alasannya, peristiwa berdarah itu bukan sebuah kelalaian tetapi sudah merupakan sebuah kesengajaan. “Kelalaian adalah segala sesuatu yang dianggap tidak paham dan hanya dilakukan sekali. Kalau penembahan berkali-kali ke gas air mata ke tribune (lokasi yang tidak ada masalah) itu bukan kelalaian,” ucap Djoko.